Perampokan Dana Rakyat Untuk Menyelamatkan Sektor Ribawi



Oleh : Ressa Ristia Nur Aidah

Skandal Jiwasraya sungguh menghebohkan publik. Perusahaan platform merah ini (Jiwasraya) dirampok besar-besaran hingga mengalami kerugian. Sayangnya, penyelesaian masalah ini terkesan instan. Demi menyelamatkan perusahaan asuransi ini, pemerintah menggelontorkan suntikan dana Rp22 triliun yang dibagi menjadi dua gelombang. Dana tersebut diambil dari APBN selama dua tahun, yaitu 2020 (Rp12 triliun) dan 2021 (Rp10 triliun).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) Enny Sri Hartati mengkritik langkah DPR RI dan pemerintah menyetujui penyuntikkan dana Rp 22 triliun ke PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui skema penyertaan modal negara ( PMN). Menurutnya, DPR dan pemerintah telah melakukan kejahatan berjamaah lantaran menyelesaikan kasus Jiwasraya melalui cara yang tidak beradab. Ia mengatakan, umumnya pemegang saham menyuntikkan dana ke perusahaan yang usahanya bagus atau sifatnya sangat strategis.
Sebaliknya, penyuntikkan dana tidak dilakukan ke perusahaan yang fraud seperti yang terjadi pada internal Jiwasraya. Pemberlakuan skema PMN, kata Enny, otomatis menutup kasus hukum Jiwasraya itu sendiri. Artinya, orang-orang yang terbukti bersalah dalam kasus ini akan tetap dihukum. Namun, kerugian negara tidak akan pernah bisa dikembalikan. Menurut Enny, perlindungan terhadap nasabah Jiwasraya tetap harus dilakukan. Tetapi, hal itu harus dibarengi upaya menekan kerugian negara.

Koordinator Komite Sosial Ekonomi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Said Didu menyakan bahwa pihaknya menolak suntikan modal untuk PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Menurut dia, suntikan modal itu berasal dari uang rakyat dan sebaiknya digunakan untuk kepentingan yang mendesak. Alih-alih menyelesaikan pandemi, negara justru menggelontorkan uang ke perusahaan ribawi; perusahaan yang kolaps bukan karena uangnya dinikmati rakyat, tetapi karena ulah koruptor yang rakus.

Resesi ekonomi ini seharusnya menjadi momentum mereformasi sistem ekonomi, bukan malah rezim menghidupkan sektor ribawi dengan menyuntikkan dana yang dikorup kaum elit tersebut. 
Hal ini adalah perampokan terhadap dana rakyat. Selain kezhaliman terhadap hak rakyat, hal ini juga akan memperburuk kondisi fundamental ekonomi saat di saat resesi melanda.

Dalam sistem Islam tidak akan ada resesi ekonomi, karena Islam mewujudkan sistem ekonomi anti krisis dengan menghapus sektor ribawi dan adapun upaya mencegah krisis ekonomi global dengan cara:
Pertama, mengubah perilaku buruk pelaku ekonomi.  Pelaku ekonomi semestinya hidup dalam suasana keimanan. Kedua, tata kelola pemerintahan sesuai dengan syariah Islam. Politik Ekonomi  Islam bertujuan  untuk memberikan jaminan pemenuhan pokok setiap warga negara  baik Muslim maupun non-Muslim. Ketiga, kestabilan sosial dan politik. Berdasarkan tata kelola pemerintahan dalam Islam, Khilafah akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi. 

Keempat, menstabilkan sistem moneter. Adapun upaya untuk menstabilkan sistem moneter dengan dua cara yaitu mengubah dominasi dolar dengan sistem moneter berbasis dinar dan dirham dan Mengganti perputaran kekayaan di sektor non-riil atau sektor moneter yang menjadikan uang sebagai komoditas menjadi ke arah sektor riil. 

Kelima, menstabilkan sistem fiskal. Dalam sistem ekonomi Islam dikenal tiga jenis kepemilikan: kepemilkan pribadi; kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan masing-masing saling membutuhkan, dalam sistem ekonomi Islam, terkategori sebagai barang milik umum. Benda-benda tersebut tampak dalam tiga hal: (1) yang merupakan fasilitas umum; (2) barang tambang yang tidak terbatas; (3) sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu. Kepemilikan umum ini dalam sistem ekonomi Islam wajib dikelola oleh negara dan haram diserahkan ke swasta atau privatisasi. Karena Sumber Daya Alam (SDA) merupakan faktor penting bagi kehidupan rakyat, yang saat ini sedang dikuasai oleh negara-negara penjajah. Karena itu untuk mengembalikan kedaulatan umat atas kekayaan SDA yang mereka miliki harus ditempuh dengan menegakkan kembali Khilafah. [WalLahu a’lam bi ash-shawab]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak