Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
(Pengemban Dakwah)
"Ngapain sih ngurusin hidup orang, kayak hidup sendiri udah bener aja !"
Kalimat semacam ini mungkin tak asing di telinga kita. Atau bahkan menjadi kalimat yang ada dalam bayangan kita, ketika berniat menyampaikan kebaikan atau mencegah kemungkaran. Padahal, ketika seseorang menyampaikan kebenaran bukan berarti ia tanpa cela, tanpa aib atau tiada dosa. Kewajiban menyampaikan kebenaran, Allah perintahkan pada setiap umat muslim. Setiap muslim wajib berdakwah sesuai kapasitasnya masing-masing. Adapun peran para alim ulama adalah untuk menjelaskan perincian dari hukum-hukum tentang syariat Islam serta permasalahan umat lainnya.
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS: Ali Imron 110)
Kewajiban berdakwah ini masih dipandang sebagai sesuatu hal yang "mewah" oleh sebagian umat Islam. Dari pada berdakwah, lebih baik instrospeksi diri, memperbaiki akhlak dan ibadah. Padahal semestinya memperbaiki diri dan berdakwah bisa berjalan beriringan. Tidak harus menunggu diri sempurna akhlak dan ibadahnya untuk menyampaikan kebenaran. Tidak harus menjadi lulusan pesantren untuk melaksanakan kewajiban dakwah. Perintah berdakwah berlaku untuk setiap muslim.
Kewajiban menyampaikan makruf dan mencegah kemungkaran kini juga terkendala oleh paham liberalisme yang secara tidak sadar menjangkiti masyarakat luas. Tak sedikit umat Islam yang merasa bersalah karena merasa telah melanggar batas privasi ketika menyampaikan nasehat. Padahal batas privasi hanya diciptakan oleh mereka yang menjunjung tinggi kebebasan. Mereka yang menjunjung tinggi kebebasan menganggap bahwa seseorang berhak melakukan apa saja, asalkan tidak mengganggu individu lainnya. Bagi mereka, tak ada yang berhak mengatur hidupnya. Termasuk manusia lain yang menyampaikan nasehat.
Aktifitas dakwah semestinya dipahami oleh umat Islam sebagai sebuah amalan wajib yang dikejar pahalanya. Sehingga tidak ada perasaan pantas atau tidak pantas ketika melaksanakannya. Paham liberalisme yang secara tidak sadar mempengaruhi diri, sedikit demi sedikit harus dikikis. Tiada lain dengan cara kembali pada Islam secara kaffah. Dalam hal ibadah, kehidupan, pemikiran serta perasaan hanya dengan menggunakan standar Islam saja. Sikap individual dan memisahkan pandangan agama dalam kehidupan tidaklah mencerminkan seorang muslim. Pemikiran dan perasaan yang bertentangan dengan Islam seharusnya dihempaskan saja.
Menjadi pengemban dakwah harus senantiasa membersihkan diri dari penyakit hati dan meluruskan niat. Berdakwah semata-mata untuk melaksanakan kewajiban dan mengharapkan ridho Allah SWT. Bukan untuk eksistensi diri di hadapan manusia. Juga bukan ajang untuk mencari cela pada diri orang lain.
Pada hakikatnya dakwah adalah bentuk kepedulian terhadap umat. Betapa umat kini telah dijauhkan dari syariat dan nilai-nilai Islam. Kepedulian inilah yang mendorong pengemban dakwah untuk kembali pada Islam sebagai pedoman dalam berkehidupan. Dengan aktifitas dakwah yang dilakukannya, para pengemban dakwah berharap agar seluruh umat Islam sama-sama bisa selamat di dunia dan akhirat.
"Sungguh, apabila manusia melihat pelaku kezhaliman (kemungkaran), tetapi tidak menghentikan (mengubahnya) dengan tangannya, hampir saja Allâh meratakan adzab kepada mereka"
(HR. Abu Dâwud, at-Tirmidzi, Ibnu Mâjah dan selainnya dari Shahabat Abu Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu)
Wallahu'alam bishawab