Oleh Trisna AB
Aktivis Muslimah
Baru-baru ini publik dikejutkan dengan salah satu media asal jerman
Deutch Welle (DW) yang membuat konten
video, isinya mengulas sisi negatif pembiasaan anak mengenakan hijab sejak kecil. Dalam video
postingannya DW Indonesia mewancarai orang tua yang sedang mengajari anak
perempuannya menggunakan hijab serta harapan dan keinginan si orang tua terhadap “identitas” seorang muslim. Kemudian
DW Indonesia mempertanyakan apakah pemakaian hijab tersebut atas
pilihan anak itu sendiri atau paksaan dari orang tuanya?
Untuk menguatkan pertanyaannya ini DW Indonesia menggandeng psikologi Rahaeng Ika dan feminis
“muslim” Darol Mahmada yang notabene nya adalah
kaum liberal untuk dimintai pendapat tentang hal tersebut. Menurut Darol
Mahmada wajar saja jika seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil. Yang dia
khawatirkan pola pikir si anak nantinya menjadi ekslusif karna dari kecil sudah
ditanamkan “berbeda” dengan yang lain.
Sontak konten DW Indonesia tersebut banjir dengan hujatan netizen
karna dianggap sebagai islamophobia, yang nampak dengan terang ingin mengusik
nilai-nilai akidah yang ditanamkan oleh para orang tua muslim. Salah satunya
tanggapan muncul dari tokoh Fadli Zon yang megatakan bahwa konten tersebut
menunjukan sentimen islamophobia dan seharusnya tidak layak ditayangkan oleh
media sekelas DW Indonesia. DW Indonesia pun berusaha menjawab beberapa
komentar netizen yang masuk dengan bertindak seolah “bijaksana”, namun tetap
saja konten yang sudah beredar tersebut menjadi polemik publik karena bertindak
secara sepihak.
Terlihat jelas saat ini narasi islamophobia kembali dimunculkan oleh para kaum liberal yang
memang pandangan hidupannya berasaskan kebebasan. Agama dianggap sebagai aturan yang membelenggu dalam segala tingah
perilaku mereka. Para kaum liberal semakin gencar membidik generasi dengan
menebar opini yang menyesatkan serta pola pikir yang jauh dari nilai-nilai yang
dibawa oleh Rasulullah saw. Menurut mereka orang tua yang mengajarkan anak-anaknya taat
sejak dini dinilai memaksakan kehendak.
Hal ini menjadi tantangan berat orang tua masa kini dalam pendidikan akidah anaknya. Dan memang sejatinya setiap orang tua muslim mengharapkan anak-anaknya menjadi
anak yang soleh, taat beragama, berguna untuk
kehidupan bangsa dan negara serta kelak menjadi penuntun jalan ke surga.
Dengan harapannya tersebut para orang
tua mengupayakan menanamkan ilmu-ilmu agama kepada anak-anaknya sejak dini. Mulai dari cara
berpakaian hingga makanan, tak luput adab kehidupan sehari-hari dari bangun
tidur hingga tidur lagi. Pembiasaan penerapan prinsip-prinsip dasar kehidupan Islam sejak
dini semacam ini sudah banyak diberlakukan dalam ruang lingkup keluarga, dengan
orang tua sebagai motivator utamanya
Sudah sewajarnya apabila orang tua muslim menanamkan
prinsip-prinsip islam, mengenalkan hukum halal haram, mengajarkan aturan
pergaulan dan batasan-batasan dalam menutup aurat. Hal itu dilakukan sebagai
bentuk kataatan kepada Tuhannya sebagaimana termuat dalam firman Allah Swt, “wahai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”( QS at-Tahrim:6 ).
Ayat ini menunjukan bahwasanya setiap muslim dituntut memelihara serta mendidik keluarga dan anak-anaknya. Mengoptimalkan segala usaha penanaman
nilai-nilai agama agar senantiasa mematuhi perintah Allah dan menjauhi segala hal yang
dilarang oleh-Nya. Supaya kelak tidak menjadi bahan bakar api neraka.
Perlu diketahui juga bahwasanya pendidikan agama sejak dini
merupakan anjuran Nabi. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam
mendidik dan membina para sahabat dan keluarganya yang saat itu usianya masih
sangat muda agar senantiasa taat kepada Allah Swt. Sehingga tumbuh
menjadi anak yang berkualitas baik jasmani maupun rohani. Salah satu sahabat
Rasulullah saw, Usamah Bin Zaid, bahkan di usia 18 tahun dia sudah ditunjuk
menjadi jenderal perang termuda kaum muslimin. Ini adalah hasil penanaman akidah yang kokoh sejak dini sehingga
saat dewasa tumbuh sebagai pribadi yang cerdas, memiliki keberanian yang luar
biasa, bijaksana, dan senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela serta
mempunyai visi misi hidup yang terarah yaitu ridho Allah Swt.
Bandingkan dengan generasi yang berorientasi pada kebebasan yg
menampikan nilai-nilai agama. Tak ada batasan dalam pergaulan, halal dan haram diterjang. Dan yang dihasilkan
adalah generasi yang rapuh serta rentan dengan jurang keterpurukan. Seperti kasus zina
merajalela, kasus aborsi kian marak, LGBT menggila, kasus kriminalitas meningkat tajam dan banyak hal lain yang
merusak peradaban. Lantas apa yang
diharapkan dari generasi seperti itu? Naudzubillah.