Oleh : Suci Hardiana Idrus
Umat Islam kembali terusik untuk yang kesekian kalinya. Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tengah menjadi sorotan dunia, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim. pasalnya, ia dianggap telah menyinggung agama Islam dan Nabi Muhammad.
Dengan dalih kebebasan berekspresi, Macron dikecam banyak negara lantaran mengizinkan penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad oleh salah satu majalah Prancis, Charlie Hebdo.
Melansir dari KABAR LUMAJANG, tanggal 28 Oktober 2020, Presiden Prancis termuda tersebut memberikan izin pada pihak majalah untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad. Macron menyebut, penerbitan Kartun Nabi Muhammad tersebut adalah bentuk dari kebebasan berpendapat.
Macron pun menuai kritikan dari berbagai pihak usai mengungkapkan narasi yang dianggap menghina Islam. Dia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang mengalami krisis di seluruh dunia. Ungkapan tersebut sebagai respon terkait peristiwa pembunuhan seorang guru sejarah bernama Samuel Paty oleh muridnya yang masih berusia 18 tahun. Pelaku (murid) itu diduga tidak terima karena sang guru menggunakan karikatur Nabi Muhammad sebagai bahan diskusi. Macron juga menutup banyak masjid dan mengawasi kamunitas-komunitas Muslim di negaranya.
Dampak atas pernyataannya, sejumlah negara telah melakukan aksi pemboikotan terhadap produk-produk asal Prancis. Setidaknya kurang lebih ada 37 produk Prancis yang berpotensi akan ramai-ramai diboikot oleh negara ataupun masyarakat di seluruh dunia.
Penghinaan dan pelecehan terhadap Islam tidak terjadi sekali dua kali, Islam senantiasa tersudutkan meski Islam itu sendiri yang mendapatkan pelecehan. Orang-orang yang tak suka dengan Islam tidak henti-hentinya menghujat Islam, bahkan tidak tanggung-tanggung menghina Islam dengan terang-terangan, blak-blakkan tanpa memikirkan apakah mereka yang beragama Islam tersakiti atau tidak. Bahkan penistaan itu berlindung dibalik Undang-undang dengan dalih kebebasan berekspresi. Namun tatkala umat menyuarakan ajaran Islam, segala macam Undang-undang sudah disiapkan sebagai alat bungkam. Penangkapan para tokoh ulama dan aktivis diseret ke penjara.
Sistem Demokrasi yang melahirkan HAM dan aturan-aturan cacat lainnya hanya merusak tatanan kehidupan masyarakat. Demokrasi yang dikenal menjunjung tinggi nilai kebebasan nyatanya tak sepenuhnya memberikan kebebasan, tak semuanya dapat merasakan kebebasan, kecuali segelintir yang bisa membelinya dengan materi. Hukum yang dibuat tidak sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kemaslahatan elit-elit pengusaha konglomerat. Meminggirkan urusan rakyat sangat niscaya terjadi dalam sistem Demokrasi-Kapitalisme. Semua bisa diatur dengan materi. Jumlah nominal menjadi penentu kebijakan.
Dari ragam peristiwa yang dialami umat Islam di dunia, seolah ingin menyadarkan kita semua bahwa sistem yang rusak dan bathil tentu tidak layak untuk diterapkan ditengah-tengah masyarakat dan negara. Negara atau masyarakat yang lemah akan hancur dan tunduk di tangan-tangan penguasa tiran dan para kapitalis yang rakus. Islam, akan selamanya dinista oleh kaum-kaum penista. Bahkan Islam diperangi atas nama pemberantasan radikalisme-terorisme. Semudah itu!
Dalam konteks negara, salah satu peran penting pemerintah adalah bertindak sigap dalam melindungi agama dari segala bentuk penistaan. Banyaknya kasus penistaan agama membuktikan bahwa negara telah gagal melindungi agama. Padahal peran agama dalam sebuah negara amat sangat penting. Sebagaimana Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa "Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan pondasi, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa pondasi akan runtuh, dan pondasi tanpa penjaganya akan hilang”.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Sharim al-Maslul ala Syatimi ar-Rasul (Pedang Terhunus untuk Penghujat Rasul), menjelaskan batasan tindakan orang yang menghujat Nabi Muhammad
“Kata-kata yang bertujuan meremehkan dan merendahkan martabatnya, sebagaimana dipahami kebanyakan orang, terlepas perbedaan akidah mereka, termasuk melaknat dan menjelek-jelekkan.”
(Lihat Ibnu Taimiyyah, as-Sharim al-Maslul ala Syatimi ar-Rasul, I/563).
Maka, dari Ibnu Taimiyyah, pernyataan Presiden Prancis termasuk tindakan menghujat Nabi. Bagi umat muslim, menghina atau menghujat Nabi hukumnya haram. Sanksi bagi pelakunya adalah hukuman mati.
Ada seorang wanita Yahudi yang menghina Nabi, dan mencela beliau. Kemudian orang ini dicekik oleh seorang sahabat sampai mati. Namun, Nabi menggugurkan hukuman apa pun darinya [sahabat itu].”
(HR. Abu Daud 4362 dan dinilai Jayid oleh Syaikhul Islam)
Hadits di atas jelas menyampaikan pada kita bahwa penghina Rasul hukumannya adalah mati. Begitu pun yang pernah ditunjukkan oleh Khalifah Abdul Hamid II terhadap Prancis dan Inggris yang hendak mementaskan drama karya Voltaire yang menghina Nabi Muhammad.
Untuk menghentikan tindakan penistaan terhadap Islam, tidak hanya berhenti pada kecaman atau pemboikotan. Namun kita perlu ikut memboikot segala sistem yang diterapkannya atas negara saat ini. Sistem Demokrasi terbukti gagal dan menciptakan banyak masalah yang tak terselesaikan secara tuntas dalam menata kehidupan masyarakat. Sebab ia lahir dari pikiran manusia yang terbatas, serba kurang dan membutuhkan yang lain. Sedangkan sistem Islam yang diturunkan oleh Allah menjamin manusia hidup dalam naungan keadilan dan keberkahan tatkala syariat diimplementasikan ke dalam institusi negara yang bernama Khilafah. Khilafah tidak akan membiarkan penista tumbuh subur. Kebebasan dalam Islam tentu berbeda dengan paham kebebasan dalam sistem kapitalisme. Khilafah akan menerapkan sanksi sesuai petunjuk Al-Qur'an, bukan sesuatu kemauan manusia yang penuh hawa nafsu.
Wallahu'alam..