UN dihapus, Solusi Permasalahan Dunia Pendidikan?



Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Perubahan)

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan DPR dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sepakat pelaksanaan Ujian Nasional (UN) ditiadakan. UN 2020 ditiadakan untuk melindungi siswa dari virus Corona atau COVID-19.

Untuk diketahui, UN SMA seharusnya dilaksanakan pada 30 Maret. Kemudian UN SMP dijadwalkan paling lambat akhir April mendatang. Namun, karena virus Corona makin mewabah, Huda mengatakan, DPR dan Kemendikbud sepakat UN 2020 ditiadakan.

Untuk tingkat SMA dan SMP, kelulusan siswa akan ditentukan melalui nilai kumulatif mereka selama tiga tahun belajar. Pun juga untuk siswa SD, kelulusan akan ditentukan dari nilai kumulatif selama enam tahun mereka belajar.(detik.com, 24/3/2020)

Kebijakan pendidikan hari ini memang banyak membuat kita khususnya para orang tua menjadi bingung.

Masalahnya, setiap ganti kebijakan disertai dengan ganti buku alias ganti materi, ganti kurikulum seolah-olah generasi ini menjadi kelinci percobaan program pendidikan.

Bukan hanya siswa yang akan kesulitan menerima kebijakan baru. Akan tetapi sang guru lah yang paling merasakan imbasnya. Karena para guru akan dituntut untuk memahami dan melakukan kebijakan baru tersebut. Sementara proses pelatihan guru tidak terjadi dengan optimal. alhasil target pendidikan tidak akan tercapai.

Akar Masalah Pendidikan

Indonesia mengadopsi sistem demokrasi yaitu sistem yang berasal dari kapitalisme. Sistem ini sarat akan biaya tinggi demi mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas.   Bayangkan berapa banyak uang yang diperlukan untuk membeli buku yang terus berganti? Berapa biaya untuk menggodok kebijakan baru? Berapa uang yang dibutuhkan untuk pelatihan guru saat menyiapkan kebijakan baru?

Padahal masalah pendidikan Indonesia yang perlu dibenahi masih sangat banyak, seperti sarana fasilitas pendidikan yang kurang, tidak terbentuknya kepribadian para siswa, belum lagi ditambah begitu banyak kriminalitas dan pergaulan bebas yang dilakukan oleh anak-anak didik.

Berarti ganti kurikulum dan kebijakan terlihat tidak berefek sama sekali pada kualitas para siswa.

Kebijakan Pendidikan dalam Islam

Ada dua hal penting dalam kebijakan pendidikan berdasarkan Islam yaitu yang pertama, terkait kurikulum dan yang kedua, terkait dengan pembiayaan.

Secara garis besar negara Khilafah memiliki tiga komponen pokok yaitu;
(1) Pembentukan kepribadian Islam
(2) Penguasaan tsaqofah Islam
(3) Penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian dan keterampilan).

Hal tersebut untuk mencetak generasi unggul yang mahir dalam iptek juga kokoh kepribadian dan keimanannya.

Khilafah akan menyediakan pendidikan bermutu untuk semua rakyat sebagai kebutuhan dasar secara gratis. Sumber dananya berasal dari pemasukan harta milik negara dan hasil pengelolaan harta milik umum, seperti hasil hutan, hasil laut, hasil tambang dan sebagainya. Pendidikan yang bermutu tersebut dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena syariat telah menetapkan hal itu sebagai hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara.

Selama masa kekhalifahan Islam dulu tercatat ada berbagai Universitas terkemuka yang bertaraf Internasional diantaranya adalah an- Nizamiyah (1067-1401 M)

Philip K Hitti dalam Sejarah Bangsa Arab menulis, Madrasah Nizamiyah merupakan contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar yang memadai bagi para penuntut ilmu. Madrasah Nizamiyah menerapkan sistem yang mendekati sistem pendidikan yang dikenal sekarang.Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, kenaikan tingkat, dan juga ujian akhir kelulusan.

Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana, punya fasilitas perpustakaan yang berisi lebih dari 6.000 judul buku laboratorium, dan beasiswa bagi siswa yang berprestasi.

Bidang yang diajarkan meliputi disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fikih, kalam, dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematika, kedokteran, dan lainnya). Kurikulum Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya. Ada pula al-Azhar (975 M- sampai sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin (858-sekarang) di Fez Maroko dan Sankore (989 M- sekarang) di Timbuktu Mali Afrika dan al-Mustanshiriyah yang didirikan oleh Khalifah al-Mustanshir (1226-1242 M) di Baghdad).

Masing-masing Lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Beberapa lembaga tersebut berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani, misalnya Al- Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al- Farabi dan sebagainya.

Kemajuan pendidikan Islam juga terbukti menjadi rujukan peradaban lain. Tim Walllace-Murphy menerbitkan buku berjudul What Islam Did for Us:  Understanding Islam's Contribution to Western Civilization (London: Watkins Publishing, 2006). Buku tersebut memaparkan fakta tentang transfer ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke barat pada Abad Pertengahan. Disebutkan pula bahwa barat telah berhutang kepada Islam dalam hal pendidikan dan sains. Utang tersebut tidak ternilai harganya dan tidak akan pernah dapat terbayarkan sampai kapanpun.

Luar biasa bukan peradaban Islam? Oleh karena itu,  satu-satunya harapan masa depan adalah tegaknya negara Khilafah Rasyidah yang akan mengatur dunia berdasarkan hukum syariah. Sebuah sistem hukum yang akan membawa rahmat dan kesejahteraan bagi dunia. Kesejahteraan yang tidak hanya berupa hasil dari sistem ekonomi semata namun juga hasil dari sistem hukum, sistem politik, sistem sosial-budaya dan sistem pendidikan. Karena itu, perjuangan untuk menegakkan syariah secara Kaffah dalam naungan Khilafah Rasyidah harus dapat pula dibaca sebagai perjuangan mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi masyarakat dunia.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak