Oleh: Endang Seruni
(Ibu Peduli Generasi)
Ramcangan Undang-Udang Cipta Kerja atau Omnibus Law pertama kali digagas Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019.
Rapat Kerja RUU Cipta Kerja yang berlangsung pada 3/10/2020 di setujui oleh 7 fraksi DPR RI, 2 fraksi menolaknya yaitu PKS dan Demokrat. Pada akhirnya sekalipun keduanya menolak tetep saja RUU ini disahkan menjadi UU pada sidang paripurna DPR, 5 Oktober 2020 (BBC.com, 5/10/1/2020).
Pengesahan UU Cipta Kerja ini disambut baik oleh para pelaku usaha. Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia Rosan P Roeslani berharap UU Cipta Kerja dapat mendorong perekonomian dan investasi melalui penciptaan dan perluasan lapangan pekerjaan(Detik finance,5/10/2020).
Berbeda dengan serikat buruh, menolak pengesahan UU Cipta Kerja ini dengan mengelar unjuk rasa dan mogok nasional.
Yang dilaksanakan di 25 propinsi. Jelas akan mempengaruhi aktivitas usaha pelaku bisnis.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Ketenagakerjaan Bob Azam,mengatakan bahwa mogok akan semakin menyulitkan pengusaha yang sebelumnya sudah terpuruk karena covid (tirto.id,6/10/2020).
Dalam demo menolak Omnibus Law, sejatinya buruh menuntut penghapusan sistem kontrak, perbaikan upah dan jaminan kesehatan. Hal ini akan memunculkan masalah yang baru jika semua di bebankan kepada pengusaha. Karena akan berdampak pada biaya produksi yang tinggi yang mengakibatkan harga jual barang menjadi naik.
Pokok permasalahan ketenagakerjaan adalah pemenuhan kebutuhan hidup dan peningkatan kesejahteraan hidup.
Dan masalah ini perlu dicarikan jalan keluar yang menguntungkan kedua belah pihak, baik buruh juga pengusaha. Sehingga dari keduanya tidak ada yang terdzolimi.
Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat (buruh) ini adalah tanggung jawab negara. Penyelesaian persoalan ketenagakerjaan ini seharusnya diselesaikan dengan kebijakan negara dan pelaksanaan atau penerapannya oleh negara. Tidak menyerahkan kepada pengusaha atau kepada pekerja.
Dalam sistem Kapitalis, negara hanya berfungsi sebagai regulator dan menyerahkan kepengurusannya kepada pihak swasta. Yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara namun, dibebankan kepada pengusaha.
Dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat negara menjalankan politik ekonomi Islam.
Sistem pemerintahan dalam Islam menerapkan Politik Ekonomi melalui berbagai kebijakan yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan segala kebutuhan pokok individu masyarakat secara keseluruhan.
Islam menjamin kebutuhan primer seperti pangan, papan, sandang, juga kebutuhan jasa seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini berlaku bagi seluruh warga negara baik yang muslim maupun non muslim.
Sistem pemerintahan Islam juga menciptakan lapangan pekerjaan, iklim yang kondusif bagi wirausaha, juga memberikan akses kepemilikan kepada individu yang mampu mengolah lahan mati(ihyaul mawat). Hal ini dilakukan sebagai sarana bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja.
Islam juga menjamin penanganan terhadap masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Seperti buruh yang kesulitan mengakses pendidikan, kesehatan dan kebutuhan transportasi. Permasalahan ini merupakan bagian dari kewajiban dan tugas negara sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyat
Dan rakyat mendapatkan itu semua dengan mudah dan gratis.
Islam mengatur hukum akad kontrak kerjasama harus memenuhi ridho wal ikhtiar. Yang artinya kontrak yang terjadi harus saling menguntungkan. Tidak boleh ada yang terdzolimi baik pekerja maupun pengusaha. Semisal pengusaha diuntungkan karena jasa pekerja yang melaksanakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan pengusaha. Sebaliknya pekerja diuntungkan karena memperoleh upah atau imbalan dari hasil kerjanya.
Apabila dalam kontrak kerja terjadi kedzaliman atau pelanggaran yang dilakukan pengusaha atau pekerja, semisal pengusaha tidak membayar upah pekerja dengan baik, memaksa pekerja bekerja diluar kontrak kerja yang disepakati, PHK sepihak dan sebagainya. Atau kedzaliman yang dilakukan oleh pekerja terhadap pengusaha, seperti tidak bekerja sesuai kesepakatan kontrak, bekerja tidak sesuai dengan jam kerja atau melakukan pengrusakan aset milik pengusaha, maka dalam hal ini Islam akan memberlakukan hukum yang tegas kepada siapa saja yang melanggar baik pekerja atau pengusaha itu sendiri.
Demikianlah jika sistem kehidupan ini kembali kepada syari'at Islam maka tidak ada yang menghianati dan terhianati. Karena hanya dengan sistem Islam dalam pemerintahan Islam yang mampu menata kehidupan. Yang dapat membawa keberkahan dan rahmat bagi seluruh alam. Waallahu'alam bishawab.
Tags
Politik