Lindungi Ekosistem dengan Kecintaan pada Syariat Islam



Oleh: Ummu Athifa*



Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara faktor biotik dan abiotik. Biotik sendiri adalah makhluk hidup, sedangkan abiotik merupakan benda mati. Semuanya harus berjalan beriringan agar tercipta lingkungan yang seimbang. Salah satu unsur tersebut tidak ada, maka akan terjadi permasalahan lingkungan. 

Maka, para pemuda pencinta alam Gunung Ciremai berinisiatif mengadakan acara berkemah dengan tema "Ciremai Memanggil". Acara dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2020 yang diikuti hampir 30 orang. Bertempat di Area Pos Pendakian I Gunung Ciremai, Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus dihadiri oleh Wakil Bupati Kuningan, H. M Ridho Suganda, SH., M.Si, Ketua Kuningan Kreatif, Nino Wahyu, Aktivis Lingkungan Kuningan, Federik Amallo dan Eko Purnomowidi. 

Acara sebenarnya bertujuan untuk mengedukasi generasi muda dalam pelestarian lingkungan. Sehingga dapat menjaga dan melestarikan alam khususnya kawasan Gunung Ciremai. Karena, kawasan tersebut masih asri serta memiliki sumber daya alam yang melimpah (kuningankab.go.id, 10/10/20).

Namun, di balik keindahan Gunung Ciremai yang menyimpan segudang manfaat, salah satunya sumber mata air. Beberapa wilayah di Kabupaten Kuningan masih ada yang kekurangan air bersih. Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan, Indra Bayu menyebut ada 3 desa yang kekurangan air bersih, yaitu Desa Sukasari dan Cihanjaro di Kecamatan Karangkancana serta Desa Cileuya di Kecamatan Cimahi. 

Atas kejadian ini, pemerintah rutin mendistribusikan 20.000 liter air bersih telah disalurkan bagi warga Desa Cihanjaro serta masing-masing 15.000 liter bagi warga Desa Sukasari dan Cileuya. Kejadian ini sudah terjadi dari bulan September 2020. Dikarenakan, ketiga desa tersebut langganan kekurangan air bersih jika kemarau tiba (ayocirebon.com, 03/10/20). 

Kekayaan alam yang tersimpan di Gunung Ciremai bukanlah tanpa maksud. Masyarakat sekitar perlu menjaga kelestariannya untuk kehidupan di masa yang akan datang. Namun, kemarau yang panjang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Inilah yang perlu diantisipasi agar tidak menggerus ekosistem yang sudah ada. 

Memang benar kondisi ekosistem hutan kian memprihatinkan, sehingga mendorong perlunya upaya penyelamatan segera dan mendesak. Penyelamatan dengan cara yang tepat akan mengurangi dampak negatif dengan baik. Seharusnya, alam dipergunakan untuk dieksplorasi untuk memenuhi hajat hidup manusia. Dalam Islam sendiri memberikan rambu-rambu agar penggunaannya tidak merusak dan membahayakan kelangsungan hidup makhluk di bumi. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya." (TQS Al A'raf [7]: 56).

Islam mengajarkan pula pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dengan konsep sederhana. Salah satunya, tindakan preventif untuk menghalangi kerusakan lingkungan. Caranya melakukan 'penyembuhan' terhadap kerusakan-kerusakan yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, seperti penghijauan, reboisasi, dan pengelolaan ulang lahan ataupun sumber daya alam yang telah terkuras. 

Allah Swt. berfirman yang artinya, "Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya." (TQS. Huud [11]: 61). Adapun beberapa dua prinsip Islam mengatur ekosistem, yaitu: 
1. Hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Adanya sumber mata air sangat berpengaruh luas terhadap kehidupan manusia. Maka tidak diperkenankan dimiliki oleh individu, karena termasuk harta milik umum. Sabda Rasulullah saw. yang artinya, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

2. Negara wajib bertanggung jawab secara langsung dalam pengelolaannya. Rasulullah Saw. menegaskan yang artinya, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggungjawa terhadap gembalaannya (rakyatnya),” (HR Muslim). 

Negara tidak diperkenankan memberikan hak konsesi (pemanfaatan secara istimewa khusus) terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau dan laut. Maksudnya pemanfaatan secara istimewa (himmah) hanyalah ada pada tangan negara, dengan tujuan untuk kemashlahatan Islam dan kaum muslimin. Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Tidak ada hima (hak pemanfaatan khusus) kecuali bagi Allah dan Rasulnya” (HR Abu Daud).

Wallahu'alam bi shawab. 


*(Ibu Rumah Tangga dan Penulis)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak