EROPA MEMERANGI POLITIK ISLAM, UMAT BUTUH KHILAFAH



 
Oleh: Ummu Farhan

 Kanselir Austria Sebastian Kurz mendesak sesama pemimpin Eropa untuk membentuk front bersama melawan apa yang oleh sebagian pemimpin disebut “politik Islam.”

“Saya mengharapkan diakhirinya toleransi yang dipahami secara salah dan semua negara di Eropa akhirnya menyadari betapa berbahayanya ideologi politik Islam bagi kebebasan kami dan cara hidup di Eropa,” kata Kurz kepada surat kabar Jerman Die Welt. “Uni Eropa harus lebih fokus pada masalah politik Islam pada masa depan.”

Kurz mengatakan dia akan menempatkan masalah politik Islam dalam agenda pertemuan puncak Uni Eropa yang dijadwalkan akhir bulan ini. Dia mengatakan telah berbicara dengan Macron dan “banyak pemimpin pemerintah lainnya sehingga kami dapat berkoordinasi lebih erat di dalam UE.” Komentar kanselir Austria itu muncul setelah terjadinya penembakan di Wina pada hari Senin (voaindonesia, 6/11/2020).

Para pejabat Austria mengatakan seorang pelaku serangan di Wina adalah simpatisan ISIS. Menteri Dalam Negeri Karl Nehammer mengatakan kepada wartawan, “Kami mengalami serangan tadi malam oleh sedikitnya satu teroris Islamis.” (cnbcindonesia, 3/11/2020).

Khilafah Menggentarkan Eropa
Pernyataan para pemimpin Eropa menunjukkan ketakutan mereka terhadap politik Islam. Memang, kebangkitan politik Islam merupakan haly yang mengerikan bagi Eropa.

Bukan karena “politik Islam” itu dimaknai ISIS, mengingat kelompok bentukan Amerika Serikat ini sangat kecil kekuatannya jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa. ISIS bukanlah lawan sepadan untuk Eropa.

Kota Wina, tempat terjadinya penembakan, adalah saksi ketika dulu Eropa pernah mati-matian mempertahankannya dari serangan tentara Khilafah Utsmaniyah.

Pada 22 September 1529, Pasukan Sultan Sulaiman mengepung  Wina. Pengepungan terhadap Wina terjadi selama 3 pekan. Pasukan Turki mencoba membobol gerbang setinggi 80 meter yang bernama gerbang Kaertner.

Setelah bobolnya gerbang tersebut maka dimulailah pertempuran yang jika dilihat dari jumlah maka pasukan Austria akan kalah. Namun Sutan Sulaiman mengakhiri pertempuran.

Raja Ferdinand hanya diharuskan membayar jizyah kepada Sultan Sulaiman sebanyak 30,000 Gulden per tahun. Jizyah tersebut dibayar sebagai jaminan keamanan yang diberikan Khilafah pada Austria.

Untuk melanjutkan keberhasilan Sultan Sulaiman, Sultan Muhammad IV berniat mengepung Wina untuk kedua kalinya. Pada 12 September 1683, Khilafah Utsmaniyah kembali mengepung Wina, namun gagal. Sejak itu, futuhat (pembebasan) Eropa berhenti hingga keruntuhan Khilafah.

Futuhat merupakan aktivitas militer keluar negeri yang dilakukan ketika dakwah Islam menemui halangan fisik (militer). Futuhat bertujuan menyebarkan Islam, bukan untuk tujuan materi sebagaimana penjajahan oleh Barat. Futuhat Islam telah dilakukan oleh Khilafah ke Eropa, hingga Islam tersebar di Cordoba, Granada, Toledo, Sevilla, Zaragoza, Barcelona, Aragon, dan Castillia.

Khilafah, Institusi Politik Islam
Meski Khilafah telah runtuh, tapi Austria hingga kini masih mengingat jelas kekuatannya. Sebuah kekuatan yang sangat menggentarkan Eropa, bukan semata karena besarnya jumlah, tapi lebih karena ruh Islam dalam diri para prajuritnya. Khilafah inilah “politik Islam” yang ditakuti Eropa, bukan ISIS “Si negara palsu “.

Adapun Khilafah ditakuti Eropa bukan karena pernah berbuat zalim seperti menjajah, membantai, atau yang sejenisnya. Khilafah ditakuti justru karena melindungi negeri-negeri muslim dari imperialisme Eropa. Eropa di masa lalu kondang sebagai negara-negara penjajah yang menguras kekayaan di Asia dan Afrika dan memperbudak penduduknya.

Setelah runtuhnya Khilafah pada 3 Maret 1924, wilayahnya dibagi antara Inggris dan Prancis pada Perjanjian Versailles. Inggris mendapatkan bagian wilayah paling banyak.

Negeri-negeri muslim itu pun dijajah, dijarah, dikuras kekayaannya, penduduknya dibunuh, dan dihinakan. 

Hingga datang perang dunia kedua dan Amerika keluar sebagai pemenangnya. Amerika pun mengambil alih kepemimpinan dunia dari Inggris.

Penjajahan terus berlanjut di dunia Islam. Kekayaan umat Islam dijadikan rebutan oleh Eropa dan Amerika. Dengan dalih menjaga perdamaian dunia, Barat mengintervensi urusan negeri-negeri muslim dan mendikte kebijakannya.

Sejak era 2000-an, isu terorisme dijadikan legitimasi Barat untuk mengatur dunia Islam hingga mereka bisa menduduki Irak dan Afghanistan. Dunia dipaksa ikut kemauan Amerika. Isu terorisme seolah tongkat yang akan memukul siapa saja yang tak sesuai kemauan Barat.

Tak cukup menjajah kaum muslimin, Barat juga menghinanya. Negara-negara Eropa berulang kali membuat dan memamerkan karikatur Rasulullah Saw. Islam digambarkan sebagai agama yang mengajarkan kekerasan.

Menghadapi penjajahan Barat, dunia Islam tidak diam. Terjadi Musim Semi Arab pada 2011. Hingga kini, wilayah tersebut masih terus melawan penjajahan Barat, seperti di Suriah.

Musim semi Arab menjadi benih munculnya revolusi Islam. Meski revolusi ini dibajak oleh Barat dengan naiknya agen Barat yang satu menggantikan agen Barat yang lain, opini perlawanan terhadap penjajah Barat masih menggema. Hal ini membuat Barat -termasuk Eropa- khawatir.

Mereka takut Khilafah akan segera tegak dan menjadi adidaya baru. Khilafah akan menghentikan penjajahan Barat dan membebaskan dunia Islam. 

Umat Bersatu Tegakkan Khilafah
Sungguh demikian terhormat posisi umat Islam di bawah Khilafah dan demikian hina kondisinya tanpa Khilafah. Bahkan ketika Rasulullah Saw. dihina, kita tak sanggup membungkam mulut pelaku dan menyerang negara yang melindunginya.

Khilafah akan menjaga kemuliaan Islam dan kaum muslim. Termasuk membela Rasulullah Saw. Namun tegaknya Khilafah butuh dukungan dari umat Islam.

Maka umat harus bersatu. Menghilangkan sekat nasionalisme, mazhab, suku, ras, dan lain-lain. Semua umat Islam bersatu dalam ikatan akidah Islam.
Wallahu a’lambishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak