Pengesahan UU Ciptaker, Penghianatan Sistematis terhadap Rakyat




Oleh: Widdiya Permata Sari


Tiba-tiba di tengah malam omnibus law disahkan, sehingga media sosial seperti Twitter, Instagram, YouTube dihebohkan oleh peraturan terbaru yang dibuat pemerintah yaitu keputusan RUU cipta kerja menjadi UU.

DPR RI telah mengesahkan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Wakil Ketua DPR Azis Symasuddin mengetuk palu sebagai tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat. 

Rapat paripurna ini terbilang kilat dan mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, rapat tersebut hanya berjarak dua hari sejak pengesahan tingkat I pada Sabtu (3/10/2020) lalu. (Kompas.com, 06/10/20)

Seharusnya parlemen-parlemen negara itu fokus untuk melawan Corona bukannya membahas isu-isu lain yang tidak ada hubungannya dengan penanganan corona, sementara mereka mengabaikan Corona berbeda dengan negara-negara lain parlemennya sibuk membenahi virus Corona agar tidak menyebar luas.

Namun sangat disayangkan DPR malah membahas perubahan RUU cipta kerja sehingga memicu keresahan masyarakat. Bukannya akad awal seorang DPR itu berjanji untuk menjadikan ketentraman masyarakat tapi nyatanya malah meresahkan masyarakat dengan keputusan tersebut. Seharusnya DPR pada masa covid seperti ini harusnya menjaga ketenangan tapi malah sengaja memancing kegaduhan masyarakat negri ini.

Bahkan ketika dalam sidang ada yang berpendapat untuk tidak menerbitkan UU tersebut kalian tidak menerimanya bahkan mendengarkan saja tidak mereka dengar, sampai sikap puan Maharani saja tidak mencontohkan sikap yang baik ketika ada yang berpendapat tidak setuju. Seorang Puan Maharani langsung mematikan mikrophon agar tidak terdengar.

Tidak hanya masyarakat saja  yang menolak perubahan RUU cipta kerja tersebut, bahkan partai Demokrat menentang perubahan RUU tersebut dikarenakan banyak dampak negatif terhadap perubahan RUU cipta kerja tersebut .

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) harus ditolak. Benny menyebut Omnibus Law Ciptaker tak memberi perlindungan bagi pekerja dan hanya menggelar karpet merah kepada pengusaha.

"Oleh sebab itu, saya mengatakan RUU ini harus ditolak," ujar Benny dalam diskusi 'Kontroversi RUU Ciptaker: Percepatan Ekonomi dan Rasa Keadilan Sosial' yang berlangsung secara daring, Minggu (4/10) ( CNN Indonesia, 05/10/2020)

Dimana rasa keadilannya sekarang?, Bukannya seorang DPR itu wakil rakyat tapi wakil rakyat yang mana yang dia wakilkan?. Sudah jelas bahwa perubahan RUU cipta kerja itu hanya untuk mementingkan kepentingan investor-investor diatas kebutuhan pekerja.

Benar apa yang dibilang oleh pak Soekarno " perjuangan ku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri"

Bahkan banyak sekali dampak dari omnibus law disahkan, contohnya saja tidak ada upah minimum, pesangon dihilangkan, semakin banyak karyawan kontrak,  jaminan pensiun, kesehatan dihilangkan, gajih tidak dibayar tidak ada sanksi untuk pengusaha.

Sistem ekonomi kapitalis selamanya tidak akan memberi kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat. Kapitalisme di negeri ini hanya akan melanggengkan kekuasaan para pengusaha rakus dan penguasa boneka.

Dalam menentukan standar gaji buruh, standar yang digunakan oleh Islam adalah manfaat tenaga (manfa’at al-juhd) yang diberikan oleh buruh di pasar, bukan living cost terendah. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para majikan. Buruh dan pegawai negeri sama, karena buruh mendapatkan upahnya sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di tengah masyarakat.

Jika terjadi sengketa antara buruh dan majikan dalam menentukan upah, maka pakar (khubara’)-lah yang menentukan upah sepadan (ajr al-mitsl). Pakar ini dipilih oleh kedua belah pihak. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, maka negaralah yang memilihkan pakar tersebut untuk mereka, dan negaralah yang akan memaksa kedua belah pihak ini untuk mengikuti keputusan pakar tersebut.

Dengan demikian, negara tidak perlu menetapkan UMR (upah minimum regional). Bahkan, penetapan seperti ini tidak diperbolehkan, dianalogikan pada larangan menetapkan harga. Karena, baik harga maupun upah, sama-sama merupakan kompensasi yang diterima oleh seseorang. Bedanya, harga adalah kompensasi barang, sedangkan upah merupakan kompensasi jasa.

Dalam Islam, ada dua model pengupahan: upah berdasar manfaat kerja dan manfaat (kehadiran) orang. Pada model manfaat kerja, dimungkinkan upah dihitung berdasar jam kerja. Bila sebentar bekerja, tentu lebih sedikit upahnya dibanding yang jam kerjanya lebih lama.

Tapi buruh maupun pengusaha dalam sistem Islam tidak perlu terbebani biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan karena semua ditanggung negara yakni Khilafah. Bahkan tidak ada pajak mencekik.

Khilafah haram memungut pajak kecuali dalam keadaan yang dibolehkan syariat. Hanya ada zakat untuk mereka yang memiliki harta sejumlah nishab. Juga kehidupan ekonomi relatif stabil karena tidak ada inflasi permanen yang membuat harga barang meroket. Di dalam sistem inilah nampak keadilan penguasa baik terhadap pekerja maupun pengusaha.


Khilafah juga memastikan upah ditentukan berdasar manfaat kerja yang dihasilkan oleh pekerja dan dinikmati oleh pengusaha/pemberi kerja tanpa membebani pengusaha dengan jaminan sosial, kesehatan, dan JHT/pension. Ini mekanisme yang fair tanpa merugikan kedua belah pihak.

Serta Negara menyediakan secara gratis dan berkualitas layanan kesehatan dan pendidikan untuk semua warga negara, baik kaum buruh atau pengusaha. Sedangkan layanan transportasi, perumahan, BBM, dan listrik tidak akan dikapitalisasi karena dikelola negara dengan prinsip riayah/pelayanan.

Inilah sistem yang hari ini dibutuhkan kaum buruh, yang menghadirkan peran negara secara utuh untuk menjamin terpenuhinya hajat asasi rakyat. Bukan hanya hadir untuk meregulasi hubungan harmonis tanpa konflik antara buruh dan pengusaha.

Ilustrasi XNews.id









Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak