Oleh: Devi
Rahmayanti, Ns., M.Imun (Pemerhati Pendidikan dan Sosial)
Uni
Emirat Arab (UEA) dan Bahrain resmi menandatangani kesepakatan normalisasi
hubungan dengan Israel di Gedung Putih, Amerika Serikat, Selasa (15/9/2020).
Kedua negara ini menyusul Mesir (1979), Yordania (1994), dan Turki (1949) yang
telah mengakui dan memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
(cnnindonesia.com, 16/9/2020). Dilansir dari bbcindonesia.com (17/9/2020),
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut peristiwa ini sebagai “Fajar
Timur Tengah yang baru”.
Demi
akses preferensi ke peralatan dan teknologi militer AS, termasuk bahan surplus
gratis, proses ekspor yang dipercepat, dan kerja sama yang diprioritaskan dalam
pelatihan.
Sejak
tahun 1947, PBB
menyetujui Pembagian Palestina menjadi dua negara,
yaitu satu negara Yahudi dan satu negara Arab. Pada 14 Mei
1948, Israel memproklamasikan kemerdekaannya dan ini
segera diikuti oleh peperangan dengan negara-negara Arab di sekitarnya yang
menolak rencana pembagian ini. Akibat perang ini pula, Israel berhasil
memperluas batas wilayah negaranya melebihi batas wilayah yang ditentukan oleh
Rencana Pembagian Palestina. Hingga sekarang Israel dikenal sebagai
Aggressor, perampas Al-Quds dan bumi para Nabi, sekaligus
penjahat perang.
Sikap
Indonesia sendiri menurut pengamat bidang militer dan pertahanan Connie
Rahakundini Bakrie mengatakan Indonesia harus berani membuka hubungan
diplomatik dengan Israel. Hal ini merupakan upaya untuk memudahkan Indonesia
melakukan diplomasi dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Sebaliknya,
bagi Palestina, hal ini menjadi “tikaman dari belakang oleh saudara sendiri”.
Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan ini akan menjadi
hari berkabung bagi dunia Arab. “Kita akan menyaksikan hari berkabung dalam
sejarah dunia Arab, kekalahan lembaga Liga Arab, yang tidak bersatu tapi
terpecah,” ujarnya pada pertemuan mingguan kabinet Palestina, dilansir AFP,
Selasa (15/9/2020).
Namun hanya satu kata yang pantas diberikan atas
Normalisasi Hubungan Negara-negara dengan Israel yaitu Pengkhianatan Penguasa
Timur Tengah. Kita kaum muslimin tidak dapat berharap penyelesaian masalah Palestina pada 30 negara yang
mendukung kemerdekaannya. Apalagi bergantung pada Prakarsa Perdamaian Arab 2002
ataupun resolusi OKI dan resolusi DK PBB terkait solusi dua negara.
Menormalkan Hubungan
Saudara
Hal tersebut terjadi karena
kapitalisme dengan konsep nation-state lah yang telah membuat negeri-negeri
kaum Muslim akhirnya terpecah belah. Karena kapitalisme, teman jadi lawan. Pun
sebaliknya. Jika kita ingin mengembalikan keabnormalan ini, maka satu-satunya
jalan adalah menyadarkan negeri-negeri muslim.
Kapitalisme adalah racun yang
sengaja ditiupkan musuh-musuh Islam. Mereka, para musuh Islam, tak akan
berhenti memusuhi kita. Mereka akan menghalalkan segala cara agar Islam
terpecah dan tunduk pada mereka. Dengan dalih kesepakatan damai bersama musuh,
mereka mengambil alih tanah Palestina, bahkan mengadu domba antarnegara muslim.
Mengingatkan kembali, tujuan
utama kita adalah beribadah kepada Allah. Hanya Dialah yang patut disembah dan
menjadi tempat kembali.
Untuk keluar dari cengkeraman
itu, negeri-negeri muslim harus sadar bahwa kita umat muslim adalah umat yang
satu. Kita bagaikan satu tubuh. Jika salah satu bagian tubuh sakit maka semua
umat muslim harus membantu.
Jika ingin terbebas dari
kapitalisme, kita hanya memiliki satu jalan, yaitu kembali kepada Islam.
Sebagaimana firman Allah, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS Ali
Imran: 103)
Islam menjamin kita akan menjadi
umat terbaik jika kita senantiasa berpegang padanya. Sebagaimana firman Allah, “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS
Ali Imran 110)
Dengan menjadikan Islam sebagai
sebuah mabda yang dapat menyatukan seluruh negeri muslim, bangsa seperti
“Israel” atau AS akan ketakutan. Perdamaian yang selama ini dimimpikan akan
terjadi.
Sungguh, dari sejarah kita
belajar, betapa kepemimpinan Islam telah melahirkan sosok para Khalifah yang
bertindak sebagai junnah. Yang siap mendobrak belenggu negara bangsa
dan mengembalikan kemuliaan umat di bawah naungan syariat. Yang tak takut pada
kekuatan apa pun kecuali Allah Swt. Zat Yang Mahaperkasa.
Sungguh kita rindu sosok para
khalifah sebagaimana Khalifah Rasyidah dan khalifah-khalifah setelahnya, yang
begitu mencintai rakyatnya melebihi kecintaan mereka kepada diri dan
keluarganya. Hingga seluruh jiwa raga mereka siap digunakan untuk membela agama
dan rakyatnya. Salah satunya dengan serius membela Palestina dan melakukan
aktivitas perang untuk membebaskan Palestina.
Semoga dalam waktu dekat, Allah
menangkan umat ini dengan hadirnya Khilafah Rasyidah yang dijanjikan. Dan
Palestina pun akan kembali dibebaskan.
…..ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً
عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ….
” …. Setelah itu akan
terulang kembali periode Khilafah yang tegak di atas metode kenabian….” (HR Ahmad; Sahih).
Wallahu’allam…