Oleh : Citrawan Fitri, S. Mat., M. Pd.
Moramo, Sulawesi Tenggara (Pemerhati Sosial)
Hingga kini pandemi Covid-19 yang melumpuhkan seluruh lini kehidupan manusia belum juga melandai. Bahkan di Indonesia sendiri, di beberapa titik kembali memberlakukan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diharapkan dapat mengatasi penyebaran cluster baru dari virus tersebut.
Semua sadar bahwa virus ini telah menyita banyak perhatian, baik bagi masyarakat yang telah terpapar virus, masyarakat yang dalam pantauan, maupun masyarakat yang sama sekali tidak mengalami gejala-gejala Covid-19. Sebab, hingga hari ini virus tersebut belum juga menemukan titik puncak penyelesaiannya. Tidak hanya itu, virus ini juga membuat kondisi ekonomi masyarakat menjadi tidak stabil, jauh di bawah rata-rata bahkan tidak jarang yang melakukan tindakan kriminal hanya untuk memenuhi hajat hidupnya. Naudzubillah.
Oleh sebab itu, pemerintah tidak henti-henti mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat dan seluruh instansi pemerintahan untuk menaati segala protokol kesehatan agar dapat menghentikan penyebaran virus Covid-19 ini.
Sebagaimana ditegaskan oleh orang nomor satu di negeri tercinta Indonesia yaitu Presiden Joko Widodo. Yang menyampaikan bahwa Pertumbuhan seluruh negara yang biasanya di angka positif kini terkontraksi secara tajam. Pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga minus 5,32 persen, yang menyebabkan banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian untuk menyambung hidup mereka. (nasional.kompas.com, 26/09/2020)
Dengan hal itu, maka pemerintah juga kini mengimbau agar masyarakat saat ini tidak hanya menaati segala protokol kesehatan, melainkan juga mengingatkan masyarakat untuk tidak lupa mengingat Allah Swt. di tengah pandemi Covid-19. Salah satu caranya dengan berzikir dan taubat.
Seperti yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo saat membuka Muktamar IV PP Parmusi tahun 2020 di Istana Bogor, dengan menyatakan bahwa Kita juga tidak boleh melupakan zikir, istighfar, taubat kepada Allah Subhana wa ta'ala. (merdeka.com, 26/09/2020)
Presiden Jokowi juga berharap masyarakat memperbanyak sedekah. Sebab, banyak orang yang keadaannya sulit di tengah pandemi. Terkhusus bagi masyarakat yang ekonomi menengah ke bawah. “Memperbanyak infak dan sedekah karena banyak saudara-saudara kita yang memang perlu dibantu di tengah kesulitan ya kita hadapi," kata dia.
Di tengah kondisi yang semakin terpuruk ini, pemerintah mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh menyerah. Dan juga mengatakan bahwa pemerintah tak dapat menghadapi pandemi ini sendirian, melainkan bantuan dari seluruh elemen masyarakat, dengan selalu disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, mulai dari mengenakan masker, menjaga jarak, serta rutin mencuci tangan.
Berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah untuk memutus rantai penularan virus ini, namun belum juga menemukan titik penyelesaiannya. Seperti inilah kondisi negeri dengan sistem buatan manusia ini yang belum mampu beranjak dari posisi ketiga sebagai objek penderita.
Mirisnya, pemerintah masih saja sibuk berasyik masyuk dalam proyek-proyek artifisial tak jelas arah. Menanggulangi wabah di satu sisi, tapi membuka celah penyebarluasan di sisi lain.
Proyek-proyek investasi, pembukaan destinasi-destinasi pariwisata, bahkan rencana penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi hanyalah sedikit bukti betapa mereka layak disebut tak punya hati. Nyawa rakyat tega ditumbalkan hanya demi alasan ekonomi.(muslimahnews.com, 30/09/2020)
Maka, berharap solusi pada sistem rusak ini seperti mimpi di siang hari, karena sistem ini tegak di atas asas yang batil, berupa keyakinan bahwa manusia yang serba lemah yang berdaulat mengurus kehidupan.
Mengakhiri pandemi butuh sistem yang tegak di atas asas yang benar. Yakni berupa keyakinan, bahwa manusia, alam semesta, dan kehidupan diciptakan oleh Zat Yang Maha Sempurna, Mahatahu, Maha adil, dan Maha Menetapkan Aturan.
Itulah akidah Islam, yang melahirkan sistem hidup yang penuh dengan kebaikan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Bahkan sistem ini telah tegak belasan abad, menyatukan manusia dalam satu kepemimpinan dan satu pengaturan.
Siapa pun paham, wabah tak akan mengglobal jika sejak awal si sakit segera diisolasi. Begitu pun dengan pintu-pintu penyebarannya, baik di negara atau wilayah asal maupun di wilayah penularan, semuanya juga harus segera dikunci.
Strategi mengunci ini dalam Islam justru merupakan tuntunan syar’i. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).
Hanya saja, bersamaan dengan proses ini, negara tentu wajib men-support segala hal yang dibutuhkan agar wabah segera dieliminasi. Mulai dari dukungan logistik, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, obat-obatan, alat test, vaksin, dan lain-lain. Bahkan negara wajib memastikan kebutuhan masyarakat selama wabah tetap tercukupi. Negara atau penguasa tak boleh membiarkan masyarakat menantang bahaya hanya karena alasan ekonomi.
Di sinilah negara akan mengelola sumber-sumber keuangan yang ada, termasuk harta milik umum di kas negara untuk memenuhi hajat hidup masyarakat, khususnya mereka yang terdampak agar kesehatan mereka terjaga dan imunitasnya tinggi. Tentu tanpa iming-iming syarat atau prosedural yang memberatkan.
Masyarakat akan terus-menerus diajak berpartisipasi melakukan apa pun yang bisa membantu wabah segera teratasi. Seperti dengan taat menjalankan protokol kesehatan, yang dalam Islam dinilai sebagai bentuk ketaatan pada kepemimpinan.
Demikianlah gambaran singkat sistem Islam dalam mengatasi pandemi. Tampak solusi Islam adalah solusi hakiki yang justru sangat dibutuhkan hari ini. Hal ini sejalan dengan hakikat syariat Islam sebagai solusi kehidupan. Yang hanya mungkin diimplementasikan dalam sistem politik global bernama Khilafah Islamiyah.
Wallahu 'alam Bisshawab
Tags
Opini