Oleh : Amey Bunda Hafidz
Anak adalah amanah dari Allah SWT. Sebagaimana amanah mereka adalah titipan yang harus diperlakukan dengan baik oleh orang yang diberi amanah. Oleh karena itu orang tua sebagai pihak yang telah diberi amanah oleh Allah SWT harus mengerti dan memahami bagaimana merawat dan memperlakukan anak-anak dengan baik. Sehingga Ketika mereka kembali “diambil” oleh Allah SWT mereka tetap baik seperti sedia kala. Layaknya barang yang diamanahkan kepada seseorang, maka kondisi barangnya ketika dikembalikan harus baik seperti semula.
Bentuk penunaian amanah itu adalah dengan menunaikan hak-hak anak dengan baik. Yang mana salah satu di antara hak itu adalah mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya. Hak anak ini sudah ada semenjak mereka lahir, bahkan sebelum mereka dilahirkan ke dunia. Oleh karenanya setiap orang tua berkewajiban menunaikan hak ini dengan baik sesuai dengan yang telah digariskan oleh Allah SWT.
Namun bagaimana jadinya jika orang tua yang sebenarnya sedang menunaikan hak-hak dari anaknya yang disesuaikan dengan syariat Sang Pencipta justru dianggap sebagai tindakan yang penuh dengan paksaan, intimidasi dan ancaman?
Seperti halnya yang disampaikan oleh Salah satu akun sosial media bercentang biru, @dw_indonesia milik Deutsche Welle (Gelombang Jerman) yang berada di Indonesia, kali ini menjadi bulan-bulanan netizen karena mencoba untuk “mengusik” persoalan pelajaran akidah kepada anak-anak perempuan yang menggunakan jilbab, oleh orang tua mereka. DW Indonesia memposting sebuah video yang berisikan tentang orang tua perempuan yang sedang mengajari anak perempuan mereka menggunakan jilbab, dan juga harapan dan keinginan orang tua mereka terhadap “identitas” sebagai seorang muslim. Dalam postingannya DW Indonesia, mencoba mempertanyakan apakah pemakaian jilbab tersebut, atas pilihan anak itu sendiri ? “Apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?“. https://www.gelora.co/2020/09/media-dw-diserang-netizen-gegara.html?m=1 26 september 2020
Inilah bukti bahwa Islam lah yang kini sedang diserang. Diserang oleh mereka kaum liberal dan orang-orang yang tidak faham serta membenci Islam. Mereka menganggap didikan orang tua yang didasarkan pada syariat Islam adalah sebagai paksaan, juga pengekangan. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan maka anak-anak muslim bukan tidak mungkin mereka akan membenci agamanya sendiri. Dan semakin hari justru semakin menjauh dari islam. Kemungkinan yang terburuk Islam hanya tinggal di KTP namun kehidupan yang dijalani sudah tidak ada bedanya dengan mereka yang non muslim dalam hal kepribadian dan standar kehidupannya. Anak-anak muslim akan tumbuh berkembang dalam keluarga yang jauh dari standar nilai Islam.
Oleh karena itu Pendidikan dalam keluarga sangat penting dalam mengarahkan masa depan generasi -umat. Dalam keluarga mereka dibina, ditempa agar menjadi keluarga yang bertaqwa. Pembinaan anak-anak dalam keluarga berdasarkan syariat Islam tidak ditanamkan melalui doktrin, tetapi penanaman akidah islam dilakukan melalui metode berfikir. Sehingga apa yang ditanamkan akan bersifat kuat menancap dan sulit untuk digoyahkan.
Sama halnya tatkala orang tua berupaya untuk menanamkan kebiasaan yang baik yang disesuaikan dengan syariat Islam. Semuanya dimulai dengan memberikan pemahaman yang benar kepada anak. Meski mungkin awalnya anak-anak belum memahami, namun seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia maka berkembang pula kemampuan otak anak untuk bisa memahami apa yang telah disampaikan oleh orang tuanya.
Maka pendidikan memang merupakan jawaban bagi pembentukan dan perbaikan generasi. Namun tidak mungkin jika pendidikan ini hanya diserahkan hanya pada satu pilar saja, karena sejatinya ada tiga pilar yang saling mendukung dalam dunia pendidikan yaitu pendidikan dalam keluarga, pendidikan di masyarakat (edukasi public) dan pendidikan dalam institusi pendidikan.
Jika pilar keluarga sudah mampu berdiri kokoh, maka selanjutnya adalah pendidikan di masyarakat. Edukasi public dijalankan di tengah masyarakat melalui media massa dan sosial media. Seharusnya edukasi public mampu mengcover materi-materi pendidikan yang tidak tersampaikan didalam keluarga dan institusi pendidikan atau memperkuat fakta-fakta kehidupan riil. Media massa semestinya menguatkan suasana keimanan dan ketaatan masyarakat terhadap islam dan hukum-hukumnya. Namun dalam system kapitalis saat ini, edukasi public justru menjadi sarana menjajakan gaya hidup materialis dan hedonis. Gaya hidup yang mengedepankan kesenangan dan kenikmatan materi. Bahkan yang lebih parah lagi saat ini edukasi public justru mencoba berupaya untuk merobohkan pilar keluarga yang tengah berjuang untuk tetap berdiri tegak di tengah arus liberalisme.
Dan pilar ketiga adalah intitusi pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan dalam intitusi pendidikan adalah sistem Pendidikan Islam. Dimana ia didasarkan pada aqidah Islam yang mengharuskan tujuan, kurikulum, materi, dan metode yang digunakan semua merujuk pada pemikiran dan konsep yang terpancar dari aqidah Islam.
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstuktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang telah digariskan syariat Islam adalah membentuk manusia yang bertaqwa yang memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah) secara utuh, yakni pola pikir dan pola sikapnya didasarkan pada aqidah Islam. Dengan tujuan pendidikan seperti ini, output yang akan dihasilkan dari Pendidikan Islam adalah generasi yang bertaqwa, tunduk dan taat pada hukum-hukum Allah SWT. Bukan generasi yang miskin moralitas, lemah dan tidak memiliki ghiroh Islam.
Namun, sistem pendidikan yang diterapkan dalam institusi pendidikan saat ini adalah sistem pendidikan sekuler. Kurikulum yang diterapkan merupakan hukum sekuler. Artinya materi dan metode pengajaran mata pelajaran pendidikan agama islam didesain untuk menjadikan Islam sebagai pengetahuan belaka, ini di satu sisi. Si sisi yang lain, jam mata pelajaran pendidikan agama dirancang sangat minimalis, dua hingga tiga jam dalam sepekan. Akibatnya, Allah SWT dipahami sebatas gagasan kebaikan sebagaimana pandangan barat dalam konsep ketuhanan. Para pelajar tidak akan sampai pada pemahaman konsep keridhoan Allah SWT sebagai standar kebahagiaan tertinggi yang harus diraih.
Kurikulum pendidikan juga menjadi sarana untuk memasukkan paham-paham sesat arahan barat seperti pluralisme dan liberalisme. Pada para pelajar akan ditanamkan pemikiran toleransi yang mengarah pada pengakuan kebenaran semua agama. Ditanamkan paham kebebasan dalam berpikir, berpendapat, kebebasan kepimilikan, berkeyakinan dan bertingkah laku. Sehingga hal ini pasti akan mampu menghancurkan prinsip yang telah ditanamkan dalam keluarga muslim.
Dari sini nampak bahwa semua pilar Pendidikan menjadi rapuh karena masuknya ideologi kapitalis beserta anak-anaknya; liberalisme dan sekulerisme. Selama sistem kapitalis yang mendominasi warga negara ini tidak di-delete, selama itu pula semua upaya keluarga muslim dalam mendidik anak-anaknya untuk memiliki kepribadian Islam akan sia-sia belaka. Dan kampanye liberal akan tetap barsemi, hari ini masyarakat ditunjukkan dengan penyerangan pembiasaan hijab, besok entah apa yang akan diluncurkan lagi.