Oleh : Sri Ayu Juma Ela SM
Masyarakat semakin takut menyuarakan pendapat atau mengkritik penguasa karena akan dipersekusi. Jika berani mengatakan kebenaran di depan penguasa maka berakhir dengan bui. Inilah negara otoriter pembuat hukum sesuka hati tanpa memikirkan nasib rakyatnya.
Demokrasi melahirkan negara korporasi dan represi. Faktanya, sikap kritis rakyat terhadap penguasa dibungkam bila mengganggu kepentingan korporasi, juga banyak standar ganda dalam menyikapi kritik rakyat.
Demokrasi slogannya dari, oleh dan untuk rakyat, tetapi mengapa tidak mau dikritik oleh rakyat bahkan bila rakyat berani mengkritik penguasa maka akan ditangkap. Sungguh sangat disayangkan. Negara seolah milik mereka yang punya modal dan rakyat biarkan sengsara di negara sendiri. Tenaga kerja asing dibiarkan bebas bekerja dan tenaga kerja sendiri dicekik dengan UU Omnibus law, menguntungkan orang Asing dan menindas saudara sendiri demi kepentingan pribadi semata. Katanya demokrasi tapi sayang tidak mau dikritik tapi kebijakan sesuka hati seolah negara milik sendiri.
Lembaga indikator politik Indonesia mencoba memotret kondisi demokrasi di Indonesia melalui survei opini publik. Salah satu yang menjadi variabel yakni hak menyatakan pendapat. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pihaknya menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan bahwa warga makin takut dalam mengatakan pendapat. Hasilnya 21,9 persen sangat setuju ; 47,7 persen gak setuju, 22 persen kurang setuju dan 3,6 persen tidak setuju sama sekali". Tutur Burhanuddin Muhtadi saat diskusi visual, (merdeja.com, 25/10/2020)
Pengamat politik dari universitas Paramadina, Ahmat Khoirul Umam mengatakan terdapat tiga indikator yang bisa mengonfirmasikan ragam tudingan publik bahwa rezim saat ini identik dengan orba :
Pertama, pembatasan kebebasan sipil. Menurutnya hal itu bisa dilihat dari cara pemerintah merespons kritik publik, baik dari langkah mengkondisikan media masa hingga mengkriminalisasi aktivis.
Kedua, bisa dilihat dari cara pemerintah memanfaatkan aparat penegak hukum untuk menciptakan stabilitas keamanan politik.
Ketiga, terlihat dari perselingkuhan antara kekuatan bisnis dan kekuasaan yang semakin vulgar terjadi. Menurutnya perselingkuhan itu telah terlihat sejak pengesahan revisi UU kpk hingga pengesahan UU minerba dan UU cipta kerja. (CNNIndonesia, 21/10/2020)
Dari sini jelas sangat nampak kepemimpinan yang otoriter dan semena-mena. Rela mengorbankan rakyat demi kepentingan korporasi, kritikan rakyat dianggap sampah penghalang bagi penguasa meraup keuntungan dan harus dibasmi. Dengan banyaknya aktivis Islam yang menyuarakan pendapat dan mengkritik penguasa ditangkap dan dicebloskan kepenjara inilah bukti rezim otoriter.
Berbeda dengan sistem politik Islam, terdapat majelis ummah atau majelis syura sebagai tempat rujukan bagi Khalifah untuk meminta masukan atau nasehat mereka dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam melakukan muhasabah (mengontrol dan mengoreksi ) para pejabat pemerintah (Al-Hukam).
Rasulullah saw bahkan mengatakan kewajiban serta keutamaan melakukan koreksi kepada penguasa. al-Thariq menuturkan sebuah riwayat : " Ada seorang laki-laki memdatangi Rasulullah Saw, seraya bertanya, " jidah apa yang paling utama". Rasulullah Saw menjawab ; kalimat haq (kebenaran) yang disampaikan kepada penguasa yang lalim". (H.R imam Ahmad)
Dalam sabda yang lain :
" akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kema'rufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membenci akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka) para sahabat bertanya " tidaklah kita kita perangi mereka? Beliau bersabda " tidak, selama mereka masih menegakan sholat " jawab Rasul (HR. Imam Muslim).
Dalam sistem Islam muhasabah penguasa merupakan bagian dari syariah Islam yang agung dan wajib dikerjakan. Dengan muhasabah maka tegaknya Islam akan terjaga. Ketika Islam tegak maka kebaikan sebuah negeri akan terwujud dan terjaga. Seorang pemimpin yang beragama Islam akan senang bila dikritik dan dikoreksi karena manusia pasti ada kekurangan dan kelebihan serta keterbatasan yang harus saling melengkapi dan manusia pasti membutuhkan orang lain disetiap apapun kegiatannya apalagi urusan negara.
Bukan malah menangkap dan memenjarakan rakyat yang mengkritik penguasa dengan tegas. Sadarlah wahai penguasa semua akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Swt. Maka hanya dengan Islam yang menjadikan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishawab