Omnibuslaw; Kebijakan Zalim di Era Pandemi



Oleh : Tri Silvia* 


.
Omnibuslaw Ciptaker telah disahkan, dua juta buruh diperkirakan telah turun ke jalanan sebagaimana yang disampaikan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Selain itu, disampaikan pula bahwa mogok nasional ini akan dilakukan mulai dari tanggal 6-8 Oktober 2020.
.
Mogok nasional tersebut tersebar di seantero wilayah Indonesia. Mulai dari, Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat,".
.
Aksi mogok nasional ini merupakan reaksi perlawanan para buruh usai disahkannya RUU Omnibuslaw Ciptaker pada Senin (5/10), oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Rencana pengesahannya sendiri dilakukan lebih cepat dari rencana sebelumnya, yakni pada Rabu (8/10). Hal tersebut amat disesalkan oleh banyak pihak, mengingat RUU ini dianggap sangat mendiskreditkan para buruh. Selain itu, aturan baru inipun membawa murka dari rakyat kepada seluruh pemangku kebijakan terutama para anggota dewan yang terhormat.
.
Reaksi ini tentunya merupakan hal yang amat wajar dan pasti akan dilakukan, mengingat begitu besarnya efek negatif yang akan para buruh terima usai pengesahan RUU tersebut. Namun, hal yang menyedihkan disini adalah bahwa RUU tersebut disahkan pada saat pandemi tengah terjadi. Bayangkan saja, dalam kondisi dimana social distancing mesti dilakukan, Pemerintahan justru memancing kemarahan rakyat. Akhirnya rakyat pun hanya melihat aksi dan demonstrasi menjadi satu-satunya jalan yang bisa dilakukan agar suaranya bisa didengar penguasa.
.
Miris rasanya melihat kondisi umat saat ini, alih-alih diperhatikan, mereka justru dibuat geram dengan ulah penguasa. Yang dengan santainya membuat kebijakan zalim yang menyakitkan hati rakyat ditengah kondisi memprihatinkan sebab pandemi yang tak kunjung berakhir. Seandainya saja sistem Islam yang diterapkan, niscaya problematika bertumpuk seperti ini tidak akan sampai terjadi.
.
Pasalnya, negara Islam (Khilafah) tidak akan menunggu permasalahan hingga bertumpuk-tumpuk untuk diselesaikan sekaligus. Akan tetapi, semua masalah akan diselesaikan secara tuntas, satu persatu dari akarnya. Adapun terkait dengan masalah perburuhan, sungguh Islam mengatur secara detail aturan tersebut.
.
Islam menghendaki perlakuan yang adil bagi para pekerja, bahkan menyediakan ancaman bagi para pemberi kerja yang tidak memberikan hak para pekerja dengan layak dan sesuai dengan aturan syariat Islam. Islam mengatur tentang urusan akad/ kontrak kerja, dimana kejelasan jenis pekerjaan, waktu pengerjaan, hingga sistem pembayaran harus diperjelas di awal sebelum pengerjaan dimulai.
.
Pengerjaan yang baik harus dibarengi dengan ketepatan pemberian ujroh atau gaji. Penyegeraan pemberian gaji bisa dilihat dari hadis sebagai berikut, "Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah, shahih). Selain itu, sanksi bagi mereka yang senantiasa menunda-nunda waktu pembayaran gaji pekerja pun telah jelas disampaikan dalam hadis, yang artinya Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezholiman” (HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564)
.
Selain dua hadis di atas, ada pula satu hadis lainnya yang artinya, "Allah SWT berfirman: Ada tiga orang yang Aku musuhi pada Hari Kiamat nanti: seseorang yang telah bersumpah untuk memberi atas nama-Ku, lalu ia mengabaikannya; seseorang yang menjual orang merdeka (bukan budak), lalu menikmati hasil penjualannya; seseorang yang mengontrak pekerja, lalu pekerja tersebut menunaikan transaksinya, sedangkan dia tidak memberikan upahnya." (HR. Bukhari)
.
Sungguh Islam amat memperhatikan profesi para pekerja ini. Islam pun senantiasa mendorong masyarakatnya untuk bekerja dan menafkahi keluarganya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Umar bin Khattab ra. yang pernah menegur sekelompok anak muda yang berdiam diri di masjid. Mereka berdalih bahwa mereka bertawakal kepada Allah. Mereka habiskan waktu untuk berzikir, berdoa, dan melakukan sholat sunah di masjid tersebut. Umar geram lantas menjawab, "Kalian bukan tipe orang yang berserah diri kepada Allah. Orang yang berserah diri kepada Allah adalah orang yang rajin bekerja untuk menggali potensi alam dengan dan tanpa meninggalkan doa kepada-Nya,".
.
Keteladanan tersebut nyatanya tak hanya dilakukan oleh Umar bin Khattab. Rasulullah pun pernah melakukannya kepada seorang pengemis. Beliau melelang baju dan cangkirnya kepada para sahabat, dua dirhampun didapat. Lantas Rasulullah menyuruh pengemis itu ke pasar, uang satu dirham beliau perintahkan untuk membeli makanan untuk keluarga si pengemis, dan satu dirham lainnya untuk membeli kapak. Setelah itu beliau pun menyuruh si pengemis ini bekerja dengan kapak yang ia miliki.
.
Jelas, bahwa Islam mendorong masyarakat untuk bekerja dan menciptakan lapangan kerja. Namun Islam tak pernah menjadikan dalih tersebut untuk menjual aset negara dan kekayaan sumber daya alam juga manusia dengan murah. Islam akan melihat kekayaan yang dimiliki, untuk kemudian dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Mendorong anak-anak negeri untuk belajar, berkarya dan berkreatifitas dengan sumber daya dimiliki. Tidak lantas membuat kebijakan untuk mengundang banyak-banyak investor asing untuk merusak negeri ini. Sebagaimana yang dilakukan pemerintah melalui UU Omnibuslaw yang zalim itu.
.
Rindu rasanya penerapan syariat Islam dalam kebijakan kenegaraan saat ini. Mudah-mudahan janji Allah akan tegaknya kembali syariat Islam dan kemenangan kaum muslimin bisa segera terlaksana. Sebab hanya dengannya lah umat akan menjadi sejahtera dan terjamin segala kebutuhannya.
.
Wallahu A'lam bis Shawwab


* (Pengamat Kebijakan Publik)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak