Oleh : Ummu Hanif, Pengamat Sosial Dan Keluarga
Cinta, menurut Wikipedia adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi, cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.
Oleh karenanya, dalam menyambut peringgatan maulid nabi, kita perlu memaknai ulang rasa cinta kita kepada Beliaunya. Belajar mencintai Nabi secara benar. Bukan sekedar cinta biasa, sebatas di bibir saja. Tak sekedar diucapkan, namun juga direalisasikan dengan amal dan perbuatan.
Nabi sendiri telah mengajarkan kepada kita, bagaimana makna cinta kepada beliaunya. Dikisahkan dari Abdullah bin Hisyam, ia berkata “Suatu ketika kami bersama Nabi Muhammad SAW . Dia kemudian memegang tangan Umar bin Khaththab. Umar kemudian berkata, “wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari apa pun, kecuali diriku.”
Nabi SAW bersabda, “tidak! Demi zat yang memiliki jiwa ini, (tidak sempurna Imanmu) hingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Umar berkata, “Sekarang, Demi Allah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.” Nabi SAW bersabda, “sekarang (engkau memiliki iman yang sempurna), wahai Umar (HR. Bukhari, 6632)
Dalam hadist yang lain beliau juga bersabda, : “Tiga perkara, yang barang siapa memilikinya, ia dapat merasakan manisnya iman, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cintanya kepada selain keduanya, cinta kepada seseorang karena Allah dan membenci kekafiran sebagaimana ia tidak mau dicampakan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari Muslim).
Bagi insan beriman akan menempatkan cinta pada Nabi SAW diatas segalanya. Cinta pada Nabi SAW melebihi cintanya pada siapapun di dunia. Baik itu anak, istri, ibu dan ayah serta keluarganya. Bahkan melebihi cinta pada dirinya sendiri.
Wujud nyata cinta pada Nabi SAW , jika kita mengacu pada definisi cinta oleh Wikipedia di atas adalah mengimani dan menerima serta mengikuti seluruh syariat yang dibawanya secara utuh. Mengimaninya bermakna menerimanya tanpa ada keraguan sedikitpun. Justru setiap ajaran lainnya akan diukur apakah sesuai dengan ajaran yang diimaninya itu. Bukan sebaliknya, bahwa syariat yang diimani itu harus disesuaikan dengan ajaran manusia lainnya atau ajaran ditempat ia berada.
Wujud mencintai Nabi Muhammad SAW pula, berarti menerima warisannya, menjaganya dan menerapkan sayariahnya secara kaffah dalam segala aspek kehidupan kita. Jadi kalau ada yang mengaku cinta Nabi Muhammad SAW, tetapi menolak syariah islam kaffah maka itu cinta yang tidak sebenarnya.
Wallahu a’lam bi ash showab.