Oleh : Arimbi
Bank Dunia menyebut Indonesia termasuk dalam sepuluh negara dengan utang luar negeri terbesar, dengan total hutang pada Agustus 2020 menembus angka Rp 6.067 Triliun (money.kompas.com). Dengan tumpukan hutang yang menggunung dan juga tarikan pajak di banyak lini kehidupan masyarakat, pemerintah nampaknya masih tak mampu menambah sumber pendapatan negara. Sehingga mulai diliriklah sektor keuangan dari dana umat Islam, seperti dana haji, dana zakat, wakaf, dan yang lainnya untuk dimanfaatkan oleh negara.
Dikutip dari cnnindonesia.com, minggu, 25/10/2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membidik partisipasi pengumpulan dana wakaf yang lebih besar dari masyarakat kelas menengah Indonesia, khususnya generasi muda alias milenial.
Ia menyebut kesadaran kalangan ini terhadap instrumen wakaf tengah meningkat sehingga bisa dijadikan sumber keuangan baru untuk memenuhi pembiayaan dari dalam negeri.
Sri Mulyani mendasarkan hal ini dari realisasi pengumpulan dana instrumen wakaf kalangan menengah Indonesia tahun ini senilai Rp217 triliun, atau setara 3,4 persen total Produk Domestik Bruto (PDB).
Tak berhenti di situ, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan, ekonomi syariah berpeluang besar menjadi sumber baru bagi perekonomian nasional. Sekaligus dinilai mampu menjawab berbagai tantangan dinamika perekonomian nasional di masa kedaruratan kesehatan ini.
"Hal ini karena dalam perekonomian syariah yang sejalan dengan kearifan lokal Indonesia, seperti nilai kejujuran, keadilan, dan tolong-menolong. Serta adanya keberpihakan pada kelompok lemah, dan itu semua dapat membantu pemulihan ekonomi nasional," terangnya.(liputan6.com, 24/10/2020)
Sangat disayangkan, pernyataan para pejabat negara menjadikan ekonomi syariat sebagai jalan keluar ekonomi tidak bermakna persetujuannya terhadap pemberlakuan syariat.
Mereka hanya tertarik pada satu sisi kemanfaatan ekonomi saja, namun sama sekali tidak memperdulikan penerapan syariah di aspek-aspek yang lain. Layaknya hidangan prasmanan, mereka hanya mengambil apa yang mereka suka.
Bagaimana mungkin negara tercinta ini bisa mendapat keberkahan dan kemuliaan dengan cara yang seperti itu. Padahal persentase kaum muslim di negeri ini lebih dari 80%, sudah sewajarnya jika masyarakat meminta penerapan aturan Islam di seluruh aspek kehidupannya. Namun yang terjadi justru sebaliknya,banyak pihak yang menyuarakan keinginannya akan syariat justru dipidana.
Begitulah karakter rezim hari ini yang mengambil untung dari umat muslim, mencari legitimasi agama untuk mencapai kepentingannya.
Sehingga pernyataan tersebut justru menegaskan bahwa rezim kapitalis hanya berkepentingan mengeksploitasi dana umat Islam, sedangkan aspirasi umat untuk pemberlakuan syariat justru dikriminalisasi.
Mengapa tak mau berkaca pada penerapan ekonomi Islam di masa Kekhilafahan yang terbukti mampu menyejahterakan umat. Tak hanya umat muslim saja yang sejahtera, tapi seluruh warga negara yang bernaung dibawah kekuasaan negara Khilafah. Namun jangan lupakan bahwa tak hanya sisi ekonominya saja, tapi seluruh aspek kehidupan masyarakat juga diatur dengan aturan Islam.
Islam telah mengharuskan negara Khilafah menyelenggarakan pemeliharaan seluruh urusan umat dan melaksanakan aspek administratif terhadap harta yang masuk ke negara, termasuk juga cara penggunaannya, sehingga memungkinkan bagi negara untuk memelihara urusan umat dan mengemban dakwah. Baitul Mal merupakan institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum Muslim yang berhak menerimanya.
Jika ingin negara kita bebas hutang, jika ingin mengembalikan wibawa dan kemuliaan bangsa ini, jika ingin hidup dalam kesejahteraan, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat, tidak ada pilihan lain yang patut diterapkan selain pilihan menerapkan aturan Islam.
Karena sudah jelas terbukti bahwa aturan selain Islam justru menjerumuskan dan menyengsarakan umat ini.
Wallahu’alam bi showab