Oleh Linda Maulidia, S.Si
Terlepas dari persoalan utang luar negeri ibarat jauh panggang dari api. Faktanya, beban utang semakin menggunung, hingga disebutkan bahwa Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan utang luar negeri terbesar.
Bisnis.com, 14/10/2020, menyebutkan Laporan yang terbit pada 12 Oktober 2020 ini berisi data dan analisis posisi utang negara di dunia di mana dalam salah satu bagian laporan menyebutkan perbandingan beberapa negara berpendapatan kecil dan menengah dengan Utang Luar Negeri (ULN) terbesar, termasuk Indonesia.
Namun menurut Kemenkeu laporan Bank Dunia tidak menyertakan negara-negara maju melainkan negara-negara dengan kategori berpendapatan kecil dan menengah. Alhasil, terlihat bahwa posisi Indonesia, masuk dalam golongan 10 negara dengan ULN terbesar.
Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia naik dari US$408,6 miliar pada Juni 2020 menjadi sekitar US$409,7 miliar per Juli 2020. Jumlah utang itu mencapai Rp6.071 triliun (kurs Rp14.820 per 15 September 2020). (cnnindonesia.com, 15/09/2020)
Di tengah masalah utang yang kian mengkhawatirkan, rakyat justru disuguhkan dengan pemandangan yang menimbulkan pertanyaan publik.
Seperti diektahui baru-baru ini Menkeu Sri Mulyani baru saja meraih penghargaan sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific tahun 2020 dari majalah Global Markets. Ini merupakan penghargaan kedua yang diterima Sri Mulyani dari majalah yang sama, setelah terakhir di tahun 2018 memperoleh penghargaan serupa.
Hal ini pun mendapat respon dari politisi Partai Gerindra, Fadli Zon, yang menyoroti penghargaan yang didapatkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Fadli Zon mengungkap bahwa banyak pihak yang mempertanyakan penghargaan yang didapatkan oleh Menkeu Sri Mulyani tersebut. (tribunal.com, 17/10/2020)
Respon masyarakat bukanlah hal yang aneh, mengingat keadaan ekonomi Indonesia yang pada kenyataannya justru semakin sulit.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberkan sejumlah warisan dari Belanda untuk Indonesia. Warisan itu mulai dari utang hingga kondisi perekonomian yang rusak.
"Dari sisi ekonomi waktu kita merdeka, kita diberikan warisan Belanda tidak hanya perekonomian yang rusak namun juga utang dari pemerintahan kolonial," kata dia dalam pembukaan Ekspo Profesi Keuangan 2020 melalui video conference, Senin (12/10/2020)kemarin.
Sri Mulyani menyebut sejak menjadi negara merdeka, Indonesia sudah memiliki utang. Perang yang terjadi juga membuat harta kekayaan yang dimiliki Indonesia menjadi rusak. (finance.detik.com, 13/10/2020)
Menilik kepada sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini, utang luar negeri adalah salah satu sumber pembiayaan penting pembangunan Indonesia. Terlebih lagi penyandaran penyelamatan ekonomi bertumpu pada utang luar negeri berupa pinjaman kepada negara asing atau lembaga keuangan internasional yang natabene berbasis praktek ribawi.
Praktek seperti ini alih-alih menyelamatkan ekonomi, justru menjadi jurang kehancuran dan bunuh diri ekonomi. Utang luar negeri yang makin menumpuk jelas bisa menjadi alat penjajahan ekonomi. Kebijakan negara berpotensi makin jauh dari pemenuhan kemaslahatan rakyat.
Penerapan sistem ekonomi kapitalis yang bersandarkan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) inilah yang menjadi pangkal penyebab carut marutnya perekonomian negeri. Sudah saatnya untuk kembali kepada sistem alternatif yang telah terbukti mampu menunjukkan kedigdayaannya sepanjang sejarahnya. Penerapan Islam melalui tegaknya Khilafah adalah satu-satunya pilihan umat saat ini.
Khilafah adalah negara yang berdasarkan kepada kedaulatan milik Shar'a dan kekuasaan milik ummat, sehingga diharapkan mampu keluar daripenjajahan asing dan secara mandiri mengelola semua potensi ekonomi yang ada di negeri-negeri Islam.
Adapun langkah yang akan diambil oleh kekhilafahan untuk menyelesaikan utang luar negeri adalah, embayaran utang tanpa membayar bunga dari bunga (riba) utang, membuat kebijakan ekonomi di bidang pertanian,perdagangan dan industri dan adanya Baitul Mal yang akan membiayai pembangunan infrastruktur utama yang penting seperti jalan, gedung sekolah, rumah sakit dan lain-lain yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Baitul mal juga harus menjaga segala infrastruktur bagi kemaslahatan ummat.
Dengan pengelolaan ekonomi yang benar berdasarkan Syariat Islam, baik berupa pengaturan pos-pos pemasukan negara termasuk sumber daya alam, bukan hal yang sulit bagi negara untuk memastikan ketersediaan dana di Baitul Mal.
Pos-pos pendapatan dalam sistem keuangan Baitul Mal terdiri dari tiga pos pemasukan utama yang masing-masing rinciannya memiliki banyak ragam jenis pemasukan. (Zallum, Sistem Keuangan Negara)
Pertama, bagian fa'i dan kharaj. Fa'i adalah salah satu bentuk pampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj ke negara Islam. Dengan objek tanah yang produktif maka pungutan ini tidak membebani rakyat, baik Muslim ataupun non-muslim.
Kedua, bagian pemilikan umum.
Kepemilikan umum adalah izin dari al-Shari kepada jamaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang jumlahnya sangat banyak
Ketiga, bagian sadaqah.
Bagian sadaqah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.
Dengan demikian, kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan anggaran dari utang luar negeri dapat dihindari. Dengan terpenuhinya semua kebutuhan belanja negara, pembangunan infrastuktur dan pemenuhan kebutuhan umat, maka negara akan terlepas dari jeratan utang luar negeri.
Tags
Opini