Oleh : Sri Rahmawati
Ada kisah seorang anak yang mengeluh saat diberi ujian sakit. Dia merasa kecewa saat dalam kondisi sakit. “Mama, aku tidak mau sakit lagi, aku enggak bisa makan, semuanya rasanya tidak enak di lidah, aku ingin main dan berlari tapi untuk bangun saja susah, badan lemas semua. Kapan sih aku sembuh, kenapa harus aku yang sakit begini, sungguh tersiksa, coba saja kalau Tuhan sayang sama aku”.
Memang betul, tidak ada seorangpun yang menginginkan sakit. Tapi dalam Islam, ada banyak hal yang tersembunyi di balik kondisi sakit itu. Beberapa hal di bawah ini bisa disampaikan kepada buah hati agar bersabar dan bersyukur saat diuji dengan suatu penyakit.
Kalau kita tahu sebenarnya, maka tidak ada alasan untuk bersedih dan mengeluh saat kita sakit, karena sebenarnya itu adalah bentuk kasih sayang Allah kepada kita. Kita mengeluh saat sakit karena kita belum tahu rahasianya. Sakit itu harus disyukuri karena bukti kasih sayang Allah pada kita. Ketahuilah bahwa Allah mengutus empat malaikat untuk selalu menjaga kita dalam sakit, Maasyaa Alloh.
Rasulullah bersabda: “Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus empat malaikat untuk datang padanya.”
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya, maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
Ketika Allah akan menyembuhkan seorang hamba mukmin itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat kesatu, kedua, dan ketiga untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba tersebut.
Namun untuk malaikat ke empat, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Melalui sakit ini, berguguranlah dosa-dosanya. Para malaikat itu kepada Allah berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
Maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”
“Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah,” (HR Bukhari-Muslim).
“Jika sakit seorang hamba hingga tiga hari, maka keluar dari dosa-dosanya sebagaimana keadaannya ketika baru lahir dari kandungan ibunya,” (HR Ath-Thabarani).
“Penyakit panas itu menjaga tiap mu’min dari neraka, dan panas semalam cukup dapat menebus dosa setahun,” (HR Al-Qadha’i).
Saat tubuh kita dalam keadaan sehat, dan hidup kita berjalan sesuai apa yang kita inginkan, maka mudah untuk kita menerapkan prasangka baik kepada Allah. Bagaimana kalau sebaliknya? Beribu prasangka buruk akan dihembuskan setan secara terus menerus. Kita mulai menyalahkan Tuhan.
Nabi Ayyub AS, dia yang semula adalah seorang hartawan, kemudian kehilangan semua hartanya, seluruh ternaknya mati. Begitu juga dengan semua anaknya. Ia ditimpa sakit keras, sakit kulit yang menjijikan hingga diasingkan seluruh warga. Hanya istrinya yang setia menjaga.
Dalam penderitaannya, dia hanya mampu berbaring dan terus berzikir. Lihat bagaimana dia berdoa, "Ya Tuhanku sungguh aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan yang Maha Penyayang, dari semua yang Penyayang."
Indah sekali bukan doa beliau? Rasanya bukan seperti doa yang keluar dari mulut seorang manusia yang telah "hancur" segala kehidupan dunianya. Tidak ada tersirat sedikitpun kekecewaan apalagi menyalahkan. Begitu indah, penuh kasih sayang dan cinta hamba kepada Rabb-nya.
Maka bagaimana pun kondisi kita saat ini, diuji sakit atau kondisi yang tidak nyaman, maka tidak ada alasan untuk kecewa dan berprasangka buruk pada-Nya.
Maka pilihan kita untuk tetap berada dalam ketaatan adalah sikap yang terbaik.
Wallohu a’lam bish showab