Oleh :Ummu Fikri
(Pengajar dan Pemerhati Sosial)
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah mengumumkan Ujian Nasional (UN)
akan diganti dengn sistem penilaian lain mulai tahun 2021. UN akan digantikan
dengan assesmen kompetensi minimum dan survey kakarakter. Kedua penilaian itu
dilakukan di tengah belajar siswa, bukan di akhir masa belajar.
Penghapusan
UN dan ujian pengganti tersebut merupakan bagian dari kebijakan pendidikan “ Merdeka
Belajar” yang digagas Nadiem. “ Di tahun 2021, UN akan diganti menjadi assesmen kompetensi
minimum dan survey karakter”, Kata
Nadiem dalam pemaparan merdeka belajar di Hotel Bidakara, Pancoran , Jakarta
Selatan Rabu (11/12/2019) (Kompas.com13/12/2019).
Ujian
nasional yang dilaksanakan selama ini memang sebagai salah satu syarat yang
harus dilewati oleh semua peserta didik untuk mendapatkan ijazah dan juga menjadi prasyarat dalam menempuh pendidikan
ke jenjang berikutnya. Ujian yang dilakukan selama ini hanya berganti dari sisi
penamaan , dulu kita mengenal Ebtanas kemudian Ujian Nasional dan sekarang
Assesmen. Walaupun untuk assesmen ini akan berbeda.
Dilansir
Kabarlumajang.com Edisi 16 Oktober 2020 bahwa salah satu tujuan perubahan ini
adalah guna mendorong perbaikan mutu pembelajaran dan hasil belajar
peserta didik. Masih menurut Mendikbud
perubahan mendasar pada Assesmen Nasional adalah tidak lagi mengevaluasi
capaian peserta didik secara individu, akan tetapi mengevaluasi serta memetakan
sistem pendidikan berupa input, proses
dan hasil.
Apapun
itu yang jelas pendidikan yang merupakan sebuah sistem yang mempunyai cita-cita
yang luhur sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sudah seharusnya menjadi pemikiran kita bersama.
Apalagi
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 3 tertulis bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jika kita membaca
kemudian kita pahami dan hayati kata per kata dari kalimat di atas sungguh ada
harapan besar dan keinginan yang sangat tinggi yang ingin dicapai melalui pendidikan. Dimana
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan orang untuk mengubah manusia
sesuai dengan apa ada dalam kalimat di atas. Sungguh harapan dan cita-cita yang
sangat mulia dan tinggi.
Manusia beriman dan
bertakwa, kalimat itu saja sudah menunjukkan seorang pribadi yang sangat tinggi
dan luar biasa. Pribadi yang beriman dan bertakwa sudah pasti akan takut kepada
penciptanya, takut akan dosa dan akan selalu taat dengan apa yang diperintahkan
oleh Robbnya. Dipertegas lagi dengan kata berakhlak mulia yang menunjukkan kepribadian yang sangat luhur,
dan pastinya tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar aturan, apalagi aturan
yang berasal dari Tuhannya.
Sungguh sempurnanya jika
hasil pendidikan ini terwujud. Orang yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia
sudah pasti tidak akan melakukan korupsi, karena korupsi adalah tindakan yang
secara tidak wajar dan tidak ilegal menyalahgunkan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak (wikipedia.org).
lembaga terkorup menurut ICW di tahun 2018 10 terbesar adalah; pemerintah
kabupaten, pemerintah desa, pemerintah kota, pemerintah provinsi, BUMN,
Kementerian, BUMD, DPRD, Sekolah dan Rumah sakit (Kompas.com 8/02.2019). Padahal lembaga-lembaga
tersebut sudah pasti anggoatanya adalah orang-orang yang sangat
tinggi pendidikannya.Ini baru satu contoh saja.
Bertolak belakangnya
antara tujuan pendidikan dengan hasil yang didapat menunjukkan ada yang salah dalam proses menuju ke
tujuannya. Dan ini adalah dampak dari diterapkannya sistem yang mengambil jalan
tengah, sistem yang bisa dikompromikan dengan keinginan manusia sebagai makhluk
yang mempunyai hawa nafsu. Dimana tujuan pendidikan telah terinfeksi oleh virus
sekulerisme. Dalam pandangan sekulerisme setiap individu bebas melakukan apa
saja. Karena dasarnya adalah kebebasan. Bebas berbuat, bertingkah laku,
berpendapat, beragama dan masih banyak kebebasan yang lain. Agama hanya simbol
semata, yang penting individu sadar
bahwa ada yang menciptakan. Terkait apakah mau terikat atau tidak itu tak
masalah.
Jadi kata beriman dan
bertakwa itu akan semakin sulit diwujudkan jika kita masih menerapkan sistem ini. contoh
sederhana, dalam Islam seorang muslimah yang sudah baligh berkewajiban untuk
menutup aurat, namun atas dasar kebebasan maka musimah tersebut berhak untuk
menentukan apakah dia akan menutup aurat atau tidak. Alhasil muslimah tersebut
membuka aurat nya, maka predikat bertakwa
tidak ada pada diri muslimah tersebut, inilah sebuah gambaran dimana untuk
menunjukkan kata beratakwa saja sangat sulit. Baru-baru ini bahkan ada
segelintir orang yang mempersoalkan jika ada orang tua yang mengajarkan anaknya
untuk memakai kerudung sebagai bagian dari menjalankan apa yang ada dalam
agamanya.
Oleh karena itu tujuan
pendidikan yang hendak dicapai harus disinergikan dengan aturan yang
diterapkan. Jika kita menerapkan aturan sekuler yang memisahkan kehidupan
dengan agama, dimana kebebasan sebagai asassnya maka akan sulit sebagus apaun
tujuan itu. Dan faktanya sudah terbukti pada saat ini. lalu aturan apakah yang
akan mampu mewujudkan tujuan yang mulia dan tinggi?
Islam sebagai sebuah
agama yang berisi aturan yang maha
sempurna dan telah terbukti selama 13 abad mengatur kehidupan manusia. Tak
terkecuali bidang pendidikan saja, bisa menjadi solusi atas ketidaksinerginya
antara tujuan dan hasil yang didapat. Aturan Islam yang berasal dari dzat yang
maha benar tidak mempunyai kepentingan sedikt pun bagi sang pencipta. Aturan ini
semata-mata untuk mengatur kehidupan
manusia, karena pencipta tau kelemahan akan sesuatu yang diciptakan.
Aturan Islam bukan hanya
untuk orang yang beragama Islam saja. Aturan
ini diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. . Zaman rosul pun di luar Islam sudah ada, seperti Yahudi,
Nasrani dan kaum musyrik. Al-qurn menjelaskan tidak ada paksaan dalam beragama.
Namun mengaturan hubungan manusia dengan yang lain haruslah aturan tersebut
mampu melindungi semua makhluk di dunia ini. Karena aturan Islam ketika
diterapkan akan menjadi rahmat bagi semua.
Bagaimana mungkin tak
sekuler dalam dunia pendidikan. Sistem pemerintahan yang dijalankan pun
demikian. Hingga kita dapat rasakan sendiri akan jauh sekali tujuan pendidikan
terwujud. Aturan yang dijalankan di negara kita berasal dari para anggota dewan
rakyat yang telah terpilih. Mereka berhak menentukan aturan selama aturan
tersebut disetujui oleh anggota, walaupun melanggar aturan yang berasal dari
dzat yang menciptakan. Artinya suara
terbanyak dapat mengalahkan Tuhan, sungguh mengerikan padahal manusia adalah
makhluk yang sangat terbatas. Terbatas kemampuannya, kehebatannya, usianya,
analisanya dan lain sebagainya. Mengapa harus Islam? Karena Agama islam adalah agama yang
komprehensif dengan prinsip-prinsip, untuk masalah disetiap bidang kehidupan
baik spiritual, moral, sosial, politik, hukum, pendidikan, ekonomi, dan lain
sebagainya. Firman Allah SWT dalam Surat Al-An’am ayat 38 dijelaskan “tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di
dalam kitab”. Maka jangan sampai kita manjadi orang yang ragu. Wallahu ‘alam bish showab
Selama masih menggunakan sistem kufur, sekularisme, tujuan pendidikan seperti yang diharapkan tidak akan terwujud. Yang ada membuat bingung, lelah dan muak dengan program-program yang ditawarkan
BalasHapus