Oleh : Eneng Rosita
Beberapa waktu lalu, sosial media kembali digemparkan dengan beredarnya video konten yang ditayangkan oleh media asal Jerman, Deutch Welle (DW). Sehingga, media tersebut mendapat berbagai kritikan dan hujatan dari masyarakat yang merasa konten tersebut sangat mengusik hati, karena hal tersebut menyinggung keyakinan terhadap persoalan pemakaian jilbab pada anak yang masih kecil. Dalam video nya, DW Indonesia memposting perempuan yang mewajibkan anak nya memakai jilbab sejak kecil.
Menurut psikolog, Rahajeng Ika, "Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaian itu. Dan yang akan menjadi permasalahan di kemudian hari, si anak tersebut mempunyai pandangan yang berbeda dengan teman-teman yang lain," Itulah pernyataan dari seorang psikolog yang diwawancarai oleh media DW, terkait dengan dampak psikologis bagi anak-anak yang sejak kecil diharuskan memakai jilbab.
DW Indonesia juga mewawancarai feminis muslim, Darol Mahmada tentang dampak sosial bagi anak yang memakai jilbab sejak kecil.
Menurutnya, wajar saja bagi seorang ibu atau guru yang mengharuskan anak memakai jilbab sejak kecil, tapi yang dikhawatirkannya ialah jika anak tersebut merasa eksklusif atau berbeda dari teman-temannya.
Pernyataan-pernyataan seperti itu tidak lah aneh bagi negara yang menganut ideologi sekuler-kapitalis, yaitu yang memisahkan agama dari kehidupan yang senantiasa berlindung dalam payung Hak Asasi Manusia. Segala sesuatu itu diukur dengan aturan manusia tanpa melibatkan aturan dari sang pencipta.
Dalam sistem sekuler, manusia bebas mengungkapkan pendapat apapun yang dia suka, walaupun pendapat itu absrud dan bertentangan dengan hukum-hukum agama. Karena segala sesuatu itu mereka nilai dengan akal saja, dan orang-orang liberal senantiasa mencari celah untuk menyerang ajaran- ajaran Islam sehingga pemakaian jilbab pada anak kecil saja dipermasalahkan, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu paksaan.
Sesungguhnya, di dalam Islam sangat jelas bahwa suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya terkait dengan akidah mereka sejak dini, karena masa kecil itu merupakan masa ke emasan yang diibaratkan seperti mengukir di atas batu. Jadi, pendidikan di masa kecil itu akan membekas pada anak. Oleh karena itu, mereka harus belajar dibiasakan untuk melakukkan aktivitas ibadah dan juga menutup aurat nya sejak dini, sehingga ketika anak-anak dewasa mereka sudah terbiasa melakukan ibadah dan juga ketaatan pada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya, setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci (Fitrah) Dan karena kedua orang tuanyalah, anak itu akan menjadi seseorang yang beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Penjelasan ini menegaskan, bahwa orang tua berperan penting dalam pembentukkan anak menjadi taat atau tidak. Oleh karena itu, orang tua harus mendidik anak-anak dari kecil hingga anak tersebut sudah terbiasa dalam melakukan ketaatan. Sungguh, begitu besar tanggung jawab sebagai orang tua untuk mendidik anak-anaknya dan kelak ia akan di mintai pertanggung jawaban oleh Allah.
Tetapi, mendidik anak supaya menjadi sholeh dan sholehah memerlukan upaya kerja sama dari semua pihak, orang tua tidak bisa sendirian melakukkan nya tapi juga harus ada kerja sama dari masyarakat dan juga negara dalam mewujudkan generasi yang baik, taat dan berkualitas. Dan sudah saatnya semua pihak bersama-sama dalam mewujudkannya supaya terwujud generasi yang berkualitas dan penuh ketaatan.