Oleh : Bunda Alfi
(Komunitas Peduli Generasi)
Emak yang lahir tahun 70an dan hidup antara peralihan lampu minyak ke listrik, lampu bohlam ke neon, tentu kenal dengan Si Boy yang terkenal dengan filmnya Catatan Si boy. Artis yang pertama adalah top model gaya hidup anak muda tahun 80an. Cakep, kaya, pintar, baik budi, suka menolong, punya pacar, dan tentu saja rajin salat.
Seorang remaja baru dianggap keren jika pandai main gitar, punya tongkrongan (kendaraaan), dan rajin solat. Film laris manis ini mengubah persepsi sebelumnya yang menganggap bahwa seseorang baik jika rajin salat dan berbakti kepada orang tua.
Bertahun tahun kemudian, ketika generasi Boy telah menjadi mak bapak, diluncurkan film serupa, tidak lagi lewat bioskop, karena bioskop sudah sepi, mati kekurangan penonton. Dibuatlah dalam bentuk sinentron, tayang prime time, karena animo masyarakat untuk menontonnya tinggi. Boy tetap anak cakep, kaya, pintar (juara olimpiade), baik budi dan suka menolong, dan rajin salat. selain itu Boy sekarang jago berantem, jadi ketua geng motor. Selebihnya sama, Boy tetap jadi idola, pacarnya cantik.
Mak bukan mau jadi komentator tentang film, ataupun membahas Boy, hanya saja kenangan lama ini bermunculan ketika Menag berbicara tentang good looking. Selama ini, Boy adalah role model terhadap remaja, menguasai ilmu akhirat tapi gak kuper pergaulan dunia. Boy hebat, Boy keren, Boy good looking
Tetapi, narasi Menag tentang anak anak good looking, cakep, pintar ngaji, sopan, tetapi berpotensi radikal, bikin mak ngeri, mak takut punya anak baik tapi nggak baik. Good looking tapi got, salahkah mak?
Merasa ada yang salah, rame-rame ulama sampai DPR menyerang Menag. Ya salahnya di situ. Ada yang kontradiksi. Pintar ngaji, tapi radikal kayaknya nggak cocok. Pintar ngaji tapi pacaran, cocok kah?
Dalam Tsaqofh.id (tanya jawab: beda baik dan buruk), dikatakan bahwa " Apa saja yang menurut perintah-perintah syara 'hal itu dipuji dan diperintahkan maka adalah hasan (terpuji) dan di atasnya ada pahala. Dan apa yang menyalahi hukum-hukum syara 'sebagai dicela dan dilarang maka itu adalah qabîh (tercela) dan terhadapnya ada sanksi"
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Artinya: “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 42).
Termasuk dalam kategori penjelasan ayat ini, larangan mencampur-adukkan antara perkara halal dan haram.Larangan ini merupakan larangan yang besar dan serius. Hal ini karena hak menentukan halal dan haram adalah ketentuan Allah dan hak-Nya semata-mata.
Karena itu Allah mengecam mereka yang mencampur-adukkan antara yang haq dan yang batil, antara kebenaran dan kebohongan. Sebab dengan cara-cara itulah dan tangan-tangan kotor mereka itulah menyebabkan hukum Allah bercampur aduk antara larangan dan perintah.
Jika kita lihat satu satu, maka menjadi hafizah, pintar ngaji, sopan, suka menolong adalah kelompok perbuatan yang di suruh Allah. Sementara pacaran, berantem, menjadi radikal(penyebar teror dan ketakutan) adalah larangan Allah. Perintah Allah harus dikerjakan, larangan Allah harus ditinggalkan. Maka Boy dan Boy bukan good looking, karena mereka mencampurkan antara perintah dan larangan Allah. Mereka tidak patut menjadi role model.
Maka role model umat Islam haruslah Nabi besar kita, sebagai suri teladan, atau para sahabat yang hidup bersama beliau. Sehingga dengan demikian kita bisa terhindar dari mencampur adukkan antara kebenaran dan kebajikan. Dan tidak dimasukkan oleh Allah sebagai orang yang merusak agama.
Semoga kita dapat mengetahui dan mengikuti yang benar adalah benar, dan berlindung dari yang salah adalah salah.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Artinya: “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar, dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kami yang bathil itu bathil dan berikanlah kami kekuatan untuk 9menjauhinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Maka sudah selayaknya kita mengarahkan anak-anak supaya mencari role model yang tepat bagi mereka, sehingga terjaga akidah dan akhlaknya. Namun hal itu sulit ditemukan dalam sistem yang karut marut seperti saat ini. Cara terbaik adalah dengan membekali mereka tsaqafah yang mumpuni, melindungi akidah mereka dengan memperhatikan kawannya. Karena akan membawa pengaruh besar terhadap tumbuh kang anak kita.
Wallahu alam