Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
Pengemban Dakwah, Komunitas Menulis Revowriter
Sungguh menyayat hati, seorang anak meregang nyawa di tangan seorang lelaki keji. Ialah Rangga, bocah SD dari Aceh Timur. Rangga tewas ketika membela kehormatan Ibunya. Meski rangga telah tiada, kisahnya akan tetap melegenda. Ia rela kehilangan nyawanya demi ibu tercinta.
Pelaku pembunuhan Rangga diketahui adalah seorang pria berinisial SB (41 tahun). Pelaku adalah residivis pembunuhan yang divonis 18 tahun penjara. Namun ia bisa bebas lebih cepat dari Lapas Tanjung Gusta Medan karena program asimilasi covid-19. (Aceh Tribunnews 18/10).
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, kasus ini menjadi indikator kegagalan konsep pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Kapasitas lapas yang overload hingga kamar lapas yang diperjualbelikan menjadi alasannya. Akibatnya, tidak ada pembinaan serius di dalam LP (Sindonews 18/10).
Pelaku pembunuhan Rangga menunjukan gambaran manusia yang telah hilang rasa takut terhadap Tuhannya. Hukuman penjara tak menjadikannya jera. Pelaku malah semakin beringas melakukan tindak kejahatannya. Nyawa menjadi tak berharga lagi di tangannya. Padahal Islam sangat menghargai nyawa manusia.
Di dalam Al-Qur'an Allah SWT telah tetapkan hukuman bagi pelaku kejahatan pembunuhan. Yakni dengan hukuman Qishash. Allah SWT telah menetapkan hukuman terbaik bagi pelaku kejahatan pembunuhan. Sayangnya, hukuman Qishash sering dipandang buruk oleh beberapa pihak. Padahal Allah SWT menjamin kelangsungan hidup manusia dengan ketetapannya ini.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih dan dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." [al-Baqarah/2:178-179]
Kasus ini membuktikan gagalnya hukum buatan manusia dalam menjamin keamanan bagi manusia. Keamanan hanya akan lahir ketika setiap individu masyarakat memiliki aqidah yang kuat. Sehingga ada rasa takut kepada Sang Pencipta ketika dirinya melanggar syariat atau melakukan kejahatan. Hal ini juga didukung dengan peran penguasa yang menegakkan hukum-hukum islam bagi para pelanggarnya. Masyarakat seperti ini hanya ada dalam naungan pemerintahan Islam.
Sudah semestinya umat islam meyakini bahwa hukum-hukum Allah lah yang terbaik bagi hambanya. Tidak hanya untuk tindak kejahatan. Tapi juga hukum-hukum dalam berkehidupan dan bernegara.
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"
[al-Mâ‘idah/5:50]
Tags
Politik