Oleh: Isti
Tanggal 18 September kemarin ditetapkan sebagai Hari Kesetaraan Upah Internasional. Hari itu koalisi kesetaraan upah menyatakan kepada semua pemimpin negara untuk menyusun langkah kesamaan upah antara laki-laki dan perempuan. Karena dianggap masih ada kesenjangan sekitar 10 – 40%. Dan komitmen PBB ingin menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Bukan hanya masalah upah yang dituntut tapi mereka juga menghendaki memiliki peluang kerja yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Basa-basi kapitalisme menyelesaikan masalah perempuan
Menurut data global, perempuan mendapat upah lebih rendah dibandingkan laki-laki. Dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16%. Padahal jenis pekerjaan yang dijalani kedua gender tersebut setara. Kesenjangan upah ini memberi dampak negatif bagi perempuan dan keluarganya.
Sedang di Indonesia, berdasarkan survey ILO pada Juli 2020, pekerja perempuan mendapat penghasilan 23% lebih rendah dari laki-laki.
Untuk itu ILO bersama UN WOMEN mempromosikan kesetaraan upah dalam memperingati Hari Kesetaraan Upah ini. Hari Internasional yang diklaim untuk menandai komitmen PBB terhadap hak asasi manusia dan menentang segala diskriminasi termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.
Direktur ILO untuk Indonesia mengatakan bahwa pihaknya terus mendukung Indonesia dalam upaya mewujudkan kesetaraan upah di dalam negeri. Sementara perwakilan UN WOMEN untuk Indonesia mengatakan bahwa ketimpangan sistematis yang menempatkan perempuan dalam pekerjaan yang berupah dan bernilai rendah serta kondisi kerja tidak fleksibel yang membatasi kesempatan perempuan belum diatasi maka kesenjangan upah berdasarkan gender tidak dapat ditutup.
UN WOMEN terus menjalin kerjasama erat dengan Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya dalan rangka meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan termasuk sektor swasta, untuk mengatasi kesenjangan upah berdasarkan gender dan menghapus diskriminasi di tempat kerja melalui penerapan prinsip-prinsip pemberdayaan perempuan.
Apa benar mereka akan menyelesaikan masalah perempuan ini atau hanya basa-basi untuk memperingati Hari Kesetaraan Upah?
Realitas ini menjadi sasaran empuk para pegiat gender untuk kembali membuktikan ketidakberpihakan pada dunia kerja perempuan. Dan tentu saja diselesaikan dengan cara eksploitatif yakni mendorong perempuan bekerja tanpa khawatir kesenjangan upahnya. Juga dengan menghilangkan hambatan atau peran domestik untuk terjun ke semua jenis pekerjaaan agar tidak menuntut negara menjamin kesejahteraannya.
Islam menjamin kesejahteraan perempuan
Dalam kehidupan Negara Khilafah, bekerja bagi seorang perempuan betul-betul hanya sekadar sebuah pilihan, bukan tuntutan keadaan. Bandingkan dengan kondisi sekarang saat perempuan banyak dipekerjakan dengan upah yang sangat rendah dan tidak layak karena tidak punya pilihan yang lain.
Dalam Negara Khilafah, pilihan ini bisa diambil perempuan secara leluasa, karena Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami/ayah, kerabat laki-laki bila tidak ada suami/ayah atau mereka ada tapi tidak mampu, serta jaminan Negara Khilafah secara langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya seperti para janda miskin. Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Siapa saja yang meninggalkan kalla maka dia menjadi kewajiban kami.” (HR Muslim). Kalla adalah orang yang lemah dan tidak mempunyai anak maupun orangtua.
Dalam Khilafah Islam tidak akan ada perempuan yang terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja, mereka bekerja semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat, sementara tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga tetap terlaksana. Jenis pekerjaannya pun adalah pekerjaan yang tetap menjaga kemuliaan dan kehormatan perempuan. Negara Khilafah akan menutup semua akses jenis pekerjaan yang mengeksploitasi dan mengekspose tubuh perempuan. Islam melarang pria dan wanita untuk melakukan segala bentuk perbuatan yang mengandung bahaya terhadap akhlak atau yang dapat merusak masyarakat. Dilarang mempekerjakan perempuan dengan tujuan memanfaatkan aspek keperempuanannya. Rafi’ ibn Rifa’ah menuturkan: Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “Begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun.” (HR Ahmad).
Dalam Islam perempuan dijaga kehormatannya dengan penerapan aturan pakaian yang menutup aurat dan larangan tabarruj, aturan pergaulan yang jauh dari khalwat dan kewajiban disertai mahram bagi perempuan yang bepergian menempuh jarak safar. Semua itu bertujuan agar kehormatan para perempuan senantiasa terjaga dan terpelihara.
Semua mekanisme itu untuk merealisasikan kebaikan dalam masyarakat, yang di dalamnya terpenuhi kesucian, ketakwaan, kesungguhan, dan kerja (produktivitas). Semua orang akan merasa tenteram di dalam Negara Khilafah, merasa tenang jiwanya, sekaligus menjamin kehidupan umum agar menjadi kehidupan yang serius dan produktif, mampu memenuhi kebahagiaan dan kesejahteraan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Sudah saatnya tinggalkan sistem Kapitalisme yang merusak ini, dan kembali kepada sistem Islam yang akan menyejahterakan perempuan tanpa harus mengeksploitasi perempuan dan meninggalkan apa yang seharusnya menjadi kewajibannya.