MERDEKA BELAJAR TANPA MERDEKA MENGKRITIK REZIM



Oleh Niswa

Aktivis Dakwah

 

Gelombang unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat sampai hari ini masih belum surut. Mereka menuntut agar UU Cipta Kerja dibatalkan, karena dianggap merugikan para pekerja dan memanjakan pegusaha.  Pada sistem demokrasi, sejatinya unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat adalah kegiatan yang dijamin dan dilindungi oleh Undang Undang  sebagai ekspresi dari sebuah kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, tidak boleh ada ancaman bagi siapapun yang mengikuti aksi unjuk rasa.

Elemen masyarakat yang melakukan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja didominasi oleh kaum buruh, mahasiswa, dan pelajar.  Mahasiswa dan pelajar sebagai kaum intelektual adalah elemen penting sebagai penggerak perubahan dan kontrol sosial bagi Negara. Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dan pelajar diharapkan mampu bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, apakah kebijakan tersebut mampu mensejahterakan masyarakat atau malah sebaliknya. Maka, unjuk rasa penolakan UU Cipta kerja juga dilakukan oleh kaum mahasiswa dan pelajar adalah hal yang biasa dan tidak perlu ada ancaman bagi siapa saja yang melakukannya.

Namun pergerakan mahasiswa dan pelajar yang massif di sejumah daerah untuk menyuarakan aspirasinya dan menjalankan fungsinya sebagai penggerak perubahan dan kontrol sosial justru mendapatkan reaksi yang negatif dari pemerintah dan kepolisian.  Bahkan Kepolisian mengeluarkan kebijakan untuk mempersulit pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para pelajar yang terbukti melanggar hukum dalam demonstrasi anti-UU Cipta Kerja.

Kepolisian mengklaim kebijakan itu akan ditempuh untuk memberikan "efek jera" kepada para pelajar tersebut, namun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai mekanisme itu justru mengancam masa depan para pelajar.

Menurut Kasat Reskrim Polresta Tangerang, AKP Ivan Adhitira, para pelajar mengaku ikut demonstrasi setelah menerima ajakan berdemonstrasi melalui media sosial, namun mereka tidak mengetahui substansi dari demo tersebut. Konsekuensinya, para pelajar ini "akan kesulitan mendapat SKCK" yang dikeluarkan oleh kepolisian. SKCK menjadi salah satu persyaratan jika mereka mengikuti rekrutmen di perusahaan sektor formal. Jika SKCK perlu diterbitkan, maka kepolisian memberikan keterangan bahwa pemohon adalah perusuh.

Padahal, Nahar dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengatakan bahwa tiap anak memiliki "hak partisipasi" untuk menyampaikan pendapatnya. Namun, pelibatan anak-anak dalam demonstrasi yang mengandung kekerasan, bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.  Aturan tersebut mengamanatkan perlindungan anak dari kegiatan politik, dan kegiatan yang merusak serta mengandung kekerasan. (BBC News Indonesia, 15/10/2020)

Tak hanya berhenti sampai disana, upaya pembungkaman kepada para mahasiswa juga terus dilakukan.  Hal ini jelas terlihat dengan dikeluarkannya surat edaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mengimbau agar mahasiswa tidak ikut demonstrasi.

Hal ini tertuang dalam surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 perihal 'Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja'. Surat ini diteken oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam pada Jumat (9/10). "Surat Imbauan Kemendikbud untuk meredam gerakan Mahasiswa atau penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja sesungguhnya telah menyalahi prinsip kebebasan akademik," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian, dalam pernyataan sikap tertulis yang disampaikan kepada wartawan, Senin (12/10/2020).

Remy mengatakan imbauan Kemendikbud telah salah kaprah. Menurutnya, surat edaran Kemendikbud itu menambah daftar panjang pengekangan dan pembungkaman kepada civitas akademika. Ia menilai surat itu sebagai bentuk kedaruratan demokrasi di kampus.

"Imbauan Kemendikbud atas UU Omnibus Law Cipta Kerja menunjukkan salah kaprah relasi antara Pemerintah dan perguruan tinggi, Kemendikbud mengulang kesalahan pada tahun sebelumnya dengan kembali mengkooptasi institusi yang berada di bawah naungannya," ujar Remy. (detiknews.com, 12/10/2020)

Pergerakan mahasiswa dan pelajar sesungguhnya adalah kebangkitan kaum intelektual yang selama ini terlelap dalam buaian konsep kebijakan pendidikan kapitalisme.  Akan tetapi gerakan tersebut justru diberangus atau dimandulkan dengan hakikat Merdeka belajar. Hakikat merdeka belajar yang canangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim, bertujuan untuk membentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat. 

Sehingga hasil yang didapat dari hakikat merdeka belajar tersebut juga tidak jauh dari individu-individu yang handal pada penguasaan sains dan teknologi semata demi memuluskan kepentingan kapitalisme. Para mahasiswa dan pelajar dicetak untuk menjadi pribadi yang terampil dalam mengerjakan sesuatu akan tetapi tidak memiliki kepribadian yang khas, apalagi kepribadian Islam.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Nadiem sangat berorientasi pasar bebas dan terlalu mengikuti logika industri. Menurutnya ini bertolak belakang dengan fungsi pendidikan tinggi yang seharusnya lebih mengedepankan kebutuhan dan pengembangan ilmu pengetahuan. "Soal kebutuhan industri itu memang penting, tapi tri dharma perguruan tinggi harus tetap didahulukan. Jika melulu tunduk pada industri, maka kampus menjadi agen-agen kapitalis yang jauh dari misi kemanusiaan," katanya. (Tirto.id, 29/01/2020)

Berbeda dengan Sistem Islam, sejarah emas Islam mencatat banyak pemuda yang melakukan pergerakan demi kebangkitan Islam. Sejak generasi sahabat, ada Mush'ab bin Umair yang menjadi duta pertama dalam sejarah Islam, hingga Sultan Muhammad Al Fatih yang menaklukan konstantinopel yang menjadi pintu gerbang tersebarnya Islam di Eropa.

Seorang pemuda dalam kacamata Islam adalah mesin penggerak kebangkitan umat.  Maka sudah semestinya kaum muda diajak untuk berpikir dan bergerak bersama umat untuk memperjuangkan Perubahan yang hakiki dengan syariat Islam.  Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, Beliau melakukan pembinaan yang intensif kepada para pemuda dan orang-orang yang telah memeluk Islam, dengan membentuk cara berpikir dan berkepribadian Islam yang kokoh dengan landasan aqidah.

Sehingga dengan landasan aqidah yang kuat, mereka berani menyuarakan kebenaran di tengah musuh-musuh Islam dan pembencinya karena rasa takut pada Allah SWT lebih mereka utamakan daripada makhluk-Nya. Begitulah sejatinya Islam membina dan memberikan perhatian yang sangat besar kepada generasi muda.

Begitu juga sistem pendidikan dalam Islam yang dibangun berdasarkan aqidah Islam. Yang mempunyai visi untuk melahirkan generasi terbaik dan memahami tujuan penciptaannya, yaitu sebagai hamba Allah yang berkepribadian Islam sebagai Khalifah yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk membangun peradaban cemerlang. Sehingga kurikulum yang dibuat juga diselaraskan dengan asas tersebut. Dimana dalam penerapannya didukung penuh oleh negara dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang.

Dukungan dari berbagai sistem lain seperti sistem ekonomi sebagai penunjang realisasi pendidikan gratis yang berkualitas bagi seluruh rakyat tanpa kecuali, sistem sosial Islam, sistem informasi, serta sistem sanksi Islam sangat diperlukan untuk menjamin tujuan pendidikan tercapai dengan maksimal. Dan hal tersebut tidak akan dapat kita dapatkan dari Negara yang menjadikan sistem kapitalis sekuler sebagai ideologinya.

Hanya Pendidikan Islam yang penerapannya didukung oleh penerapan syariah secara kaffah dalam Institusi Khilafah yang mampu menjadi mercusuar kebangkitan umat di seluruh dunia. Karena sejarah keemasan seperti ini pun hanya pernah terjadi dalam sistem Khilafah, bukan yang lain. Maka dari itu, sudah saatnya umat kembali kepada Islam dan menerapkan aturannya yang memuliakan di seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem pendidikan Islam dalam naungan Khilafah.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak