Oleh: Erna Ummu Azizah
Perancis kembali berulah dengan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. berkedok kebebasan berekspresi. Dan ini sudah kesekian kalinya terjadi. Seruan memboikot produk-produk asal Perancis pun tumbuh di sejumlah negara mayoritas Negara-negara Arab di Timur Tengah, begitu juga di Indonesia yang merupakan negeri berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia.
Seperti dikutip dari laman berita online: "Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan imbauan kepada umat Islam Indonesia untuk memboikot segala produk asal negara Perancis. Selain aksi boikot, MUI juga meminta Presiden Perancis Emmanuel Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada Ummat Islam se-Dunia." (Kompas.com, 31/10/2020)
Ketika Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dihina dan dicaci, maka wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk membela, menunjukkan ekspresi marah karena agama, serta tidak ridha. Kalau orang tua, guru atau orang yang kita cintai saja dihina kita tidak ridha, apalagi Rasulullah, yang pengorbanan dan perjuangan untuk umatnya jauh melebihi siapapun. Tentu kita lebih tidak ridha lagi. Rasulullah SAW bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka sudah seharusnya kita tunjukkan penolakan, dengan apa saja yang kita bisa. Boikot, petisi, kecaman. Harapannya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Boikot adalah ungkapan protes yang menandakan masih adanya 'nyawa' bagi umat Islam. Teringat ucapan seorang ulama besar:
"Jika agamamu, nabimu, kitabmu dihina dan engkau diam saja, jelaslah ghiroh telah hilang darimu. Jika ghiroh tidak lagi dimiliki oleh bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijajah oleh asing dari segala sisi. Jika ghiroh telah hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan. Sebab kehilangan ghiroh sama dengan mati." (Buya Hamka)
Namun perlu diingat bahwa umat Islam jangan hanya sekedar boikot produknya, tapi juga boikot sekularisme-liberalisme, demokrasi dan kapitalisme, karena semua itu yang telah membuat kesengsaraan di tengah umat. Sekularisme dan liberalisme selama ini adalah pemikiran yang dijadikan asas negara Perancis sehingga Macron menyatakan kebebasan beropini bagi majalah Charlie hebdo. Hal ini menjadi bukti bahwa kebebasan berpendapat hanya digunakan untuk menghina Umat Islam.
Dan satu lagi, kita tidak bisa menutup mata, kalau kejadian ini karena umat Islam tidak mempunyai pelindung dan pembela. Sebagaimana dulu ketika Sultan Abdul Hamid II menyerukan ultimatum jihad kepada Perancis yang menerbitkan koran bergambar wajah Nabi Muhammad dan akan menggelar teater Nabi Muhammad SAW, sehingga akhirnya Perancis menghentikan itu semua.
Inilah sikap para penguasa Islam dalam Khilafah yang berhasil membungkam Negara penghina Nabi. Berbeda kondisinya disaat tidak ada Khilafah, para penguasa muslim hanya mampu berikan kecaman dan boikot produknya. Maka sudah seharusnya mengembalikan kemuliaan Islam dengan menegakkan Khilafah.
Dalam Khilafah keberadaan multikultur dalam masyarakat Islam terjaga dengan harmonis. Hal ini karena Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” (QS. Al-Baqarah: 256)
Itulah yang menjadikan nonmuslim aman hidup dalam Daulah Islam. Meskipun demikian, kepada mereka tetap disampaikan dakwah Islam lewat penerapan syariat Islam dalam negara sehingga mereka merasakan keagungan Islam.
Khilafah menerapkan aturan bahwa warga negara Daulah Islam yang non-muslim disebut dzimmi, yang berarti “mendapat perlindungan dan keamanan”. Negara harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka. Sebagai warga negara Daulah, mereka berhak memperoleh perlakuan yang sama.
Kedudukan ahlu dzimmah diterangkan Rasulullah SAW,
“Barang siapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang hak, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR Ahmad)
Khilafah berhasil menjaga kerukunan antarumat manusia tetap berada dalam batasan syariat. Memanusiakan manusia, tercipta keharmonisan hidup berdampingan antarpemeluk agama. Segala bentuk kebencian dan perlakuan keji minim terjadi, karena Khalifah menegakkan keadilan dan menjamin keamanan.
Wallahu a’lam bish-shawwab.