Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Setiap orang mau mengemban amanah karena ada tujuan yang ingin diraih. Jika tujuan ini paling utama karena hanya dengan ini berkah dan ridlo Allah turun, saya sebut di sini visi agung. Maka bukankah kita harus maksimal memperjuangkannya?
Visi agung, tujuan tertinggi mewujudkan kembali Islam sebagai pemimpin dunia. Segala cara harus diupayakan untuk meraihnya. Tak bisa sendirian saja, mesti berjamaah dalam ikatan satu aqidah untuk amar ma'ruf nahi munkar.
Seperti yang diperintahkan Allah dalam QS Ali Imron ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung“.
Dalam hal ini untuk mewujudkan visi besar itu harus dilakukan dengan dakwah berjamaah, seperti dahulu Rasulullah saw mencontohkan bersama para sahabat.
Ada netizen nyinyir, 'Itu kan zaman Rasul, umat belum banyak jadi bisa dipersatukan dengan mudah. Kalau sekarang, mana mungkin bersatu. Masing-masing memiliki pendapat yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan. Selalu ada pro kontra dalam mengatasi setiap persoalan umat."
Sebenarnya masalah umat dari dulu hingga sekarang sama saja. Kekuatan iman yang harus tunduk taat dengan hukum syara yang diperlukan. Taat tanpa tapi, taat sesungguhnya tanpa banyak pertanyaan dan alasan. Jawaban atas setiap perintah Allah hanyalah "Kami dengar dan kami taat ya Allah."
Masalah menjadi pelik seperti sekarang karena kemampuan argumentasi manusia untuk menyangkal perintah Allah. "Taat syariat Islam? Iya bagus, tapi apa cocok diterapkan di negara demokrasi seperti sekarang?" kata netizen
Jika perintah Allah dijawab dengan mengedepankan hawa nafsu, maka yang terjadi adalah perpecahan. Mana bisa bersatu jika mengatasi masalah menggunakan nafsu sendiri-sendiri. Ya pastilah terjadi beda pendapat dan perselisihan di antara sesama. Karena beda hati beda perasaan. Beda otak akan beda pemikiran.
Namun jika hukum syara jadi patokan maka setiap persoalan apapun harus tunduk taat pada hukum syara, aturan yang dibuat dan disiapkan Allah untuk hamba tercinta. Agar manusia bisa menjalankan kehidupan dengan baik, rapi, yang ujungnya adalah keselamatan dunia akherat dengan ridlo Allah.
Jika selama menjalankan perintah Allah ada perbedaan, jangan mengandalkan pendapat pribadi. Pasti tambah kacau balau, maka kembalilah kepada Allah, hukum syara.
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.(TQS An Nisa : 59)
Jika hukum sudah jelas, semestinya tak ada kekacauan dalam mengatasi segala masalah. Karena Islam sudah mimiliki solusi jitu. Kendalikan emosi diri dan hawa nafsu agar persatuan umat yang dirasakan, meskipun jumlah umat sangat banyak.
Nah, masalahnya bagaimana cara mengembalikan agar Islam yang kita rindukan kembali memimpin dunia? Yaitu dengan dakwah, amar ma'ruf nahi munkar. Menundukkan nafsu untuk hanya taat kepada Allah semata. Dalam kondisi apapun, dalam situasi bagaimana pun. Hanya Allahlah tumpuan segala harapan.
Melihat kacaunya kondisi negara saat ini, rasanya berat sekali untuk berdakwah. Namun jika itu perintah Allah, maka tiada pilihan kecuali menjalankannya.
Dakwah bisa kita lakukan dengan lesan maupun tulisan. Dakwah bil lisan, menyampaikan kebenaran ayat-ayat Allah secara langsung, bisa bertatap muka dan melihat responnya. Bisa juga lewat telpon, vidcall, virtual dengan zoom sebagai perantara, karena kondisi pandemi kita belum bebas keluar rumah jika tidak urgen.
Dakwah bil qolam yaitu dakwah dengan media tulisan baik disebarkan lewat media offline maupun online. Dalam suasana pandemi seperti sekarang, umat lebih banyak menggunakan gawai untuk interaksi dan komunikasi. Maka dakwah lewat tulisan jadi wasilah pilihan yang cukup ampuh.
Apalagi dengan tulisan bisa menembus banyak kepala. Sekali menulis bisa disebarkan kemana saja. Jadi menulis jadi peluang besar untuk berdakwah amar ma'ruf nahi munkar. Apalagi setiap umat bisa menulis. Maka kita bisa maksimalkan wasilah ini untuk mempercepat tercapainya visi agung.
Apalagi banyak sekali alumni kelas menulis di negeri ini. Ada banyak penulis-penulis dari berbagai kelas yang masih terus mengalir jumlah alumninya. Masalahnya, apakah semua alumni mau menulis?
Jika paham dan menancap tentang sebuah visi. Seharusnya tidak ada pilihan jawaban kecuali sami'na wa atha'na. "Ya, saya mengambil peran untuk berdakwah lewat tulisan." Itu jawaban yang seharusnya kita berikan. Hanya saja masih tak sampai 10 % alumni yang mau mengaplikasi ilmu yang dipelajari.
"Kuatkan azzam bahwa saya harus menulis kebenaran. Menyampaikan ayat-ayat Allah dengan terang, guna mencerahkan hati umat. Juga membangkitkan umat agar paham, bahwa hanya dengan syariat Allah maka kesejahteraan hidup umat bisa diwujudkan."
Maka dari itu umat yang paham diharapkan juga terus mendakwahkan. Karena konsekuensi orang beriman adalah taat kepada aturan Allah. Dan aturan Allah bisa dipahami jika ada yang mendakwahkan. Semakin banyak yang berdakwah maka semakin cepat tersebar ajaran Islam ke semesta alam.
Kondisi pandemi ini mari kita maksimalkan untuk berdakwah melalui tulisan. Selain dakwah lesan jika memungkinkan. Andai semua alumni penulis mau menggerakkan pena untuk menyampaikan kebenaran Islam. Maka akan ada berapa kepala yang terkena tembusan peluru ayat-ayat pencerah. Akan ada berapa banyak hati tertunjuki syariah Islam.
Hanya saja, mengapa baru 10% yang merespon panggilan dengan cepat. Padahal jika ditanya, perubahan apa yang diharapkan dengan kondisi sekarang ini? Maka mereka akan menjawab, ingin Islam kembali memimpin dunia. Dengan seorang khalifah yang mengembannya. Menjadi pemimpin adil peduli umat. Memikirkan kesejahteraan umat yang menjadi prioritas utama.
Luar biasa tujuan mulia keluar dari mulut para muslimah pejuang pena. Hanya saja banyaknya kendala membuat langkahnya tersendat. Seakan ada rantai gajah yang membelenggu jiwanya hingga berat langkahkan kaki mengambil pena. Ehm, padahal sekarang fasilitas luar biasa dimudahkan.
Ada gawai yang hampir setiap saat di tangan. Meski sudah buka WPS Office, jemari tinggal pilih aneka aksara berserakan. Namun tak kunjung klik kata di awal. "Ah, beratnya. Mau sampaikan apa aku? Aku tak punya tsaqafah matang. Tsaqafahku hanya secuil, semua juga sudah tahu. Buat apa aku menulis jika semua sudah paham. Aku malu, tulisanku hanya sederhana. Tak ada yang melirik, apalagi membaca."
Ada belenggu dalam jiwa yang harus diurai. Mengapa tidak berfikir sebaliknya. Bahwa dakwah ini kewajiban setiap orang beriman. "Jika aku mengaku beriman, maka aku terkena kewajiban untuk menyampaikan kebenaran."
Kemudian alasan berikutnya muncul, "Tapi ilmuku sedikit?" Ah, siapa yang mensyaratkan bahwa hanya boleh berdakwah jika ilmu sudah mahir?
Bahkan Rasulullah saw menganjurkan kita berdakwah meskipun hanya tahu satu ayat. Terus, apa cari alasan apa lagi?
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).
Sebenarnya Allah hanya membutuhkan ketaatan kita. Pada saat perintah dakwah diberikan, seharusnya langsung dilakukan tanpa banyak tanya.
Apalagi ada visi agung yang hendak diraih. Dan kita bagian umat yang merindukan visi agung itu menjadi kenyataan. Namun mengapa masih banyak alasan untuk menyampaikan ayat-ayat kebenaran?
Mungkin kalau harus berdakwah lesan itu susah. Harus bicara di depan obyek dakwah. Sementara dakwah tulisan tidak perlu berhadapan langsung dengan obyek dakwah. Yang menemui umat adalah tulisan kita. Mengapa harus takut?
Yang perlu ditakutkan itu jika kita ditanya Allah. Apa kontribusi kita untuk menolong tersebarnya agama Allah. Jawaban apa yang sudah kita siapkan jika pertanyaan itu tiba. Sementara mulut bicara, hati mengakui bahwa hanya Islam solusi segala persoalan. Namun, mengapa kita tidak menyampaikan agar umat tahu bahwa hanya Islam solusi seluruh masalah yang terjadi di dunia ini.
Ada peran kita untuk membangkitkan umat, hingga mereka sadar dan tahu apa yang harus dilakukan. Lalu ikut bangkit bergerak menyuarakan kebenaran. Semakin banyak umat paham,semakin pantas pertolongan Allah datang. Semakin cepat terwujud visi agung yang kita rindukan. Islam kembali memimpin dunia. Islam kembali berjaya. Islam menjadi jalan kembalinya umat ke jalan Allah swt.
Oleh karena itu, tiada jalan terbaik yang bisa kita lakukan kecuali berdakwah mengajak umat menjalankan ketaatan. Baik dakwah lesan maupun tulisan, itu pilihan. Yang penting ada kontribusi kita dalam mengembalikan visi agung, Islam kembali memimpin dunia.
Wallahu a'lam bish shawwab
Tags
Opini