Oleh: Mariya
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja
(Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU) dalam sidang paripurna, Senin
(5/10/2020). UU ini disahkan meski banyak penolakan, khususnya dari para buruh.
Para buruh mogok kerja dan turun ke jalan. Mahasiswa dan anak sekolah nanar
menatap masa depan. Kini, di atas aspal mereka berpeluh resah dan bersimbah
darah. Berdemonstrasi atas ketidakadilan yang selalu saja dialamatkan pada
mereka.
Sahnya UU Omnibus Law telah mengonfirmasi
Pemerintah berdiri bersama korporasi, menjadikan rakyatnya seperti budak di
rumahnya sendiri. Wajarlah aksi massa terus memadati jalanan dan pelataran
gedung mewah DPR dan DPRD. Gas air mata dan pukulan para aparat turut menghiasi.
Padahal, tuntutan mereka bukan mobil mewah
atau berjalan-jalan menginap di hotel megah. Mereka hanya ingin memenuhi gizi
balita dan kebutuhan asasi mereka. Hingga rela terus bergerak, berteriak,
berkerumun, tak peduli bahaya pandemi.
Dalam ajaran Islam, kritik termasuk ajaran
Islam yaitu amar makruf nahi mungkar yang terdapat dalam Alquran Surah Ali
Imran: 110.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ
ۗ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar dan beriman kepada Allah.”
Rasulullah Saw. bahkan menyatakan dengan
spesifik kewajiban serta keutamaan melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa.
Al-Thariq menuturkan sebuah riwayat,
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ
إِمَامٍ جَائِرٍ
Rasulullah Saw., seraya bertanya, ‘Jihad
apa yang paling utama?’ Rasulullah Saw. menjawab, ‘Kalimat hak (kebenaran) yang
disampaikan kepada penguasa yang zalim.'” (HR Imam Ahmad)
Satu waktu, ketika menjabat sebagai
khalifah, Umar didatangi seorang Yahudi yang terkena penggusuran oleh seorang
Gubernur Mesir, Amr bin ‘Ash, yang bermaksud memperluas bangunan sebuah masjid.
Meski mendapatkan ganti rugi yang pantas, sang Yahudi menolak penggusuran
tersebut. Ia datang ke Madinah untuk mengadu kan permasalahan tersebut pada
Khalifah Umar.
Seusai mendengar ceritanya, Umar mengambil
sebuah tulang unta dan menorehkan dua garis yang berpotongan: satu garis
horizontal dan satu garis lainnya vertikal. Umar lalu menyerahkan tulang itu
pada sang Yahudi dan memintanya untuk memberikannya pada Amr bin ‘Ash. “Bawalah
tulang ini dan berikan kepada gubernurmu. Katakan bahwa aku yang mengirimnya
untuknya.”
Meski tidak memahami maksud Umar, sang
Yahudi menyampaikan tulang tersebut kepada Amr sesuai pe san Umar. Wajah Amr
pucat pasi saat menerima kiriman yang tak di duga nya itu. Saat itu pula, ia me
ngem balikan rumah Yahudi yang di gusur nya.
Terheran-heran, sang Yahudi ber tanya pada
Amr bin ‘Ash yang terlihat begitu mudah mengembalikan ru mah nya setelah
menerima tulang yang dikirim oleh Umar. Amr menjawab, “Ini adalah peringatan
dari Umar bin Khattab agar aku selalu berlaku lurus (adil) seperti garis
vertikal pada tulang ini. Jika aku tidak bertindak lurus maka Umar akan me
menggal leherku sebagaimana garis horizontal di tulang ini.”
Ini menandakan, bahwa Islam menerima semua kritik
tentang kebijakannya. Namun, tak luput dengan pertimbangan yang ma'ruf nahi
mungkar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab al-Fatawa
mengatakan, “Wajib bagi setiap orang yang memerintahkan kebaikan dan
mengingkari kemungkaran berlaku ikhlas dalam tindakannya dan menyadari bahwa
tindakannya tersebut adalah ketaatan kepada Allah. Dia berniat untuk menegakkan
kebenaran bukan untuk mencari kedudukan bagi diri dan kelompok, tidak pula
untuk melecehkan orang lain.” Wallahu A’lam.