Menyoalkan Omnibus Law



Oleh : Raihun Anhar

Omnibus Law di sebut juga Undang-Undang Sapu Jagat mulai diperbincangkan hangat di Indonesia di awal tahun 2020 dan telah di sahkan juga oleh DRP RI pada tahun ini juga tepatnya pada tanggal 5 Oktober. Omnibus Law sudah diterapka oleh beberapa Negara yang salah satunya adalah Amerika Serikat pada tahun 1840, mereka sudah menerapkan Omnibus Law di Negara mereka. Begitu juga Negara-negara di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina juga sudah menerapkannya. 

Omnibus Law berasala dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Umumnya ini di kaitkan dengan karya sastra hasil penggabungan beragam genre, atau dunia perfilman yang menggambarkan sebuah film yang terbuat dari film pendek. Dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan law atau bill yang berarti peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda.

Dikutip dari Merdeka.Com, Presiden Joko WIdodo dalam pidato pelantikannya di sidang Paripurna MPR RI pada tanggal 20 Oktober 2019 menyampaikan 5 hal yang akan dikerjakan selama lima tahun kedepan. Hantoro dalam Parliamentary Review, Vol II No. 1 (2020), Presiden menyebutkan akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar yaitu UU Cipta Kerja Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Masing-masing undang-undang itu akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu undang-undang yang akan merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi”(Kementrian Luar Negeri,2019:17).

Jika kita melihat isi Dari Undang-Undang Cipta Kerja ini maka terlihat jelas bahwa pemerintah kita lebih berpihak pada buruh Asing dibandingkan Buruh Lokal. Buruh Asing di manjakan dan buruh local ditindas. Misalnya buruh asal China tidak diwajibkan berbahasa Indonesia. Dan apa saja yang poin-poin yang dalam UU Cipta Kerja ini yang dinilai merugikan buruh. Dilansir dari detiknews Pertama, Upah Minimum  Kabupaten/Kota (UMK) penuh syarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dihapus. Kedua, pesangon berkurang dari 32 kali menjadi 25 kali upah dalam UU Cipta Kerja. Di dalamnya 19 bulan dibayar pengusaha 6 bulan dibayar oleh BPJS, dan yang menjadi pertanyaannya BPJS dapat sumber dana dari mana untuk membayar pesangon dan hal itu akan mengakibatkan BPJS bangkrut. Ketiga, kontrak kerja tanpa batas waktu, seperti kuota internet yah!! Dan itu membuat buruh harus bekerja seumur hidup. Keempat, Outsourcing seumur hidup padahal sebelumnya dibatasi hanya untuk lima pekerjaan menurut Iqbal. Kelima, baru dapat kompensasi minimal 1 tahun yang berarti bahwa buruh yang dikontrak dibawah satu tahun tidak mendapat kompensasi dari perusahan atau pengusaha. Keenam, waktu kerja yang berlebihan. Ketujuh, hak upah cuti yang hilang. 

Adapun kesimpulan dari Omnibus Law yaitu uang pesangon hilang, UMP, UMK, UMSP dihapus, upah buruh dihitung per jam, semua hak cuti hilang dan taka da kompensasi, outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup, tidak akan ada status karyawan tetap karna semua karyawan berstatus harian, perusahaan bisa memberika PHK kapanpun secara sepihak, jaminan social dan lainnya hilang, tenaga kerja asing bebas masuk, buruh dilarang protes dan ancamannya PHK, libur hari raya hanya pada tanggal merah tidak ada tambahan cuti, istirahat di haru jumat hanya cukup satu jam. Luar biasa zalim undang-undang ini, namun apa kata rezim undang-undang ini dibuat untuk kebaikan buruh. Dari mana coba kita pikirkan??

Hanya islam yang mampu melindungi buruh, perburuhan atau ijarah adalah akad/kesepakatan atas suatu jasa dengan adanya imbalan/kompensasi tertentu. Dan hukumnya mubah dalam islam. Dalilnya antara lain firman Allah “Jika mereka (mantan istri) menyusui (anak-anak) kalian demi kalian maka berikanlah pada mereka upahnya” (TQS. Ath-Thalaq [65]: 6). 

Adapun dalil lain adalah riwayat dari Ibnu Syihab bahwa Nabi SAW dan Abu Bakar Ash-Siddiq ra pernah mempekerjakan seorang musyrik Quraisy dari bani Dayl sebagai penunjuk jalan saat keduanya hijrah dari makkah ke Madinah. Nabi juga bersabda “Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering (HR. Ibnu Majah). 

Hadis ini menunjukan kewajiban seorang majikan membayar upah buruh manakala telah selesai pekerjaannya dan bahwa Nabi SAW membolehkan aktivitas ijarah (perburuhan). Dalam akad ijarah ada beberapa rukun yang wajib diperhatikan (1) dua pihak yang berakad, yakni buruh dan majikan/perusahaan; (2) ijab Kabul dari dua pihak, yakni buruh sebagai pemberi jasi dan majikan/perusahaan sebagai penerima manfaat/jas;(3) upah tertentu dari pihak majikan/perusahaan (4) jasa/manfaat tertentu dari pihak buruh/pekerja. Semua jasa yang halal dalam islam boleh di-ijarahkan, misalnya : jasa dalam industry makanan, garmen, otomotif, konsultan, pendidikan, dan sebagainya. 

Sebaliknya, jasa-jasa yang haram terlarang pula untuk di-ijarahkan. Misalnya, jasa pembuatan miras (minuman keras) dan yang berhubungan dengan miras seperti menjadi bartender, jasa pengangkutannya, dan jasa pembuatan kemasannya. Contoh lain riba dan jasa yang berhubungan dengannya muamalah ribawi (seperti menjadi pegawai perbankan, leasing, dll). Jasa menjadi perantara suap menyuap, makelar kasus, serta yang semisalnya. 

Akan yang telah disepakati wajib dilaksanakan oleh kedua pihak yang berakad. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad out “(TQS. Al Maidah [5];1)
Majikan/perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah buruh. Rasulullah SAW bersabda “Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering”(HR. Ibnu Majah).

Pertama, Islam memberika perlindungan pada buruh dengan mengingatkan pada majikan/perusahaan sejumlah hal seperti perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan semua itu merupakan kefasadan. Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai dalam system kapitalisme di seluruh dunia termasuk yang sudah disahkan dalam Omnibus Law tersebut karna itu akan membuat para buruh hidup dalam keadaan yang pas-pasan, seberapa keras mereka bekerja namun upah yang didapatkan tidak melampaui batas standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Dalam islam besaran upah mesti sesuai dengan besar jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan temoat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. Pekerja yang professional di bidangnya wajar mendapat uoah yang lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula. Meski pekerjaan dan kemampuannya sama, tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda, berbeda pula upah yang diberikan. Misalnya; tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya mendapat upah yang lebih besar dari pekerja serupa ditanah yang lunak. Ketiga, perusahaan wajib memberika upah dan hak-hak buruh sesuai dengan akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan/perusahaan haram mengurangi hak buruh seperti yang ada didalam omnibus Law, mengubah kontrak kerja secara sepihak atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua itu adalah kezaliman. Nabi SAW bersabda :
“Allah telah berfirman,”Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian ingkar, seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya, seseorang yang mempekerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya, namun ia tidak memberikan upahnya”.(HR. Al-Bukhari). “Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman (HR. Al-Bukhari dan Muslim) dan orang seperti ini halal kehormatan dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana Rasul bersabda “Orang yang menunda kewajiban itu halal kehormatannya dan pantas mendapatkan hukuman (HR. Abu Dawud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah). Negara juga tidak boleh tinggal diam karna Negara mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan masalah perselisihan buruh dengan majikan/perusahaan. Serta Negara tidak boleh berpihak pada salah satu pihak. Akan tetapi, Negara harus menimbang dan menyelesaikan permasalahan kedua pihak secara adil sesuai dengan ketentuan syariat islam bukan keinginan penguasa. Dan Negara seperti ini tidak akan didapati dalam system kapitalisme ini karena mereka lebih mementingkan yang mempunyai modal bukan buruh yang tak punya apa-apa. Luar biasa kapitalisme menzalimi buruh, begitu juga luar biasanya islam melindungi buruh. Terus kenapa masih saja kita mengabaikan syariat Allah yang luar biasa ini dalam menyelesaikan masalah buruh dan juga seluruh problematika umat saat ini, padahalah begitu sempurna dan paripurna serta tidak ada indikasi menzalimi umat manusia termasuk buruh. Wallahu alam



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak