Oleh: Layyina Mujahida Fillah
(aktivis dakwah millenial)
“Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia!”
Begitulah kata Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia. Pemuda memang
tak bisa diremehkan, karena ia adalah pemimpin masa depan, generasi penerus
peradaban. Jika kita ingin melihat bagaimana kemajuan suatu bangsa dan negara,
maka lihatlah pemudanya.
Dan Hassan Al Banna, salah satu pendiri organisasi Islam
Ikhwanul Muslimin, juga mengatakan, “Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah
rahasia kekuatannya. Dan dalam setiap fikroh, pemuda adalah pengibar
panji-panjinya. Tegakkan Islam dalam diri kamu, niscaya Islam akan tegak di
atas bumi kamu.”
Pentingnya peran pemuda kepada agama, bangsa, dan negara
memang tak bisa dibantah lagi. Namun, tetap tak sembarang pemuda yang bisa
memberikan peran dan memikul amanah tanggung jawab sebagai generasi penerus
dipundaknya. Pemuda ini haruslah pemuda yang memiliki identitas, pemuda
berkepribadian.
Identitas pemuda tak terbentuk dengan sendirinya, negara
memiliki peranan kuat dalam membentuk generasi-generasinya. Di dalam negara sekuler-liberal,
yang memisahkan agama dari kehidupan dan
menjunjung kebebasan tanpa batas, maka sudah terlihatlah bagaimana
identitas generasinya. Pemuda muslim di dalam negara ini akan sulit menjadi
atau menemukan kembali identitas keislamannya, karena negara memang tidak
membentuk dan mengarahkan ke jalan Islam. Maka bukan hal yang baru bahwa meski
ia adalah seorang pemuda muslim, namun tak memiliki identitas Islam.
Seperti Indonesia, negara ini adalah negara mayoritas
muslim, dan salah satu negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia.
Namun ternyata, Indonesia juga masuk dalam daftar jumlah fans K-Pop terbanyak
di dunia. Di Indonesia juga terbanyak cuitan tentang K-Pop di Twitter. Dan
semua itu jelas tak terlepas dari para pemuda muslim. Bahkan, wapres Indonesia,
Ma’ruf Amin juga berkata, “Budaya K-Pop diharapkan dapat menginspirasi
munculnya kreatifitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan
budaya Indonesia ke luar negeri,” kata Ma’ruf pada acara Peringatan 100 Tahun
Kedatangan Warga Korea di Indonesia melalui konferensi video di kediaman resmi
Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Ahad (20/9).
Namun ternyata, hal tersebut malah menenggelamkan anak
muda Indonesia, termasuk pemuda muslim. Budaya K-Pop semakin memasuki mereka
hingga melupakan budaya Islam. Pakaiannya tak lagi menutup aurat karena
mengikuti trend sang idola. Juga semakin tenggelam dalam hallyu hingga
tak ada waktu untuk belajar dan berjuang menegakkan Islam. Lebih nyaman berada
dalam khayalan daripada menghadapi kenyataan. Hingga nanti lama-kelamaan juga
akan semakin melupakan tujuan hidup sesungguhnya di dunia sebagai seorang
muslim. Akhirnya, meski pemuda muslim, namun krisis identitas keislaman.
Maka, untuk mengembalikan identitas generasi muslim
memang harus dibutuhkan sebuah negara Islam, yang akan membentuk dan
mengarahkan generasi muslim kembali ke identitas mereka. Negara ini adalah
negara yang berasaskan dua kalimat syahadat dan ditegakkan dengan syariah
Islam, negara khilafah yang dibangun atas manhaj kenabian. Khilafah yang akan
mengatasi problem generasi muslim yang gagap menggunakan teknologi dan
didominasi liberalisasi gaya hidup, karena adanya krisis identitas. Dengan
adanya negara Islam, maka pemuda muslim akan kembali secara utuh kepada
identitas keislaman mereka.
Di bawah negara seperti inilah, Muhammad Al-Fatih, pemuda
usia 21 tahun menakhlukkan Konstantinopel. Masa itu, Kekhilafahan Turki Utsmani
mendidik dan membentuk generasi muslim sesuai dengan identitas mereka tanpa
penyimpangan, mengarahkan ke jalan kebenaran yang jelas, dan menunjukkan tujuan
generasi muslim yang bukan untuk dunia, namun hanya untuk akhirat. Sehingga
Konstantinopel ditakhlukkan bukan hanya dengan Muhammad Al-Fatih sendiri, namun
juga bersama dengan para pasukannya, yang semuanya sadar dan jelas dengan
identitas mereka, sehingga dengan sepenuh hati melangkahkan kaki ke medan
perang, karena mereka tahu, itu adalah jalan surga, untuk menyebarkan Islam
rahmatan lilalamin ke seluruh penjuru dunia dan menghanguskan kemaksiatan dan
kejahatan.
Sama sekali berbeda dengan generasi muslim sekarang, yang
lebih suka menggunakan teknologi android untuk nonton drama sambil rebahan,
daripada untuk menyebarkan kebaikan dan menambah ilmu Islam. Generasi muslim
sekarang yang menyukai gaya hidup bebas tanpa sadar bahwa kebebasan itu bisa
membuatnya lebih hina daripada binatang. Generasi muslim saat ini yang tidak
sadar dengan identitasnya sehingga gagap menggunakan teknologi dan didominasi
liberalisasi gaya hidup. Maka, sudah saatnya pemuda muslim kembali kepada
identitasnya, dengan berjuang menegakkan kembali negara Islam, Khilafah ‘Ala
Minhajin Nubuwwah.