Oleh : Wulansari Rahayu, S.Pd*
"Ibu adalah Madrasah Pertama untuk Anaknya."
Ungkapan ini dalam beberapa bulan terakhir tengah menguji ketangguhan para ibu di dunia. Terkhususdi Indonesia. Ya, karena selama pandemi Covid 19 seluruh kegiatan belajar anak di alihkan ke rumah. Tentu dalam hal ini peran ibu sangatlah sentral, terlebih jika anak tersebut masih usia Taman Kanak-Kanak (TK) ataupun Sekolah Dasar (SD).
Situasi ini ternyata tak siap dihadapi para ibu. Sungguh sangat miris banayak video viral yang justru memperlihatkan para ibu berlaku kasar pada anak karena stress dalam proses belajar daring. Bahkan seorang anak asal Banten, berinisial KS (8) meninggal dunia karena dipukul oleh ibu kandungnya karena kesulitan belajar daring.
Dewasa ini, ketidaksipan para ibu mengemban tugas mulia yaitu sebagai ummun warabatul bait, telah menambah daftar panjang kekerasan terhadap anak di Indonesia. Hal ini sebenarnya tidak lepas dari arus sekulerisme, Kapitalisme dan Liberalisme yang menyerang pemahaman para ibu zaman Now.
Mereka hanyut terlalu jauh, hingga melupakan peran istimewanya sebagai ibu dan pendidik utama bagi putra-putinya. Dalam sebuah keluarga, peran ibu sangatlah penting. Karena ditangan merekalah seorang anak mendapatkan pendidikan pertamanya.
Penanaman akidah sejak dini, keteladanan, bahkan pelaksanaan hukum syara untuk anak membutuhkan peran penting dari seorang ibu. Sayang, peran saat ini peran ibu sebagai pendidik telah bergeser. Para ibu disibukkan dngan perkara nafkah yang sebetulnya bukan tugas seorang ibu.
Sebagian dari mereka karena memng dorongan ekonomi. Dan sebagian yang lainya karena ternakan propaganda gender. Akibatnya, pendidikan anak dalam keluarga tidak berjalan sempurna. Orang tua mencukupkan pendidikan agama anak hanya dari sekolah yang jauh dari memadai.
Tidak heran bila kemudian kerusakan anak justru berlangsung di keluarga. Bahkan fungsi ibu juga tidak berjalan di kalangan ibu-ibu yang tidak bekerja. Hal ini karena tidak adanya gambaran yang mereka miliki tentang fungsi keibuan yang mereka sandang.
Mereka tidak ada target dalam mendidik anak. Tidak pula merasa kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah. Persoalan kompleks inilah yang menyebabkan ketidaksipan para ibu dalam mendampingi anaknya belajar dirumah. Dalam kondisi seperti saat ini, kita, para ibu, selayaknya menoleh kembali sejarah para ibu hebat pada masa lalu.
Meneladani upaya mereka. Mengambil semangat perjuangan mereka. Mengikuti langkah mereka dalam mencetak generasi emas, khayru ummah ukhrijat linnâs, umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia. Ibu yang terbaik adalah yang mampu mempertanggung jawabkan kepemimpinannya terhadap rumah tangga dan terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya tersebut di hadapan Allah SWT.
Sabda Rasulullah SAW.
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُْ
"...dan wanita itu adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan atas anak-anaknya dan dia dimintai pertanggung jawaban atas mereka"
Mereka akan mampu melahirkan anak-anak cahaya mata dan generasi imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mampu melahirkan generasi untuk peradaban Islam, generasi ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama, berkepribadian Islam yang tangguh dan berjiwa pemimpin yang berpengaruh.
Semua ini hanya, bisa diwujudkan jika suatu negara memiliki sistem yang mendukung generasi nya menjadi generasi emas. Yaitu dengan menerapkan Islam dalam setiap lini kehidupan dalam bingkai Khilafah. Waallahua’alam.
*Penulis dan Penggiat Literasi
Ilustrasi freepik
Tags
Parenting