Oleh :Yessy Mafaza
(Guru dan Inspirator Remaja)
Telah disahkan RUU Ciptaker pada 5 oktober 2020.Dikutip dari Waspada.co.id. Tok! Bunyi palu sidang diketok sebagai tanda disahkan UU tersebut. Rapat pengesahan RUU Cipta kerja digelar langsung di gedung DPR dengan setengah anggota dewan hadir sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan. Sebagian lain mengikuti rapat secara daring.
Berdasaskan pantauan CNNIndonesia.com, mayoritas dari fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Ciptaker ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra,Nasdem,PKB,PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak Pengesahan RUU
Ciptaker.
Demokrat menyatakan RUU Cipta Kerja memiliki cacat baik secara subtansial maupun prosedural. Marwan mengungkapan dalam pembahasannya RUU Cipta Kerja tidak melibatkan masyarakat, pekerja, dan civil sociaty. Berdasarkan argumentasi di atas maka fraksi partai demokrat menolak RUU Cipta Kerja. Banyak hal perlu dibahas lagi secara komprehensif agar produk hukum RUU ini tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, ujar dia.
Pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker disahkan oleh DPR yang dianggap mewakilkan suara Rakyat ini banyak menimbulkan problematika disemua kalangan, tidak hanya dari kalangan fraksi demorat dan PKS yang tidak setuju akan RUU ini, akan tetapi yang lebih merasakan dampaknya itu adalah para Buruh. Namun karena keserakahan para kapitalis mereka mengabaikan aspek Keadilan pada pekerja demi memberikan keuntungan terbesar bagi para kapitalis.
karena menurut kapitalis, negara yang baik yaitu membatasi perannya hanya sebagai regulator, disaat yang sama menyerahkan kebutuhan publik termasuk buruh ke pihak swasta. Kemudian negara menyerahkan beban jaminan kesejahteraan buruh kepada pengusaha bukan negara.
RUU Omnibus Law Ciptaker ini yang dianggap pemerintah dapat menyelesaikan masalah terkait ketenagakerja yang ada. Alih-alih menjadi angin segar bagi terwujudnya lapangan pekerjaan serta solusi bagi PHK yang ada itu hanya utopis saja.
jika pengaturan kehidupan ini masih diserahkan kepada manusia yang hakikatnya memiliki kemampuan yang terbatas, bukan solusi yang akan didapat akan tetapi menambah permasalahan baru, lihatlah apa yang terjadi ditengah masyarakat setiap kali pemerintah mengesahkan RUU baru, banyak terjadi pro dan kontra.
Ketidak percayaan masyarakat pada sistem buatan manusia ini semakin besar dan bergaung dengan nyaringnya, karena sudah banyak kejadian membuktikan bahwan aturan yang dibuat oleh manusia akan selalu menghadirkan kekecewaan dan kesengsaraan.
Aturan yang adil dan mampu menghasilkan rahmat bagi seluruh alam hanya aturan Islam aturan yang bersumber dari pemilik semesta alam, Persoalan ketenagakerjaan tidak mungkin dilepaskan dari kebijakan negara dalam bidang politik ekonomi. Masalah ketenagakerjaan yang muncul akibat semata hubungan pengusaha dan pekerja, terdapat hukum-hukum yang menyangkut ijaratul ajir. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, Islam mewajibkan negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam.
Politik ekonomi Islam diterapkan Khilafah melalui berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai kemampuan yang dimiliki.
Ketika mensyariatkan hukum-hukum yang berkenaan tentang ekonomi kepada manusia, Allah SWT telah mensyariatkan hukum tersebut untuk pribadi, masyarakat, dan negara. Dan saatnya masyarakat bangkit memperjuangkan kepentingan umat yaitu perubahan menuju penerapan islam secara kaffah.