Oleh : Yessy Mafaza
(Guru dan Inspirator Remaja )
Dikutip dari COMPAS.com Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) akan menerapkan asesmen nasional sebagai pengganti ujian nasional pada 2021.
Asesmen nasional tidak hanya sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berstandar nasional, tetapi juga sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, asesmen nasional tidak hanya mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, tetapi juga mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil.
“Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari hasil Asesmen Nasional ini kemudian menjadi cermin untuk kita bersama-sama melakukan refleksi mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia,” ujar Mendikbud Nadiem dikutip dari laman Kemendikbud.
Digantikannya Ujian Nasional dengan kebijakan baru dari Mendikbud yaitu Asesmen ini ada sebagian kalangan yang mendukung seperti Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai, asesmen nasional sejalan dengan rencana Nadiem sebelumnya. Menurut dia, jika sebelumnya ada asesmen kompetensi nasional (AKM), maka dalam konteks asesmen nasional, AKM menjadi bagian dari asesmen nasional. Namun sebagian kalangan juga merasa khawatir karena blom melihat bagaimana hasil dari Asesmen ini dalam menyelesaikan masalah pendidikan.
Asesmen Nasional adalah Program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, Madrasah. Dan program Keseteraaan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan Pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter )serta kualitas proses belajar mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran.
Perbedaan Asesmen ini denga UN adalah kalo UN terfokus kepada Individu siswa yang menjawab soal, kalo Asesmen ini melihat dari seberapa tinggi kualitas sekolah, dengan cara mengambil beberapa sampel dari murid. Dan dari segi menjawab soal juga berbeda, pada Asesmen ini dibutuhkan kemampuan membaca, dan analisis Nalar sangat dibutukkan dalam menjawab Soal, berbeda sekali dengan UN, ketika menjawab soal cukup dengan pilihan ganda saja.
Kita dapat lihat kebijakan ini hanyalah bersifat teknis saja yakni perbaikan dalam evaluasi, tanpa menyentuh masalah mendasarnya. Asesmen ini hanya menghasilkan data.
Mampukah sistem pendidikan saat ini memenuhi berbagai kelemahan yang ada pada siswa dan sekolah, mampukah guru dan mampukah negara memenuhi kebutuhan pendidikan. Persoalannya pendidikan bukan hanya masalah evaluasi (Asesmen ) saja.
Kompleksnya Masalah Pendidikan membutuhkan penyelesaian secara mendasar, paradigma pendidikan keliru berdampak persoalan pendidikan yang kompleks. Maka untuk membenahi pendidikan ini haruslah dengan memenuhi pardigma pendidikan yang shahih atau benar. Paradigma yang shahih ini hanyaterdapat dalam Sistem Pendidikan Islam.
Sistem pendidikan Islam yang mana pendidikannya berlandasan akidah Islam, Tujuan , kurikulum dan metode hingga Asesmen sesuai Islam. Maka inilah yang membedakannya dengan sistem pendidikan sekarang yang berlandasan sekular.
Asesmen dalam pendidikan Islam ini dipastikan agar menghasilkan output yang baik atau mayoritasnya itu memenuhi harapan, tujuan dari pendidikan dalam islam menjadikan individu-individu yang berkepribadian Islam, shaqofah islam dan memiliki ilmu-ilmu yang dapat menyelesaikan permasalahan kehidupan. Jadi jika akidah islam yang jadi dasar dari pendidikan maka menghasilkan hasil terbaik dengan melewati proses dan evaluasi juga. Jadi inilah kualitas pendidikan terbaik karena semuanya mengacu pada asas akidah Islam.
Jadi Asesmen Nasional bukanlah jaminan bagi peningkatan kualitas pendidikan. Maka pendidikan yang ada di indonesia dan dunia membutuhkan sistem pendidikan Islam yang dikelola oleh khilafah.