Oleh: Azrina Fauziah
(Pengamat Kebijakan Publik)
Tidak hanya mengusik masalah ekonomi, ketenagakerjaan, lahan dan lingkungan kini Omnibus Law juga mengusik standar kehalalan.
Jika sebelumnya sertifikat halal hanya diberikan oleh MUI kini Omnibus Law mengganti regulasinya dengan alternatif yang dapat diperoleh dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Pangan Halal).
Hal ini dikutip dari pasal 35A ayat 2 UU Ciptaker menyebutkan apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka BPJPH dapat langsung menerbitkan sertifikat halal.
Tentu saja pasal tersebut banyak yang menganggap sebagai peluang deklarasi mandiri oleh produsen. Dimana produsen dapat memberikan cap sesuka hati pada produk yang mereka jual. Hal ini juga melanggar jaminan keamanan produk halal kepada konsumen sebab standar kehalalan dikembalikan kepada setiap lembaga, Ormas ataupun UKM tanpa ada standar jelas seperti yang dilakukan oleh MUI selama ini.
Selain itu faktanya regulasi Omnibus Law terhadap jaminan produk halal sejalan dengan proyek Kawasan Industri Halal di Indonesia yang sedang dikembangkan oleh pemerintah.
Menurut Kementerian Perindustrian RI akan memudahkan investasi untuk kawasan industri halal (KIH) di Indonesia. Dilansir dari Republika.com, Direktur Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian RI, Ignatius Warsito mengatakan melalui KIH, pemerintah ingin menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara ramah investasi.
Inilah watak sesungguhnya sistem kapitalis yang hanya mengambil manfaat dari suatu hal demi kepentingan profit. Segala sesuatu yang bermanfaat bagi mereka akan diperjual belikan. Alhasil yang selalu diuntungkan adalah pihak pemodal sedangkan rakyat biasa dikorbankan. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, meniscayakan aturan Tuhan dan menggantinya dengan aturan manusia.
Padahal ketika umat islam membutuh produk halal seperti makanan, pakaian dan bahan-bahan lain yang digunakan, sertifikat halal bukan hanya label pemanis saja namun merupakan hal yang sangat penting sebab makanan, pakaian dan barang-barang halal yang digunakan akan berpengaruh pada sikap, kehidupan dan masalah ibadah mereka yakni wujud ketaatan kepada Sang Pencipta.
Jaminan kehalalan merupakan kebutuhan vital sebab menyangkut konsumsi jutaan muslim di negeri ini. Kebutuhan ini haruslah diurus oleh negara sebagai pelayan umat. Negara hadir bukan untuk kepentingan para pemodal namun untuk kepentingan rakyat. Rasulullah bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. (HR. al Bukhari)
Oleh karna itu islam memandang negara akan menjamin kehalalan produk dengan cuma-cuma dan tidak akan memungut dana besar dari rakyat. Negara akan menggunakan dana yang berasal dari Baitu Mal untuk mewujudkan jaminan kehalalan produk dan mengawasi proses dari hulu sampai ke hilir hingga menjadi produk halal.
Negara juga akan dengan tegas memberikan sanksi kepada pihak perusahaan yang curang menggunakan bahan haram, memberikan sanksi bagi peminum khamar dengan hukuman dera 40-80 kali dan hukuman takzir bagi yang mengkonsumsi makanan dengan campuran babi.
Disinilah rakyat membutuhkan peran negara yang akan menjamin dan melindungi mereka dari segala macam keharaman. Waallahu'alam