Oleh : Dian Puspita Sari
(Aktivis Muslimah Ngawi)
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan masyarakat untuk tidak lupa mengingat Allah Swt. di tengah pandemi Covid-19. Salah satu caranya dengan berdzikir dan taubat.
"Kita juga tidak boleh melupakan zikir, istighfar, taubat kepada Allah Subhana Wa Ta'ala," kata Jokowi saat membuka Muktamar IV PP Parmusi tahun 2020 di Istana Bogor, Jawa Barat. (merdeka.com, 26/9/2020)
Wajar jika pemerintah mengatakan hal demikian. Karena volume Covid-19 di Indonesia "beyond expectation". Baik dari sisi jumlah maupun kecepatannya.
Di Indonesia sendiri, angka terkonfirmasi positif Covid-19 terus meningkat sejak penerapan new normal life.
Sikap Muslim Hadapi Wabah
Bagi seorang muslim, ketika mendapatkan musibah, termasuk wabah, kita harus bertaubat dan ridha terhadap qadha Allah Swt. atas terjadinya musibah tersebut. Selain itu, kita juga harus melakukan introspeksi. Sebab, semua musibah yang terjadi, termasuk pandemi, kadang dipicu oleh kesalahan atau dosa manusia.
Allah Swt. berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. ar-Rum [30] : 41)
Tak dipungkiri pandemi Covid-19 saat ini juga disebabkan oleh ulah sebagian manusia yang mengkonsumsi makanan yang diharamkan Allah, yaitu kelelawar. Islam mengajarkan bertaubat untuk mengatasi wabah. Namun taubat ini adalah sebagai bagian dari refleksi ketaatan total. Maka bukan taubat saja yang harus dilakukan. Tapi juga ihtiyar untuk taat kepada seluruh syariat Allah dalam mengatasi wabah.
Solusi Islam Akhiri Wabah
Dalam Islam, solusi untuk mengatasi wabah sudah jelas. Yaitu negara menelusuri penyakit sejak awalnya untuk membatasi penyebaran penyakit di tempat kemunculannya. Sedangkan orang-orang sehat di wilayah lainnya tetap bekerja dan berproduksi.
عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها أخبرتنا أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون فأخبرها نبي الله صلى الله عليه وسلم أنه كان عذابا يبعثه الله على من يشاء فجعله الله رحمة للمؤمنين فليس من عبد يقع الطاعون فيمكث في بلده صابرا يعلم أنه لن يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد
Dari Siti Aisyah RA ia berkata, 'aku bertanya kepada Rasulullah saw. perihal Tha‘un, lalu Rasulullah saw. memberitahukanku, "Dahulu Tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Maka tiada seorang pun yang tertimpa Tha'un kemudian ia menahan diri di negerinya dengan sabar serta mengharapkan ridha-Nya seraya menyadari bahwa Tha’un tidak akan menimpanya selain telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid." (HR. Bukhari, Nasa’i dan Ahmad)
Adapun tipe karantina yang dilakukan oleh negara dalam mengatasi pandemi saat ini, seharusnya juga seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Yaitu dengan menerapkan lockdown syar'i, membatasi penyebaran penyakit di tempat awal kemunculannya.
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR. Bukhari)
Dalam melakukan karantina tersebut, negara (khilafah) wajib melakukan perannya sebagai pelayan urusan rakyat.
Dalam kondisi pandemi, Khilafah berperan untuk :
• Menjamin pelayanan atas urusan rakyat, dalam aspek kesehatan. Berupa pengadaan obat-obatan secara gratis, mendirikan rumah sakit dan laboratorium pengobatan.
• Menjamin hal lainnya yang termasuk kebutuhan asasi rakyat, berupa sandang, pangan dan papan. Tak terkecuali kebutuhan akan pendidikan dan keamanan.
• Melakukan isolasi terhadap penyakit menular di tempat asalnya (lockdown syar'i).
• Mengkarantina orang-orang yang sakit, terinfeksi virus secara medis.
• Melanjutkan perawatan dan pengobatannya secara gratis.
Adapun terhadap orang-orang yang sehat, negara tetap membiarkan mereka melakukan pekerjaan mereka. Kehidupan sosial dan ekonomi tetap berlanjut sebagaimana mestinya. Seperti sebelum penyakit menular ada. Negara tidak menghentikan 100% roda kehidupan masyarakat secara umum dan tidak mengisolasi mereka di rumah. Pengisolasian ini justru bisa melumpuhkan kehidupan ekonomi secara total. Sehingga krisis semakin parah, dan memunculkan problem baru.
Sejarah peradaban Islam membuktikan, ketaatan pemimpin kepada syariat Allah secara total telah mengantarkan mereka kepada kesuksesan dalam kepemimpinan. Sekalipun kondisi negara sedang diuji Allah dengan musibah. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan Khalifah Umar bin Khaththab dalam mengatasi dua bencana besar. Yang terjadi semasa kepemimpinannya.
Pertama, bencana kekeringan di Madinah. Selama kurang lebih sembilan bulan, ibukota pemerintahan Islam ini dilanda bencana kelaparan akibat perubahan cuaca. Imam Ibnu Katsir bercerita, musibah kekeringan yang terjadi pada abad 18 itu telah membuat tanah di kota Madinah menghitam. Karena sedikitnya hujan. Para ulama menyebutnya 'Am Ramadha (tahun kekeringan).
Diriwayatkan oleh Aslam, dalam menghadapi bencana kekeringan ini, Khalifah Umar memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan. Pada saat itu, jumlah orang yang butuh bantuan sebanyak 70.000 orang. Jumlah orang sakit dan butuh bantuan sebanyak 4000 orang. Selang beberapa hari, jumlah orang yang datang dan memerlukan bantuan mencapai 60.000 orang. Tidak beberapa lama, Allah mengirim awan. Saat hujan turun, Aslam melihat Umar menugaskan orang-orang untuk mengantarkan mereka ke perkampungan, memberikan mereka makanan dan pakaian di perkampungan.
Kedua, bencana wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri Syam. Wabah ini telah mengakibatkan tidak kurang 30.000 jiwa meninggal dunia. Wabah ini tidak hanya menimpa warga biasa, tapi juga beberapa sahabat nabi dan Khalifah Umar. Seperti Abu Ubaidah, Mu'adz bin Jabal, Suhail bin Amr, yang mengantarkan mereka kepada syahid. Lalu Khalifah Umar memilih Amr bin Ash untuk menggantikan kedudukan orang sebelumnya. Amr bin Ash menerapkan kebijakan menjaga jarak (social distancing) demi meminimalisir penularan. Sehingga ada sebagian warga yang tinggal di atas bukit-bukit untuk mencegah penularan. Kebijakan Amr bin Ash ini membuahkan hasil. Angka penularan wabah Tha'un dapat ditekan. Kemudian wabah Tha'un berangsur-angsur sirna dari negeri Syam.
Inilah wujud ketaatan dan taubat kolektif yang diwujudkan khilafah di dalam mengatasi pandemi wabah. Warga negara ringan untuk bertaubat dan taat kepada Allah disebabkan kepemimpinan khalifah yang shalih dan sangat menaruh perhatian terhadap urusan hidup rakyatnya.
Wallahu a'lam bishawwab.