BOIKOT TOTAL NEGARA PENGHINA NABI



Oleh. Ria Anggraini (anggota Majelis Taklim Cinta Rasul Bangka Belitung)

Seruan memboikot produk-produk asal Prancis tumbuh di sejumlah negara mayoritas Negara-negara Arab di Timur Tengah. Seruan boikot terhadap semua produk Perancis, sebagai reaksi atas sebutan kata-kata Presiden Emmanuel Macron terhadap kematian seorang guru “teroris Islam”. Macron juga mengatakan, menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai kartun bukan hal yang salah.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mendukung kebebasan berekspresi terkait kontroversi kartun Nabi Muhammad SAW di negaranya. Macron berargumen bahwa prinsip negaranya adalah mendukung kebebasan. Menguatnya sentimen Islamofobia menyadarkan kaum Muslim bahwa kebencian Barat begitu besar terhadap Islam. Hal ini yang ditunjukkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron,  Dalam peringatan Rabu malam di Paris (21/10), Macron memuji Samuel Paty sebagai “pahlawan diam” dan “Wajah Republik”. Bahkan Macron memberikan penghargaan tinggi negara, Legion d’honneur, kepada keluarga Paty. Sementara pembunuh Paty, Abdullakh Anzorov, remaja 18 tahun kelahiran Chechnya, ditembak mati oleh polisi setelah pembunuhan terjadi.

Inilah gambaran nyata kebencian Barat terhadap Islam, apakah hanya dengan boikot barang-barang Prancis dapat membungkam mulut keji mereka? Atau dapat menghentikan perlakuan intoleran, melecehkan dan menghina ajaran Islam juga Nabi? Dapat dipastikan perang peradaban akan selalu terjadi.
Ucapan Macron dikritik Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia menyebut kesehatan mental Macron perlu diperiksa serta menginisiasi ajakan boikot produk-produk Prancis. Ajakan Erdogan lantas direspons oleh warganet dari Arab maupun Indonesia yang menyerukan boikot untuk produk-produk Prancis lewat sosial media.
Tampak sejumlah negara berpenduduk Muslim memboikot produksi Prancis. Hal itu menandakan masih adanya ‘nyawa’ bagi umat Islam menghadapi Barat dengan segala bentuk kebenciannya pada Islam. Namun ini tidak akan ampuh menghentikan total penghinaan berulang terhadap Nabi Muhammad Saw.
Harus diiringi dengan boikot terhadap sekularisme-liberalisme yang menjamin kebebasan berpendapat hingga bebas menghujat ajaran Islam serta Nabi Muhammad. Boikot demokrasi dan kapitalisme, sebagai biang kerok atas setiap tindakan penghinaan serta pelecehan terhadap Islam dan umat Islam.
Sesungguhnya inilah yang paling berbahaya dari produk-produk Prancis yang tetap eksis di berbagai negeri Muslim. Prancis yang merupakan negara bebal harus dilawan dengan boikot total, “mengharamkan” segala ide-ide mereka di setiap negeri muslim. Karena sistem Sekuler-Demokrasi ialah sumber peradaban Barat yang menghasilkan kerusakan bagi manusia.
Jika hanya melakukan boikot barang-barang Prancis tanpa menghancurkan peradaban Barat yang masih terus menyebarkan sekularisme, liberalisme, demokrasi, dan kapitalisme, tentu hanya menjadi solusi parsial tanpa menyentuh akar masalah. Maka, menghancurkan peradaban Barat menjadi solusi fundamental untuk mengakhiri kebencian dan kekejian Barat terhadap Islam.

Alasan utama mengapa kita harus menghancurkan peradaban Barat, yaitu karena secara normatif peradaban Barat sangat bertentangan dengan Islam. Kedua, karena secara empiris, peradaban Barat telah menimbulkan berbagai bahaya (dharar), kerusakan (fasad), dan penderitaan (syaqa’) atas umat manusia seluruh Dunia.
Hanya saja, umat Islam dunia bagai buih di lautan. Banyak, tapi tak memiliki kekuatan. Hanya berbekal lisan dan seruan. Tapi lemah menghadapi penghinaan Nabi Saw. yang dilakukan kaum kafir.

Berulang kali Islam dilecehkan, dihina, dan diolok-olok. Berulang kali pula negeri muslim mengecam, mengutuk, dan memboikot. Namun, apakah dengan kecaman itu Prancis kapok? Apakah dengan pemboikotan, negara mereka bangkrut? Apakah dengan pengusiran duta besar, Prancis takut?

Sampai sekarang mereka tetap baik-baik saja. Malah bertambah arogansinya. Tak merasa salah dan enggan meminta maaf. Semua berlaku atas nama kebebasan. Meski demikian, kita patut mengapresiasi respons umat yang marah karena Nabi Saw. dihina. Ekspresi itu ditunjukkan dengan kecaman, kutukan, pemboikotan produk, dan tuntutan pengusiran duta besar Prancis.

Sebelumnya, Indonesia sudah memanggil Dubes Prancis melalui Kementerian Luar Negeri untuk meminta penjelasan. Juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah, mengatakan Indonesia keberatan dengan pernyataan Macron yang mengaitkan agama dengan tindakan terorisme.
Itulah yang sudah dilakukan Indonesia sebagai bentuk pembelaannya terhadap Nabinya umat Islam. Panggil kedubes, minta penjelasan, dan berakhir pada kecaman. Apakah pemerintah Indonesia akan memenuhi tuntutan massa aksi bela Nabi untuk mengusir Dubes Perancis? Belum tentu.

Pemerintah lebih memilih berhati-hati dalam bertindak. Pemerintah tidak ikut menyerukan memboikot produk Prancis. Seruan boikot produk Prancis hanya disuarakan MUI dan umat Islam sendiri.

Menghadapi negara bebal seperti Prancis itu harus dengan kekuatan yang mampu menandingi kedigdayaan mereka. Pernyataan Macron mestinya menyadarkan kita semua bahwa tanpa kekuatan politik, umat tak berdaya. Tanpa institusi yang menjalankan politik pemerintahan, Islam akan terus ditindas dan dihina.
Umat butuh persatuan. Bukan hanya persatuan karena bersatunya perasaan, namun juga bersatunya pemikiran. Tatkala perasaan dan pemikiran menyatu, bukan tidak mungkin rumah besar umat akan terwujud. Ya, rumah besar kita sebagai umat terbaik adalah Khilafah Islamiyah, bukan demokrasi sekuler.
Umat membutuhkan persatuan politik dan ukhuwah Islam. Agar bermunculan kembali sosok sultan Sulaiman Al Qanuni yang disegani Barat. Agar terlahir kembali sosok khalifah Abdul Hamid II yang tegas membela kehormatan Rasulullah dan Islam. Khilafah menjadi urgensi yang tak bisa ditunda lagi. Dengan Khilafah, penghina Nabi Saw merasakan efek jera. Tanpa Khilafah, Islam hanya akan jadi tempat bully-an para pembencinya

Inilah sikap para penguasa Islam dalam Khilafah  membungkam Negara bebal penghina Nabi. Tentu tak ada satu pun yang berkutik di  hadapan Khalifah dan kekuatan Khilafah. Berbeda kondisinya disaat tidak ada Khilafah, para penguasa Muslim hanya mampu berikan kecaman dan boikot barang-barangnya. Maka sudah seharusnya mengembalikan kemuliaan Islam dengan menegakkan Khilafah.
Dalam Khilafah keberadaan multikultur dalam masyarakat Islam terjaga dengan harmonis. Hal ini karena Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” (QS Al Baqarah [2]: 256)
Itulah yang menjadikan nonmuslim aman hidup dalam Daulah Islam. Meskipun demikian, kepada mereka tetap disampaikan dakwah Islam lewat penerapan syariat Islam dalam negara sehingga mereka merasakan keagungan Islam.
Khilafah menerapkan aturan bahwa warga negara Daulah Islam yang non-Muslim disebut dzimmi, yang berarti “mendapat perlindungan dan keamanan”. Negara harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka. Sebagai warga negara Daulah, mereka berhak memperoleh perlakuan yang sama.

Kedudukan ahlu dzimmah diterangkan Rasulullah Saw,
“Barang siapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang hak, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR Ahmad).
Khilafah berhasil menjaga kerukunan antarumat manusia tetap berada dalam batasan syariat. Memanusiakan manusia, tercipta keharmonisan hidup berdampingan antarpemeluk agama. Segala bentuk kebencian dan perlakuan keji minim terjadi, karena Khalifah menegakkan keadilan dan menjamin keamanan. 
Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak