Oleh : Yauma Bunga Yusyananda
(Anggota Komunitas Ksatria Aksara Kota Bandung)
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab akhirnya pulang ke Indonesia pada Selasa 10 November 2020 pagi. Beliau sangat disambut oleh para pendukungnya sejak di gerbang Bandara Soekarno-Hatta. Namun tak cukup sampai disana, pada Sabtu, 14 November 2020, beliau menikahkan putrinya dan hal tersebut pun mengundang 10.000 tamu undangan. Berdasarkan sumber berbagai media, dari hal-hal itu, Imam Besar FPI ini mendapatkan sanksi karena menghadirkan kerumunan dikala pandemi, namun pihak keluarga menerimanya.
Masih terkait dengan kepulangan Imam Besar HRS, yang sangat disambut oleh antusiasme masyarakat, baik di dunia maya dengan berbagai postingan ataupun di dunia nyata dengan ragam baliho. Terjadi kehebohan lain, saat sejumlah kendaraan taktis (rantis) milik Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Koopssus TNI), pada hari Kamis, 19 November 2020 kendaraan tersebut berhenti di Jalan raya di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, mereka menyembunyikan sirine kendaraan dan berhenti di depan gang menuju Markas Front Pembela Islam (FPI). (republika.co.id 20/11/2020)
Sejujurnya untuk penertiban baliho dan reklame di negeri ini adalah urusan petugas Satpol PP, contoh berdasarkan peraturan di Daerah Ibukota Jakarta, Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame, Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 221 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2020 tentang Ketertiban Umum.
Namun, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa pada Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 221 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2020 tentang Ketertiban Umum pasal 5 disebutkan bahwa dalam mengambil tindakan penertiban, Pemprov DKI bisa melibatkan unsur TNI dan Polri. Di satu sisi, aparat pertahanan dan keamanan negeri ini memiliki peraturannya sendiri-sendiri. Namun sisi yang lainnya, seluruh aparat hankam dapat dilibatkan satu sama lain. Maka tugas pokok dan fungsi aparat hankam di negeri ini, cukup membingungkan dan perlu diperjelas agar tidak saling tindih.
Menangani Sparatisme
Gambaran aparat hankam yang seharusnya mampu menjaga kedaulatan negara, harus repot-repot mengurusi sebuah ormas yang sejatinya masih ada ormas yang perlu diseriusi penanganannya. Organisasi Papua Merdeka (OPM) sudah mengklaim bahwa merekalah pemilik negari Papua. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara (jubir) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom yang memantai aktivitas personel TNI dalam penurunan baliho atau spanduk bergambar Habib Rizieq Shihab (HRS) di Jakarta. (republika.co.id 21/11/2020)
Kebutuhan Umat terhadap Aparat Hankam
Kebutuhan umat terhadap aparat pertahanan dan keamanan (Hankam) yaitu membutuhkan aparat yang berfokus melindungi kedaulatan dan mencegah segala bentuk ancaman asing, aparat hankam yang selayaknya lepas dari penetingan dukung mendukung kekuasaan, tidak bekerja sama dengan kekuasaan asing ataupun kampanye terselebung. Karena dialam demokrasi ini, aparat hankam pernah menjadi alat kekuasaan, sebut saja pada rezim Soeharto dimana aparat menjadi alat gebug untuk masyarakat sipil yang menentang segala kebijakan penguasa, dan hal tersebut bukan rahasia lagi.
Maka sudah saatnya kita memahami dengan standar jelas mengenai tugas dan fungsi aparat hankam sesungguhnya, dengan aturan jelas dari Yang Maha Kuasa bukan dari Penguasa. Karena Yang Maha Kuasa tak pantas disandingkan dengan penguasa. Yang Maha Kuasa adalah Al Qadiir, Allah Subhanahu Wata’alaa.
Didalam aturan Allah yakni Islam, pengaturan mengenai kemiliteran satu kesatuan, tidak ada pemisahan kemiliteran dan kepolisian. Keduanya merupakan satu kesatuan dalam militer negara yang wajib menjaga keamanan dan stabilitas negara. Orientasi militer berdasarkan aturan Allah bukan untuk “menggebug” aspirasi masyarakat, namun orientasi militer yang berdasarkan aturan Allah adalah orientasi jihad membumikan Islam ke seluruh dunia dengan dakwah.
Definisi jihad bukan berdasarkan membunuh tanpa sebab, namun jihad adalah memerangi halangan fisik yang menjadi penghalang tegaknya Islam di muka bumi. Dan tentu jihad secara fisik hanya bisa dilakukan ketika sudah ada Khalifah. Maka jihad, yang berarti perang tidak dilakukan sekarang, layaknya Rasulullah yang berperang setelah Madinah menjadi Negara yang Islam tegak didalamnya. Adapun jika negara nya sedang mengalami konflik hingga genosida, seperti Palestina, Uyghur, Myanmar dan banyak lagi, maka penduduknya wajib berjihad. Walaupun pada dasarnya kunci utama adalah bersatunya seluruh negeri Muslim untuk menolong mereka dalam satu kedaulatan.
Maka memahami hal tersebut, memahami jihad dan kemiliteran memang perlu edukasi pembinaan dalam fiqih yang shahih, tidak sekedar memahami sekilas-sekilas. Jadi langkah saat ini yang bisa kita lakukan adalah dengan dakwah dan menyadarkan umat, bahwa kita butuh Islam dan membutuhkan aparat hankam yang memahami Islam secara kaffah agar bisa mengajak umat merindukan hal yang sama yaitu ada dalam satu naungan untuk menjalankan Islam kaffah dalam Kekhilafahan.
Wallahu Al Musta’an []