Oleh : Ria Agustina, S.T
Bobroknya tata kelola BUMN kembali terbongkar. Di saat masyarakat masih berduka sebab wabah covid, tuan-tuan pemangku jabatan justru sibuk menyalahgunakan amanah mereka.Sebut saja salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Pertamina.
Belum lama pasca mendapatkan kritik dari masyarakat lantaran Pertamina merugi Rp.11,13 triliun di semester I 2020, rakyat kembali dihebohkan oleh unggahan video yang membuka bobroknya PT. Pertamina. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi (migas) ini dibongkar boroknya oleh Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok, yang tak lain adalah Komisaris Utama PT. Pertamina.
Pernyataan Ahok itu ada dalam video yang diunggah akun Youtube POIN seperti dikutip detikcom Selasa (15/9/2020). Ahok menyindir Pertamina terkait akuisisi sumur minyak di luar negeri dengan menggunakan utang, Ahok juga mengkritik soal gaji petinggi pertamina yang dirasa aneh hingga hobi lobi-lobi jabatan.
Akibat tingkah Ahok ini, Menteri BUMN hingga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno pun angkat bicara. Menurut Adi cara Ahok membuka aib perusahaan bak menelanjangi diri sendiri. Menunjukkan ketidak mampuan dalam menyelesaikan masalah.
Senada dengan itu, Wakil Keetua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, berpendapat aib perusahaan harusnya diselesaikan secara internal. Bukan mengumbar borok perusahaan hingga diketahui khalayak umum. (wartaekonomi.co.id, 21/9/20)
Begitulah biah saling membela diri, saling menyalahkan terus terjati. Semua itu dilakukan demi kepentingan masing-masing. Setidaknya, Poin yang disampaikan Ahok tersebut menunjukkan bagaimana wajah BUMN sesungguhnya. Alih-alih menjadi ujung tombak pemenuh kebutuhan rakyat, BUMN tak ubahnya korporasi besar yang mengelola sumber daya alam demi kepentingan segelintir pemilik modal. Mengutip dari laman muslimahnews.id menarik untuk mengulik empat poin sebagai berikut;
Pertama, Ahok mengatakan terjadi lobi-lobi direksi kepada menteri, tetapi ditepis Erick Thohir. Praktik Lobi-lobi dalam sistem kekuasaan kapitalis adalah sesuatu yang biasa terjadi. Dahlan Iskan, mantan menteri BUMN sendiri pernah mengatakan tidak mungkin BUMN 100% bebas politik. Siapa yang ditunjuk sebagai pimpinan puncak BUMN pastilah ada unsur politiknya.
Kedua, tentang permainan gaji. para menteri dan jajaran dibawahnya memang bergaji tinggi, terlebih lagi PT. Pertamina adalah pemain utama dalam pengelolaan Migas. Sekadar diketahui, Kementerian BUMN adalah lahan basah bagi-bagi kue kekuasaan dalam rangka mengakomodasi para pendukung dan pemodal atas terpilihnya penguasa hari ini.
Ketiga, salah kelola dan paradigma. Fakta di atas semakin membuktikan ada yang salah dalam tata kelola BUMN. Indikasinya, BUMN merugi dan utang terus bertambah. Dari pelaksanaan hingga pengawasan bermasalah. Tata kelolanya dilaksanakan orang-orang bermental kapitalis yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompoknya. Adapun negara hanya berperan sebagai regulator yang mengawasi kepentingan kapitalis.
Keempat, Liberalisasi yang makin menganga. Setelah pemerintah dan DPR mengesahkan Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Perubahan UU Minerba itu mempertontonkan secara telanjang perselingkuhan oligarki kekuasaan dan kaum kapitalis. BUMN dikelola hanya untuk menjadi ceruk bisnis para kapitalis, bukan untuk kepentingan rakyat. Alhasil, rakyat makin menderita sebab harus menikmati BBM, Listrik, dengan harga yang mahal.
Sistem kapitalis telah menjadikan pengelolaan kebutuhan publik melalui perusahaan BUMN kehilangan arah dan tujuan pembangunannya. Tata Kelola yang salah dan paradigma yang berkiblat pada ideologi kapitalis telah berhasil membuat kehadiran BUMN hanya dijadikan sebagai alat memperkaya segelintir elit. Bahkan pelakunya adalah direktur utama sendiri. Maka wajar negara merugi, pendapatan berkurang dan nasib rakyat terabaikan.
Hal ini akan sangat kontras jika pengelolaan kebutuhan publik melalui BUMN diatur dengan hukum islam. Dalam Islam, BUMN dan negara harus besinergi agar hak-hak publik atas kekayaan alam bisa dinikmati secara adil dan bijaksana. Kepemilikan umum seperti migas dan sumber daya alam tidak boleh diprivatisasi. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan dan investasinya kepada pihak swasta apalagi asing. Agar rakyat bisa menikmati kekayaan alam yang mereka miliki dengan mudah dan murah. Kesejahteraan dan kemakmuran pun akan terwujud. Semua itu bisa kita rasakan manakala kita mau berpijak pada aturan Islam di bawah naungan khilafah.
Wallahu’alam bishshawab.
Tags
Politik