Oleh: Nur Khasanah
Belum lama ini salah satu tokoh nasional di
Indonesia sekaligus seseorang yang menjabat sebagai wakil presiden Indonesia
telah mengajak generasi muda untuk mencontoh para pemuda dari negeri gingseng
"Maraknya budaya K-pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya
kreatifitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman
budaya Indonesia ke luar negeri," ujar Ma'ruf. Tentu pernyataan ini memicu
berbagai pro kontra di masyarakat. Pasalnya ungkapan tersebut terlontar dari
seorang wakil presiden yang sekaligus sebagai salah satu ulama terpandang di
Indonesia. Seperti yang kita ketahui, saat ini banyak anak muda yang sedang
demam korea, mulai dari film, band, dan lain-lain. Semua yang berbau korea
seakan dapat menyebar dengan cepat layaknya virus corona. Banyak fans yang
bahkan sampai mengikuti apapun yang dilakukan idolahnya. Mulai dari hal sepeleh
semisal gaya rambut sampai cara bicara, cara berbusana dan bahkan tidak sedikit
yang "cinta mati" pada sang idola. Tapi layakkah orang nomer dua di
negeri ini bahkan dengan statusnya yang
sebagai seorang ulama menyampaikan ungkapan demikian meski dengan adanya
fenomena demam k pop yang sedang melanda Indonesia?
Di sisi lain, dengan semakin jauhnya
generasi muslim dari keislamanya, padahal mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sempat
menginstruksikan siswa SMA/SMK mewajibkan untuk membaca buku Muhammad Al Fatih
1453 karya Felix Siauw. Namun tak sampai selang sehari, Dinas Pendidikan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membatalkan surat Kepala Dinas
Pendidikan No.420/1109.f/DISDIK tertanggal 30 September 2020 melalui surat
Kepala Dinas Pendidikan No.420/1112.a/2020 tertanggal 1 Oktober 2020.
Sungguh miris. Pada pernyataan pertama
seorang ulama menyatakan untuk menjadikan budaya k pop sebagai inspirasi para
pemuda di Indonesia. Seperti yang kita ketahui padahal budaya k pop mengacu
pada kebebasan, pakaian yang serba terbuka, pergaulan yang tidak ada batasan,
alkohol menjadi hal yang lumrah, hedonis dan lain-lain. Patutkah budaya mereka
di jadikan contoh? Jika di sandingkan dengan budaya asli Indonesia tentu hal
ini sudah sangat bertentangan apalagi mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Bandingkan dengan pernyataan kedua yang bertujuan agar para pelajar
mencontoh sosok Muhammad Alfatih seorang pemuda tangguh yang dapat menaklukkan
konstantinopel di usinya yang sangat muda. Bahkan dalam sebuah hadis Rasulullah
pun memujinya. Lalu apa yang salah dengan buku Muhammad Alfatih 1453. Ada apa
dengan Indonesia? Apakah para pemuka negeri ini lebih suka jika generasi muda
Indonesia menjadi generasi alay dibandingakan dengan menjadi generasi tangguh?
Apakah islamophobia sedang melanda? Hanya
ini yang pantas untuk menggambarkan kondisi yang ada di Indonesia. Para
petinggi lebih memilih para idol yang sedang digandrungi kebanyakan masyarakat
untuk dijadikan sebagai panutan dan inspiratornya. Tanpa mempertimbangkan
efeknya. Padahal sudah jelas dalam Al Qur'an telah disebutkan "Sungguh,
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS
Al-Ahzab : 21). Dan Muhammad Al Fatih adalah salah satu contoh real pemuda yang
telah membuktikan hasil dari pencontohan beliau terhadap Nabi Muhammad. Bahkan
beliau telah mewujudkan bisyaroh Rasulullah. Islam bukanlah momok yang patut
untuk dijauhi. Justru dengan menjadikan Rasulullah sebagai tauladan maka
Indonesia akan dapat bangkit dari keterpurukan yang saat ini melanda. Sebagai
pemuda islam hanya Rasulullah lah yang pantas untuk menjadi teladan, tidak
perlu bagi kita untuk mencari teladan yang lain.
Wallahu a’lam bish-showab.