Oleh: Nanda *
Undang-undang cipta kerja (Omnibus law) yang belum lama ini disahkan telah menuai banyak polemik disemua elemen masyarakat baik itu para buruh, mahasiswa, tokoh, bahkan kpopers. Pengesahannya pada hari senin (5/10/2020) oleh dewan perwakilan rakyat (DPR), dilakukan saat rapat paripurna ke-7 masa persidangan 1 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, yaitu pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020. [kompas.com]
Aksi protes masyarakat terhadap pengesahan Undang-Undang Omnibus Law (Cipta Kerja) telah terjadi diberbagai daerah salah satunya di Cirebon Jawa Barat. Elemen masyarakat dari berbagai kalangan pun melakukan aksi unjuk rasa didepan gedung DPRD Kabupaten dan Kota Cirebon. Mereka mendesak wakil rakyat membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. (radarcirebon.com)
Para tokoh pun turut menyuarakan penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law tersebut diantaranya Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman yang menyatakan rancangan undang-undang Omnibus Law harus ditolak. Benny menyebut Omnibus Law Ciptaker tidak memberi perlindungan bagi pekerja dan hanya menggelar karpet merah kepada pengusaha. “oleh sebab itu, saya mengatakan RUU ini harus ditolak” ujar Benny dalam diskusi Kontroversi RUU Ciptaker: percepatan ekonomi dan rasa keadilan sosial yang berlangsung secara daring, Minggu (/10/2020). [cnnindonesia.com].
Aksi penolakan ini terjadi karena ada beberapa poin dari undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat merugikan mereka dan akhirnya menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat umum. Diantaranya menghapus upah minimum kota atau kabupaten (UMK), pengurangan nilai pesangon, tak ada batas waktu perjanjian batas kerja waktu tertentu (PKWT), karyawan kontrak dan Outsourching seumur hidup, jam kerja eksploitatif, dan adanya poin penghilangan hak cuti dan upah saat cuti.
Selain beberapa poin diatas masih banyak pasal-pasal yang dianggap merugikan dan menyengsarakan rakyat. Pengesahan Undang-undang Cipta Kerja pun terkesan sangat terburu-buru dan dipaksakan. Apalagi pemerintah dirasa kurang dalam mendengarkan aspirasi rakyat. Ini tentunya membuktikan kecacatan dalam sistem demokrasi, dimana suara rakyat tidak didengar dan hanya tinggal harapan semata akan adanya keadilan yang merata.
Undang-undang Cipta Kerja merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dari sekian banyaknya kebijakan yang sangat mengecewakan dan menyengsarakan masyarakat. Kenekatan pemerintah untuk tetap mengesahkan RUU tersebut menjadi UU di tengah gelombang ancaman masyarakat, tak bisa lepas dari kepentingan para pengusaha (pemilik modal) yang akhirnya bisa menguasai negeri ini.
Lahirnya undang-undang ini sesungguhnya tidak lain akibat dari sistem batil yang diterapkan, yaitu sistem Demokrasi-Kapitalis. Sistem demokrasi adalah sistem pendukung bagi para pemilik modal yang ikut andil dalam berbagi kekuasaan negara. Kekuasaan dalam sistem ini hanya dapat diraih jika memiliki modal besar.
Maka solusi tuntas atas semua permasalahan negeri ini hanyalah bisa dilakukan dengan menerapkan sistem islam secara kaffah dibawah naungan daulah khilafah, Sebab khilafah yang akan menerapkan sistem Islam hadir sebagai pelayan ummat. Hukum-hukum yang diterapkan juga bersumber dari hukum syariat bukan hukum-hukum buatan manusia yang selalu mengutamakan hawa nafsu dan memiliki banyak kekurangan.
Wallahu A'lam Bishawab.
*(mahasiswi kampus Cirebon)
Tags
Opini