Oleh : Khaulah
(Aktivis BMI Kota Kupang)
Berbulan-bulan sudah pandemi Corona bertandang di Indonesia. Berbagai sektor kehidupan mengalami kemerosotan. Lebih dari itu, jumlah kematian sudah memasuki angka ratusan ribu. Namun, sampai detik ini belum bisa dipastikan kapan Ia kan menghilang.
Alhasil, berbagai pernyataan yang tak bisa dipertanggungjawabkan dikeluarkan sesuka hati. Sebut saja, dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Ia mengungkap bahwasanya negara penganut otokrasi atau oligarki lebih efektif atasi pandemi corona. (cnnindonesia.com, 3/9/2020). Menurutnya, hal ini dikarenakan kedaulatan negara dipegang oleh satu atau segelintir orang. Mereka lantas menggunakan cara-cara yang keras untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Lanjut Tito, negara penganut demokrasi seperti Indonesia nyatanya mengalami kesulitan menangani Corona. Hal ini karena pemerintah tidak bisa memaksakan rakyatnya.
Keluhkan perihal rakyat, hal serupa diungkapkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito. Bahwasanya yang perlu disoroti hari ini ialah perilaku masyarakat karena masih kurang disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Dari dua pernyataan tersebut bisa kita tarik kesimpulan. Pertama, ada pihak yang menaruh kesan terhadap pemerintahan otokrasi dalam menangani pandemi. Entah akibat keputusasaan karena sistem demokrasi tak bisa menyelesaikan pandemi atau bisa jadi, benar-benar terkesan dengan pemerintahan yang menggunakan cara-cara keras.
Kedua, keluhan terkait minimnya kesadaran masyarakat atas kebijakan pemerintah. Dengan dalih tersebut, diharapkan publik memaklumi ketidakjelasan solusi yang dihadirkan. Apalagi di sistem demokrasi tak bisa digunakan cara-cara keras bak pemerintahan otokrasi. Padahal sudah sangat jelas, bobroknya demokrasi sedari dasar.
Sepatutnya untuk saat ini, penguasa menggencarkan upaya penanganan pandemi. Baik dengan menggelontorkan dana guna menyediakan berbagai fasilitas. Atau membuat kebijakan lain yang berpihak pada publik. Intinya bertujuan mengembalikan kepercayaan publik terhadap penguasa.
Tetapi penguasa di pemerintahan demokrasi justru tidak banyak bertindak untuk rakyat. Sebaliknya melancarkan berbagai upaya yang menguntungkan mereka dan kroni-kroninya. Bahkan, melontarkan pernyataan agar masyarakat memaklumi lamban dan nihilnya upaya mereka menghentikan laju pandemi. Membandingkannya dengan sistem otokrasi oligarki. Dimana rakyatnya patuh kepada pnguasa karena diberlakukan cara-cara keras. Padahal di balik patuhnya rakyat pada pemerintahan otokrasi, nyatanya karena ada ancaman hukuman dari penguasa.
Selain itu, tak ada negara-negara penganut otokrasi yang lolos dari pandemi Corona. Dikarenakan tatkala pada satu waktu tak memiliki kasus Covid-19, mereka justru melonggarkan upaya penanganan sebelumnya. Serta membuka berbagai sektor pariwisata. Tentunya, Corona kembali bertandang.
Dari sini terlihat jelas bahwa negara demokrasi terbukti gagal hadapi wabah. Pun negara otokrasi oligarki bukan pilihan tepat untuk solusi pandemi. Lantas, adakah sistem yang berhasil menyelesaikan pandemi sepanjang peradaban dunia?
Tentu ada, ialah sistem Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, semua peraturan berdasarkan syariat Islam. Sehingga, Khalifah sebagai pemimpin negara akan melaksanakan amanah kekuasaan selaras dengan syariat Islam. "Imam (Khalifah adalah raain (pengurus rakyat) dan Ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari).
Khalifah tak menzalimi rakyatnya. Sebaliknya, memenuhi semua kebutuhan rakyatnya, entah pada saat pandemi atau normal. Langkah pertama yang dilakukan Khalifah tatkala sebuah wilayah terjangkiti wabah, ialah menutup jalur keluar masuk wilayah tersebut. Sehingga, wilayah lain tak terjangkiti. Khalifah juga memisahkan orang yang sehat dan orang yang sakit setelah melaui rangkaian tes. Orang yang sakit akan diberi perawatan semaksimal mungkin.
Sehingga dengan begitu bisa menghentikan laju peningkatan wabah. Lebih lanjut mendapat kepercayaan permanen dari rakyatnya karena dorongan iman. Tentu saja, Khilafah dengan solusi yang berasal dari Dzat Maha Tahu berbeda dengan pemerintahan demokrasi atau otokrasi oligarki.
Wallahu alam bishshawab.