Pilkada di Tengah Wabah Corona




Oleh: Hany Handayani Primantara, S.P. *
Hampir setahun corona melanda dunia termasuk negeri Indonesia. Selama itu pula keadaan perekonomian menurun drastis, daya beli minim, produksi perusahaan maupun pabrik pun kian tercekik, apatah lagi usaha rumahan banyak yang gulung tikar karena pailit. 
Di dunia pendidikan pun tak jauh beda, sekolah jarak jauh jadi pilihan. Mulai dari siswa, orangtua siswa hingga para pengajar nampak tak siap dengan kondisi yang ada. Bagi yang tersedia fasilitas, mengeluhkan berkendala di teknis. Terutama kaum ibu yang membimbing di rumah. Begitu pun mereka yang tak berfasilitas gadget untuk menopang sekolah jarak jauh. 
Semua lini diminta untuk stay at home. Tetap di rumah guna memutus mata rantai virus corona. Termasuk agenda kegiatan pengajian dan perkumpulan yang dapat menimbulkan keramaian. Beralihlah dunia nyata ke virtual secara mendadak. Acara seminar, mengajar, pengajian bahkan sekedar sharing atau reunian pun dibuat secara online. Mengingat pemerintah cukup ketat memberlakukan PSBB agar kondisi segera pulih kembali. 
Namun fakta justru berkata lain ketika pilkada semakin dekat. Aroma pencalonan dan penyelenggaraan pilkada sepertinya akan tetap berjalan di tengah pandemi. Semua pun tahu bahwa pandemi kali ini merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat. Karena nyawa dan keselamatan yang menjadi taruhanya. Jika masyarakat dibiarkan terlibat dalam keramaian maka virus corona pun kemungkinan akan semakin tak terkendali. 
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari meminta pemerintah tak bertindak konyol dengan tetap melanjutkan tahapan Pilkada Serentak 2020. Sebab, kata Feri, banyaknya kandidat calon kepala daerah dan penyelenggara pemilu terinfeksi virus corona (Covid-19) hingga meninggal dunia. Dilansir dari CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).
Jika penyelenggaraan pilkada ngotot tetap dilangsungkan. Sekalipun sesuai dengan protokol kesehatan namun siapa yang dapat menjamin di tengah agenda pelaksanaan teknis di lapangan tidak akan timbul keramaian. Mulai dari pencalonan, masa kampanye hingga pemungutan serta perhitungan suara semua berpeluang menghimpun keramaian yang akan berpengaruh besar terhadap penularan virus.
Data KPU per 10 September 2020 menunjukkan terdapat 60 calon yang dinyatakan positif corona berdasarkan pemeriksaan swab test. Baru-baru ini, Cawalkot Kota Bontang, Kalimantan Timur di Pilkada, Adi Darma meninggal dunia akibat corona. Masih dari keterangan Feri, beliau menyarankan sudah sepatutnya penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda sementara waktu hingga kondisi virus corona terkendali.
Maka sungguh sangat tidak bijak jika tetap memaksakan agenda pilkada di tengah pandemi seperti sekarang ini. Jangan lantaran berlindung dibalik alasan menjaga hak konstitusi rakyat para pejabat berdalih guna pilkada tetap terlaksana. Sejumlah pihak mengaku pesimis sisa tahapan Pilkada 2020 akan dilaksanakan dengan pengawasan protokol kesehatan yang ketat.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono pesimis pelaksanaan pilkada nantinya dapat dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan. Pasalnya, melihat beberapa tahapan sebelumnya, masyarakat nyatanya masih sulit untuk taat pada protokol. Kondisi itu, menurut Pandu, dipicu oleh pemerintah dan partai politik yang tidak tegas menindak para pelanggar protokol kesehatan meski catatan kasus Covid-19 terus melonjak.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin sendiri pun menyebut bahwa pemberian sanksi tegas terhadap para pelanggar kesehatan tak bisa dilakukan lantaran terbentur undang-undang. Kendati pihaknya ingin sanksi dapat diberikan lebih tegas, namun PKPU Nomor 13/2020 yang baru terbit Kamis (24/9) lalu, belum memberi kewenangan terhadap Bawaslu.
UU yang dimaksud Afif adalah UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Komnas HAM juga mempertanyakan tata cara pengetatan protokol COVID-19 itu yang diterapkan saat pilkada nanti. Lain lagi dengan PP Muhammadiyah, mereka meminta agar pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat. Muhammadiyah kemudian mewanti-wanti perihal penularan Corona terhadap masyarakat.
Maka alangkah bijak jika pemerintah meninjau ulang kembali tentang pelaksanaan pilkada di tengah wabah corona, karena ada banyak nyawa yang akan dipertaruhkan jika pilkada tetap diselenggarakan walau dengan protokol COVID-19. Tanpa wabah pun pelaksanaan pemilu menghilangkan nyawa hampir 1000 korban jiwa karena faktor kelelahan di tahun pemilihan kemarin. Masihkah mau mengulang kondisi yang sama di tengah kondisi yang cukup sulit seperti sekarang ini. 
“Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al maidah:32)
Wallahu'alam bishowab.

 *(Aktivis Muslimah Kota Tangerang) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak