Peran Mahasiswa dalam Kontruksi Perubahan Bangsa



Oleh Dini Koswarini


Pengesahan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang, menuai kontra dari berbagai kalangan. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan pengesahan RUU Cipta Kerja menunjukkan kurang komitmennya pemerintah Indonesia dan anggota DPR RI untuk menegakkan hak asasi manusia.

"Mereka yang menentang karena substansi Cipta Kerja dan prosedur penyusunan U U baru ini sama sekali tidak menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan. Anggota dewan dan pemerintah tampaknya lebih memilih untuk mendengar kelompok kecil yang diuntungkan oleh aturan ini. Sementara hak jutaan pekerja kini terancam," kata Usman dalam keterangannya. (Liputan6, 6/10/2020)

Penolakan pengesahan RUU Ciptaker nyatanya tidak hanya datang dari para buruh. Namun, mahasiswa yang sadar akan perannya sebagai Agent of change merasa geram. 
Salah satunya terjadi pada tanggal 20 Oktober 2020, ratusan mahasiswa yang berasal dari 20 universitas di Bandung mengelar aksi di depan Gedung Merdeka, Bandung. (Newsdetik, 20/10/2020)

Sejalan dengan itu mahasiswa sejatinya memang harus berani tampil sebagai alat kontrol politik terhadap kekuasaan. Dalam sejarahnya, mahasiswa dituntut untuk memberikan pemikirannya yang kritis serta konstruktif dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. 

Oleh karena itu, mahasiswa harus memegang teguh independensi yang selalu menjadi kalangan oposisi yang mengontrol kekuasaan agar pemerintah tidak sewenang-wenang dalam rangka mewujudkan tujuan negara dan dari cita-cita bangsa. (detikNews, 27/10/2019)
Di sisi lain, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan demo untuk mahasiswa.

“Tidak memprovokasi mahasiswa untuk mengikuti/mengadakan kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i,” tulis Kemendikbud. (Pikiran Rakyat, 11/10/2020)

Selain itu, Kemendikbud juga meminta pimpinan Perguruan Tinggi untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh. Bahkan memastikan para mahasiswanya benar-benar belajar di rumah masing-masing. (Pikiran Rakyat, 11/10/2020)
Lebih buruk lagi, Pemerintah bahkan menuding aksi demonstrasi yang terjadi itu disponsori. Hal ini dinyatakan langsung oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV. Dia mengaku tahu pihak-pihak yang membiayai aksi demo itu (financedetik, 8/10/2020).

Bertolak belakang dengan pernyataan Kemendikbud, Satriawan Salim, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), mengatakan seharusnya Mendikbud memberikan apresiasi kepada para mahasiswa. Sebab kampus merupakan tempat untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki peran sebagai intelektual organik.

Para mahasiswa belajar tak hanya di ruang kuliah yang terbatas tembok, ruang kuliah sesungguhnya para mahasiswa adalah lingkungan masyarakat itu sendiri. Mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan. Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas. (Pikiranrakyat,11/10/2020).

Menilai dari hal tersebut menunjukan bahwa dalam sistem kapitalisme, potensi mahasiswa dikerdilkan, seolah mereka hanya diminta untuk mementingkan urusan pribadinya. Belum lagi, gerakan perubahannya dimandulkan bahkan sekedar memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan, tidak sampai menghantar pada perubahan mendasar .
Padahal sejatinya mahasiswa memiliki potensi dan kesempatan sebagai kaum intelektual. Sehingga mereka harus memiliki keyakinan dan pemikiran yang tidak boleh ditunggangi oleh siapapun, kecuali oleh kepentingan rakyat.
Sebab mereka menjadi penyambung lidah pemerintah, bagian dari aspirasi masyarakat, juga sebagai alat kontrol politik terhadap kekuasaan.

Maka wajar jika tumpuan harapan perubahan ada di pundaknya. Saat ini sudah ada pergerakan mahasiswa yang menyadari, bahwa akar masalah yang sebenarnya terjadi adalah sistem. Tapi, mereka masih belum menemukan antitesis yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. 
Padahal mahasiswa mampu mewujudkan kebangkitan, jika ia menjalankan fungsinya dengan baik. Ketika ia menyadari arah perubahan hakiki adalah mengamalkan seluruh aspek kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt.

Maka, mahasiswa wajib fokus pada arah perubahan yang benar, yakni menggantikan  sistem demokrasi dengan sistem Islam. Mahasiswa wajib menyuarakan kebangkitan hakiki agar rakyat dapat terselamatkan dan rezim represif dapat ditumbangkan.
Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman, “Barang siapa mencari selain diin Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali-Imran: 85)

Jadi, hanya dengan Islam, pergerakan mahasiswa dapat menuju perubahan yang hakiki. Karena jika berkata hakiki, hakikat kehidupan kita pun berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah. Sudah sepantasnya kita melaksanakan semua yang Allah perintahkan, termasuk mengambil Islam sebagai asas dalam pergerakan menuju perubahan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak