Negara Islami Ala Sekuler, Upaya Menjauhkan Kaum Muslim Dari Gambaran Islam Kaffah?




Oleh : F. Dyah Astiti


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemuda Muhammadiyah yang digelar secara virtual pada Minggu (27/9/2020) mengajak untuk membangun Indonesia, sebagai negara Islami, bukan negara Islam. Ia menganggap menjadikan Indonesia menjadi negara Islam bisa berakibat ekslusifnya umat Islam (kompas.com, 28/09/20).

Sebenarnya pernyataan tentang menjadikan negeri +62 sebagai negara Islami sudah sangat sering diulang. Digambarkan bahwa islam hanya berkaitan dalam ranah individual atau ritual, dan tidak mengatur dalam ranah ekonomi, sosial, hukum, dan pemerintahan. Bahkan dikesempatan lain, Machfud MD menyampaikan bahwa Indonesia menganut Islam wasatiyah. Islam yang tidak ekstrim ke kiri dan kekanan. Islam yang dianggap cerdas. Yakni konsep Islam yang sebenarnya mengambil jalan tengah atau moderat, (republika-co-id, 25/01/20).

Namun benarkah Islam hanya berkaitan dengan ranah ritual ?

Islam diturunkan oleh Allah dengan aturannya yang syamil (meliputi segala sesuatu) dan kamil (sempurna). Sebagai agama yang syamil, Islam menjelaskan semua perkara mulai dari akidah, ibadah, akhlak, makanan, pakaian, muamalah, uqubat (sanksi hukum), dan yang lainnya. Tak ada satu perkara pun yang luput dari pengaturan Islam. Mulai dari hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan manusia yang lain. Sehingga Islam itu kaffah.

Frase “Islam Kaffah” sendiri tertuang dalam ayat berikut,

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam (al-silm) secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (Surat al-Baqarah: 208)

Kaffah di sini diartikan secara keseluruhan, atau semua umat Islam. Sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Asbabun Nuzul.
Firman-Nya (كافة) Ibnu Abbas, Mujahid, Abu Al-Aliyah, Ikrimah, Rabi’ bin Anas, As-Suddi, Muqatil bin Hayyan, Qatadah, dan Adh-Dhahhak mengatakan, artinya keseluruhan. Mujahid menuturkan: “Artinya, kerjakanlah semua amal salih dan segala macam kebajikan.” Dengan demikian haram bagi kaum Muslim untuk mengingkari atau mencampakkan sebagian syariah Islam dari realitas kehidupan dengan mengikuti prinsip sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan) sebagaimana yang dipraktikkan saat ini.”

Tapi sungguh disayangkan, hari ini, menyampaikan islam kaffah justru diidentikkan dengan Islam keras, Islam fundamentalis atau islam radikal. Dimana radikal sendiri dianggap sebagai penyebab munculnya terorisme. Lantas apa sebenarnya yang menyebabkan terjadi penyematan Islam radikal pada muslim yang justru ingin menerapkan Islam secara sempurna?

Sebenarnya istilah radikalisme dan upaya menghilangkan faham yang dianggap radikal tidak kebetulan dan tiba-tiba ada. Dalam Dokumen berjudul Deradicalizing Islamis Extremists, musuh-musuh Islam faham bahwa untuk menghancurkan Islam, tidak cukup hanya dengan cara penangkapan dan pembunuhan. Maka upaya yang mereka lakukan sangat mendasar, yaitu membelokkan pemahaman syariat Islam dan jihad yang dipahami umat Islam saat ini dengan proyek deradikalisasi. Berusaha mengopinikan Islam yang lebih bisa menerima ide-ide yang berasal dari luar Islam. Semisal ide-ide sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Salah satu lembaga yang berperan dibalik proyek tersebut adalah Rand Corporation. Karena program ini adalah sesuatu yang diaruskan di sistem kapitalisme sekuler. Maka mau tidak mau banyak negeri kaum muslimpun akhirnya mengamini.

Faktanya memang sangat mustahil jika kita menginginkan penerapan Islam kaffah di sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang memiliki asas pemisahan agama dari kehidupan memang hanya cocok untuk aturan yang juga sekuler. Sedangkan Islam kaffah hanya mampu diterapkan dalam negara Islam (khilafah).

Wallahu a'lam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak