Oleh : Andini Helmalia Putri
Baru-baru ini RUU (Rancangan Undang-Undang) Omnibus Law Cipta Kerja kini telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang, dalam rapat paripurna DPR RI pada Senin 5/10 2020. Namun, pengesahan RUU tersebut, menuai banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat seperti buruh, masyarakat sipil, bahkan kalangan mahasiswa pun menolak pengesahannya. (Dilansir waspada.co.id 05/10/2020)
Karenanya, muncul reaksi penolakan dengan aksi turun ke jalan (demonstrasi) di berbagai daerah, dari kalangan buruh/pekerja pelajar dan mahasiswa, yang memakan korban jiwa, luka-luka disebabkan aparat keamanan yang represif, para pengunjuk rasa diperlakukan kasar, dipukuli secara brutal bahkan ditendang, selain itu kerusakan-kerusakan infrastruktur serta fasilitas umum lainnya. Pengesahan RUU cipta kerja banyak menuai protes. Rakyat kecewa pada pemimpin dan penguasa di negeri ini, rakyat sudah cerdas menilai bagaimana kinerja para wakil rakyat dan kebijakan-kebijakanya yang justru tidak memihak pada rakyat.
Dalam Undang-Undang Omnibus law cipta kerja, rakyat banyak dirugikan khususnya para pekerja, dalam hal ini yang diuntungkan hanyalah para pengusaha/pemilik modal, investor asing dan aseng. Diantara isi pasal dari UU Ciptaker yaitu masalah pesangon, cuti kerja, izin TKA, outsourcing, UMP dan lainnya.
Dengan disahkannya UU Ciptaker ini dapat membuka peluang besar bagi investor asing masuk ke Indonesia, ditambah lagi para pekerja asing juga dengan mudah bekerja di Indonesia. Kini negeri ini menjadi lahan basah bagi para cukong dan para kapitalis untuk mengeruk dan menguasai kekayaan alam Indonesia. Alih-alih para pemilik modal yang diuntungkan.
Pasalnya Para wakil rakyat, yang seharusnya mengurusi kepentingan rakyatnya kini hanya slogan saja. Faktanya hanya menyusahkan rakyat dengan aturan atau undang-undang yang menyengsarakan rakyat, DPR dan jajarannya lebih mementingkan kepentingan nafsu para pengusaha, pemilik modal, investor asing dan aseng. Itulah sistem kapitalisme, aturan dibuat bukan untuk mensejahterakan rakyat tapi untuk para pemilik modal.
Selain itu, pengesahan RUU Omnibus law (Ciptaker), DPR dinilai terburu-buru dan mendesak agar RUU tersebut segera disetujui dan ketok palu. Begitu zalimnya pemerintah, ketika rakyat sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi yang belum usai, disisi lain pemerintah mengesahkan RUU yang membuat rakyat semakin tercekik. Pemerintah gagal mengurusi rakyatnya, gagal menangani pandemi. Masalah yang satu belum usai, ditambah lagi dengan masalah yang baru. Hal ini membuktikan pemerintahan yang dipimpin oleh para wakil rakyat tidak mampu memecahkan permasalahan rakyatnya. Rasulullah Saw, menyebutkan dalam hadits shohih, tentang penguasa ruwaibidhah, yang diriwayatkan oleh Al-Hakim.
"Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, "Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).
Berbeda dengan sistem Islam, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Pemimpin negara adalah orang yang menjalankan amanah untuk mengurusi (meriayah). Semua aturan-aturan yang dibuat bukan semata-mana karena nafsu yang dibuat manusia, melainkan aturan yang dibuat berdasarkan syariat, yang yang bersumber pada Alquran dan hadits. Islam mengatur semuanya, termasuk mengatur antara buruh/pekerja, sesuai akad yang shohih (benar). Sehingga tidak ada yang dirugikan satu sama lain. Aturan Islam juga menjaga kelestarian lingkungan dan alam, sehingga tidak ada perusakan lahan atau hutan.
Oleh karena itu, rakyat butuh sistem yang mumpuni dalam mengatasi permasalahan-permasalahan hidup dan mampu mensejahterakan rakyat, sistem yang sempurna, yang Allah Subhanahu Wata'ala ciptakan untuk manusia yakni sistem Islam, sistem yang sudah terbukti mengalami masa kejayaan selama 13 abad mengatur dan menguasai 2/3 dunia. Semuanya hidup damai dan sejahtera dibawah naungan khilafah Islamiyah. Karena semua aturannya berdasarkan hukum syara', yang bersumber pada Alquran dan Sunnah.
Wallahu A'lam Bishawab
Tags
Opini