Oleh : Osi Ummu Jidan, Ibu Rumah Tangga - Pemerhati Sosial, Bugel Ciparay - Kab. Bandung.
Kumpulan serikat buruh, mahasiswa, dan elemen organisasi masyarakat sipil lainnya turun ke jalan dan melakukan protes ke DPR RI pada Kamis (muslimahnews.com)(16/7/2020).
Mereka mendesak agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja dihentikan karena dinilai cacat prosedur dan bermasalah secara substansi. Rencananya, aksi juga berlangsung di berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Batam (tirto.id, 15/7/2020).
Penolakan buruh terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja sangat beralasan. Hal ini karena RUU tersebut merugikan dan mengeksploitasi buruh. Dengan dalih menarik investasi masuk Indonesia, buruh yang dikorbankan. Upah buruh makin ditekan dengan penghapusan upah minimum.
Di tanah air regulasi ketenagakerjaan sering justru berpihak kepada pengusaha Atau investor. Dengan dalih menyuburkan iklim investasi, yakni agar para investor mau berinvestasi dan membuka lapangan pekerjaan, beragam regulasi dibuat untuk kepentingan mereka dengan meminggirkan kepentingan tenaga kerja.
Data menunjukan untuk Kawasan Asia Tenggara, upah pekerja indonesia (95 US$) lebih kecil dibandingkan Filipina (142 US$), Laos (140 US$) dan kamboja (166 US$).Padahal buruh adalah sumber daya manusia yang punya kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bukan hanya bagi dirinya, tapi juga keluarganya. Sehingga tuntutan upah layak selalu didengungkan. Akibatnya buruh dan pengusaha ibarat dua kutub magnet yang selalu berlawanan. Buruh ingin kesejahteraan, pengusaha ingin ongkos produksi murah. Selamanya tak akan ketemu. Mirisnya, penguasa justru bertindak laksana wasit tinju. Membiarkan kedua pihak saling “gebuk” dan hanya memisahkan sesekali waktu.
Negara memosisikan dirinya sebagai “pihak luar” dari konflik abadi tersebut. Bahkan, negara justru menjelma menjadi korporatokrasi yang mengabdi pada kepentingan pengusaha korporasi. Penguasa tidak lagi sekadar menjadi “wasit” tapi menjadi “wasit” yang memihak pengusaha.
Seringkali dengan dukungan negara pengusaha kapitalis berusaha sekuat tenaga menekan gaji pegawai agar mereka mendapat keuntungan maksimal. Akibatnya, buruh makin tergencet oleh peraturan yang dibuat penguasa, atas pesanan pengusaha. Para pengusaha Kapitalis rakus akan membuka usaha di negara-negara berkembang yang memiliki bahan baku murah dan tenaga kerja yang juga bisa dibayar semurah-murahnya. Sehingga terjadilah kesenjangan sosial yang amat dalam. Para pengusaha kaya-raya, sedangkan buruh menderita.
Perburuhan dalam Islam dikenal dengan istilah ijarah. Ijarah Adalah akad/kesepakatan atas suatu jasa dengan adanya imbalan/konpensasi tertentu. Ijarah atau (pemburuhan) Dalam islam sendiri adalah mubah (boleh). Semua jasa yang halal dalam islam boleh di-ijarah-kan. Sebaliknya, jasa-jasa yang haram terlarang pula di-ijarah-kan.
Islam Melindungi Kaum Buruh, syariah islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para majikan atau perusahaan sejumlah hal :
Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya.
Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Sedangkan cara inilah yang dipakai oleh kapitalisme saat ini di seluruh dunia. Dibuatlah standar upah minimum daerah kota, kabupaten atau provinsi. Sedangkan dalam islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu pekerjaan, dan tempat kerja. Tiadak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat.
Ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besaranya maupun jadwal pembayarannya. Majikan perusahaaan atau pengusaha tersebut haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda pembayaran upah. Semua ini termasuk Kezaliman. Nabi saw Bersabda:
“Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman.(HR.Bukhari dan Muslim).
Khilafah juga akan menertibkan para pengusaha yang berlaku zalim kepada pekerja mereka. Bagi khilafah, kesejahteraan rakyat diatas kepentingan pengusaha. Hal inilah yang membedakan negara kapitalis dengan negara islam. Khilafah islam hadir untuk mengurusi dan melindungi kepentingan semua anggota masyarakat, baik pengusaha maupun pekerja. Khilafah adalah negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Sehingga konflik abadi antara buruh dan pengusaha tidak akan terjadi dalam sistem khilafah Islam. Upah (ujrah) adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga kerja.
Dengan sistem pengupahan yang adil, pekerja hidup sejahtera dalam khilafah. Pekerja diupah berdasarkan manfaat yang diberikannya. Jika upah tersebut tak mencukupi kebutuhan dasarnya, negara akan memberi santunan dari dana zakat dan lainnya di baitul mal. Pengusaha juga senang hidup dalam Khilafah karena dia mendapat manfaat dari pekerja dan tidak dibebani untuk menanggung biaya hidup sang pekerja seperti pendidikan dan kesehatan, Kesejahteraan pekerja adalah tanggung jawab negara. Demikianlah sistem khilafah hadir memberi solusi bagi buruh dan pengusaha sehingga keduanya bisa hidup sejahtera. Khilafah yang menerapkan syariah Islam menjamin kebutuhan hidup umat, serta menjaga keamanannya.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.