Oleh : Ummu Hanif (Pengamat Keluarga Dan Sosial)
Hampir satu tahun pandemi berlangsung, belum tampak tanda – tanda akan mereda. Sampai 1 oktober 2020 tercatat di www.who.int, angka kasus positif Covid-19 di seluruh dunia nyaris mencapai 34 juta, sedangkan kasus meninggal mencapai 1 juta jiwa. Angka ini ditengarai sangat kecil dibanding kasus yang sesungguhnya terjadi, mengingat tak semua kasus terdata dengan baik.
Demikianlah, kondisi pandemi kian mengerikan. Selain angka pertambahan kasus yang naik secara eksponensial, dampak krisis pun kian dirasakan semua orang. Tidak hanya di bidang kesehatan, problem-problem di bidang ekonomi dan sosial makin berkelindan. Bahkan, resesi ekonomi global sudah menjadi kenyataan.
Namun sungguh disayangkan, para penguasa kita justru sibuk dalam proyek-proyek artifisial tak jelas arah. Menanggulangi wabah di satu sisi, tapi membuka celah penyebarluasan di sisi lain. Proyek-proyek investasi, pembukaan destinasi-destinasi pariwisata, bahkan rencana penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi hanyalah sedikit bukti betapa mereka layak disebut tak punya hati. Nyawa rakyat tega ditumbalkan hanya demi alasan ekonomi. Dan yang lebih mengerikan lagi, terkait sikap mereka yang tidak mampu beranjak dari posisinya sebagai objek penderita. Mereka menunggu nasib dari para tuan besarnya. Siap diperas seluruh potensinya demi dan atas nama gerakan penanggulangan pendemi global Bersama - sama.
Betapa tidak, negara-negara adidaya pengusung kapitalisme tampak saling bersaing mencari keuntungan dari keadaan. Sistem kesehatan yang buruk di berbagai dunia pun dimanfaatkan sebagai target bisnis kesehatan beromzet luar biasa. Lihatlah, bagaimana mereka menjajakan alat kesehatan termasuk konon katanya vaksin covid ’19 nya. Tentu tidak sedikit rupiah harus digelontorkan penguasa, yang rakyat juga tidak tahu ada penyunatan atau tidak di dalam perjalannya.
Kalua kita mau berpikir lebih dalam lagi. mengakhiri pandemi ini butuh sistem yang tegak di atas asas yang benar. Yakni akidah Islam yang melahirkan sistem hidup yang penuh dengan kebaikan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Bukan sistem hidup yang muncul dari sistem yang sarat kepentingan, terutama kepentingan para pemilik modal dengan visi hidup semata-mata ingin mencari keuntungan material.
lihatlah islam. Penguasa dalam Islam benar-benar berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat, yang pertanggungjawabannya berdimensi dunia dan akhirat. Penguasa Islam tidak akan abai terhadap satu pun nyawa manusia. Karena menurut islam, satu nyawa lebih berharga dari dunia dan seisinya.
Islam memiliki seperangkat aturan, yang jika diterapkan akan mampu menolong para penguasa menunaikan seluruh amanah mereka. Termasuk aturan tentang perekonomian yang membuat negara memiliki modal besar untuk mensejahterakan rakyatnya. Maka, ketika hari ini wabah tampak begitu sulit diatasi, baik karena menghadapi kondisi dilematis terkait kondisi ekonomi atau karena ada kebijakan berbeda antarpenguasa negeri, atau karena negara-negara adidaya berkompetisi memanfaatkan situasi, dengan kepemimpinan Islam semua itu pasti akan mudah diatasi.
Siapa pun paham, wabah tak akan mengglobal jika sejak awal si sakit segera diisolasi. Begitu pun dengan pintu-pintu penyebarannya, baik di negara atau wilayah asal maupun di wilayah penularan, semuanya juga harus segera dikunci.
Hanya saja, secara bersamaan negara tentu wajib mendukung segala hal yang dibutuhkan. Mulai dari dukungan logistik, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, obat-obatan, alat test, vaksin, dan lain sebagainya. Bahkan negara wajib memastikan kebutuhan hidup masyarakat selama wabah tetap tercukupi. Negara atau penguasa tidak boleh membiarkan masyarakat menantang bahaya hanya karena alasan ekonomi.
Di sinilah negara akan mengelola sumber-sumber keuangan yang ada, termasuk harta milik umum di kas negara untuk memenuhi hajat hidup masyarakat, khususnya mereka yang terdampak agar kesehatan mereka terjaga dan imunitasnya tinggi. Tentu tanpa syarat yang memberatkan.
Wallahu'alam bishowab