Indonesia Harus Menjadi Islami?



Oleh Gazalah Haruriah

"Mari membangun Indonesia sebagai negara Islami. Bukan negara Islam, agar semua umat Islam di Indonesia dapat berkontribusi, masuk dari berbagai pintu. Jangan ekslusif," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya dalam sambutannya pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemuda Muhammadiyah yang digelar secara daring, Minggu (27/9/2020).

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak Pemuda Muhammadiyah untuk membangun Indonesia sebagai negara Islami. "Islami yang dimaksud adalah akhlak seperti jujur, demokratis, toleran, dan egaliter".
Gimana menurutmu mendengar pernyataan itu?
Pertama, kita kupas dari segi makna pernyataan beliau. Ada kalimat yang butuh diperdalam yaitu ".......Mari membangun Indonesia sebagai negara Islami. Bukan negara Islam...."
Dari kalimat tersebut ada 2 makna yang berbeda

(1) membangun Indonesia sebagai negara islami

(2) Negara Islam

Asik bukan mendalami makna bahasa? Kini waktunya kita kupas ya, pernyataan pertama lebih mengarah pada "Negeri Islam" dan pernyataan kedua lebih mengarah pada "Negari Islam". Kok bisa? Bukannya beliau menggunakan bahasa negara Islam bukan negeri Islam lohh. Pahami dulu perbedaannya yaa :

Negeri Islam (Islamic Country) adalah sebuah kawasan/ wilayah pemerintahan yang (bisa jadi) penduduknya mayoritas muslim namun hukum negara dan sistem pemerintahannya tidak menerapkan hukum Islam secara kafah, namun menggunakan hukum sekuler seperti kapitalisme-demokrasi dan sosialisme-komunis baik secara keseluruhannya atau sebagian. Contohnya seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, negara-negara di Timur Tengah, dan seterusnya.

Sedangkan negara Islam (Islamic State) adalah negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah di sebuah wilayah tertentu bahkan meskipun mayoritas penduduknya bukan muslim. Jadi tolok ukurnya adalah penerapan syariat Islamnya, bukan agama mayoritas penduduknya.
Maka, dari sini tampak jelas, beliau hanya sebatas ingin mengislamkan saja bukan menerapkan Islam secara Kaffah.

Kedua, makna pernyataan beliau dalam bahasa "islami" yaitu bukti nyata secara jelas memilih syariat Islam. Beliau menyebutkan bahwa islami yang dimaksud adalah akhlaq.

Apakah Islam sebatas akhlaq saja? Enggak kan ya. Ekonomi Islam ada bahwa Bu Sri Mulyani pernah mengakui terkait ekonomi Islam lebih baik. Selain ekonomi Islam, politik Islam juga ada, kesehatan dalam Islam ada, pendidikan dalam Islam ada, sosial dalam Islam pun juga ada. Kenapa hanya dibatasi dengan urusan hubungan pribadi dengan Allah SWT yang sebatas akhlaq saja?

Sebagai seorang muslim, harus berhati-hati dalam framing dan hegemoni yang diaruskan. Harus bijak dalam menanggapi pernyataan beliau. Idealnya dan seharusnya, seorang muslim bukan memilih syariah Islam, bukan hanya menjadikan Islam sebagai cap framing belaka namun harus diterapkan dalam kehidupan kita.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah : 208)
Dalam Al Qur'an sudah jelas untuk masuk ke dalam Islam secara Kaffah (keseluruhan), maka tidak pantas jika syariat Islam dipilih yang disukai belaka, namun harus secara totalitas kita menerapkan.
Tidak layak pula jika pejabat pemerintah menyampaikan hal tersebut dan seharusnya merekalah yang melangkah dalam langkah utama untuk menerapkan Islam secara Kaffah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak