Depresi Ekonomi Menanti, Akankah Indonesia Mampu Tetap Berdiri




Oleh : Ummu Hanif ( Pengamat Keluarga dan Sosial )

Ekonomi Indonesia masuk jurang resesi sudah dipastikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani menyampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III berada di kisaran minus 2,9% sampai minus 1%. Sementara untuk seluruh tahun 2020 berada di kisaran minus 1,7% sampai minus 0,6%. (www.detik.com, 30/09/2020)

Masih dari sumber yang sama, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan sulit bagi ekonomi Indonesia keluar dari jurang resesi mengingat data-data penunjangnya pun mengalami penurunan.

Proyeksi ekonomi Indonesia masuk resesi juga datang dari lembaga internasional, seperti World Bank (WB/Bank Dunia). Dalam proyeksi terbarunya, Bank Dunia menyebut ekonomi Indonesia pada 2020 bisa -1,6% sampai -2%. Angka itu turun dibandingkan outlook Bank Dunia pada Juli yang memperkirakan ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di nol persen. Ekonomi Indonesia diprediksi baru bisa kembali pulih pada 2021 dengan pertumbuhan 4,4% dan skenario buruk pertumbuhannya hanya mencapai 3%.

Kalau kita cermati kondisi ini bermuara dari kurang optimalnya pemerintah untuk menyelesaikan pandemi Covid-19 secara tuntas. Selama ini, yang terus dikampanyekan adalah protokol kesehatan yang digaungkan WHO seperti jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, dan seterusnya. Sementara, solusi tuntas saat wabah sebagaimana diajarkan Islam, yakni tidak mencampurbaurkan orang sehat dengan yang sakit, tidak dilakukan negara. Walhasil, klaster-klaster baru penyebaran virus terus bermunculan. Tentu sulit dibayangkan ekonomi akan bergerak normal dalam suasana demikian. 

Demikianlah nyatanya kerapuhan sistem ekonomi kapitalis. Sedikit digoyang dengan pandemi, ancaman resesi sudah membayangi. Penyebab utama krisis ini adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riil yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riil. Bahkan ekonomi kapitalis,tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riil. 

Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal dan pasar valas) dan juga transaksi riba perbankan, sehingga potret ekonomi dunia seperti balon saja (bubble economy). Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bublle economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riil, bahkan sektor riil tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya. Sehingga di saat terganggu kondisi moneternya akibat ulah para spekulan jahat, sebuah negara langsung limbung karena sektor riil selama ini belum berjalan optimal. 

Islam sebagai sistem hidup yang sempurna, memiliki konsep bernegara yakni Khilafah, yang akan menerapkan beberapa mekanisme ekonomi agar sirkulasi kekayaan berjalan lancar. Sehingga resesi bisa dikendalikan.
Beberapa kebijakan ekonomi tersebut diantaranya adalah, melarang kanzul mal (penimbunan harta), mengatur kepemilikan (baik individu, umum dan negara), menerapkan moneter berbasis emas dan perak. menghentikan kegiatan transaksi ribawi dan spekulatif, dan menerapkan zakat mal.

Dengan mekanisme itu, membuat sirkulasi ekonomi berjalan lancar. Kemajuan ekonomi nyata didukung oleh sektor riil. Inilah bukti Khilafah adalah ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana yang bisa kita saksikan dalam sejarah kejayaannya. Maka jika Indonesia ingin untuk tetap bisa berdiri saat menghadapi resesi ekonomi, sudah saatnya Indonesia menerapkan ekonomi islam yang berasal dari Ilahi.

wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak