Oleh: Lina Ummu Dzakirah
Umat Islam kembali tersakiti sebab insiden ulama yang merupakan simbol syiar Islam menjadi korban penyerangan oleh oknum. Untuk kesekian kali terjadi serangan dan penganiayaan terhadap ulama dan tokoh Islam. Bukan hanya diolok-olok namun nyawa mereka sampai terancam. Sebagian dari mereka ada yang dianiaya dirumah, dimaksud bahkan kini ditempat terbuka ditengah panggung dakwah, sebagian luka-luka, sebagain lagi bahkan dianiaya hingga wafat.
Berikut sejumlah kasus serangan terhadap tokoh agama yang diduga dilakukan oleh orang gila:
Pertama, Pembunuhan Komandan Brigade PP Persatuan Islam (Persis). Komandan Brigade PP Persis, Prawoto (40), tewas mengenaskan setelah dihajar tetangganya sendiri menggunakan besi pada Kamis (1/2/2018).
Polisi sempat menyatakan jika pelaku diduga mengalami gangguan jiwa. Namun, setelah menjalani pemeriksaan dan persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung mengatakan Asep tidak terbukti gila. Hakim pun menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara.
Kedua, Penganiayaan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah, Kiai Umar Basri, dianiaya seseorang di dalam masjid usai salat subuh pada Sabtu (27/2/2018). Kepolisian setempat menyatakan Asep mengalami gangguan jiwa karena saat ditanya tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan penyidik.
Ketiga, Penusukan Imam Masjid Al-Falah Pekanbaru. Ustaz Yazid ditusuk saat memimpin doa sehabis salat Isya, diserang pelaku berinisial IM (24). Peristiwa ini terjadi pada Kamis (23/7/2020).
Keempat, Penyerangan terhadap Kiai Hakam Mubarok di Lamongan. Peristiwa ini bermula saat Kiai Hakam meminta pelaku yang sedang tidur di pendopo pesantren untuk bangun dan keluar. Pelaku menolak pindah lalu menantang beliau. Usai pelaku ditangkap kepolisian, orang tua pelaku mengatakan anaknya mengalami gangguan jiwa.
Terbaru ini kasus penusukan kepada salah satu Ulama ternama yaitu Syekh Alijaber. Saat itu beliau sedang mengisi acara dakwah di Bandar Lampung sekitar pukul 15.00 sore waktu setempat. Ditengah acara berlangsung datang lah seorang pemuda ke arah panggung sembari melayangkan pisau ke arah leher syekh Ali yang akhirnya meleset mengenai lengan syekh Ali.
Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD angkat bicara terkait penusukan terhadap ulama Syekh Ali Jaber di Bandar Lampung, Minggu sore, 13 September. Mahfud menginstruksikan agar aparat kepolisian segera mengungkap kasus ini. Beliau juga menginstruksikan agar aparat kepolisian segera mengungkap kasus ini.
“Aparat keamanan Lampung supaya segera mengumumkan identitas pelaku, dugaan motif tindakan, dan menjamin bahwa proses hukum akan dilaksanakan secara adil dan terbuka,” kata Mahfud melalui keterangan tertulis, Minggu 13 September 2020.
Mahfud MD juga berkata "pemerintah akan menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah Amar ma'ruf nahi Munkar. Dan saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan diera Covid-19." (Viva.co.id, 13 September 2020)
Namun sahabat walopun pemerintah sudah mengeluarkan pernyataan seperti itu tidak lantas menjamin perlindungan pada Ulama dalam melakukan tugas dakwah. Fakta justru menegaskan masih banyak para ulama kita yang dipersekusi karena mendakwahkan Islam dan mengoreksi praktik kezaliman rezim. Bahkan hal ini dianggap hal yang biasa.
Kriminalisasi ulama-ulama dan Pencekalan ulama terjadi dimana-mana, dengan alasan radikalisme dan mencegah terjadinya kekerasan menjadi dasar untuk pencekalan para ulama. Kali ini yang menjadi korban penganiayaan ulama adalah Syekh Alijaber. Syekh Alijaber adalah salah satu ulama Indonesia yang kiprahnya tidak diragukan lagi serta kelembutan beliau dalam berdakwah menunjukkan bahwa beliau adalah ulama yang menjaga perasaan umat.
Wahai penguasa saat ini, Ulama bukan hanya membutuhkan perlindungan dari teror atau ancaman fisik saat berdakwah. Namun lebih besar dari itu, ulama membutuhkan sistem yang kondusif agar dakwah nya bisa menghantarkan pada kesadaran umat akan Islam kaffah. Sistem yang bisa melindungi ulam menjaga kemuliaan Islam dan keamanan umat hanya Khilafah Islamiyah.
Karena dengan Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah akan senantiasa melindungi ulama. Khilafah Islam akan memberikan keistimewaan ulama diantara nya pewaris para nabi. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah, "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi).
Para ulama mewariskan ilmu kepada ummat dan mengajarkannya kepada ummat. Ilmu inilah yang akan menjadi bekal bagi ummat dalam mengarungi bahtera kehidupan. Inilah peran ulama yang sangat penting bagi ummat. Merekalah pelita di tengah kegelapan.
Para ulama dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT beberapa tingkat di atas manusia lain:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan (TQS al-Mujadilah [58]: 11).
Tidak ada manusia yang diberi kebaikan oleh Allah SWT melainkan para ulama. Sabda Nabi saw.:
مَن يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي الدِّينِ
Siapa saja yang Allah kehendaki untuk mendapatkan kebaikan, Dia akan menjadikan dirinya faqih dalam agama (HR Muttafaq ‘alayhi).
Nabi saw. menyebutkan ketinggian derajat para ulama di dunia ini dibandingkan dengan segenap manusia. Sabda beliau:
إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِى الأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِى السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِى ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتِ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الهُدَاةُ
Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk kepada orang yang berada di gelap malam, di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapatkan petunjuk (HR Ahmad).
Rasulullah Muhammad SAW telah berpesan kepada umatnya supaya selalu berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah beliau. Sepeninggalan Nabi SAW, orang-orang yang menjadi rujukan diberi gelar ulama.
Karena keberadaan para ulama pula agama ini terpelihara dan umat akan terjaga dari berbagai kesesatan. Jika para ulama telah tiada, ilmu akan lenyap dan umat pun akan mudah tergelincir dalam kesesatan. Sabda Nabi saw.:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعَاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ
Sungguh Allah SWT tidak mencabut ilmu dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Namun, Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama (HR al-Bukhari).
Selain itu daging ulama beracun. Hal ini tertuang dalam al-Hujurat ayat 12 mengibaratkan perbuatan menggunjing sebagai, “memakan daging saudara yang telah mati.” Maka pelaku fitnah terhadap ulama tak hanya “memakan bangkai”, tetapi juga terkena racun.
Al-Hafizh Ibnu Asakir, dalam kitab Tabyin Kadzib al-Muftari, juga mengingatkan bahwa daging ulama itu ‘beracun’. Siapa saja yang menghina, memfitnah, apalagi menyakiti para ulama akan mendapat balasan keras dari Allah SWT. Kata Ibnu Asakir, “Tidaklah saya tahu seseorang yang menghina ulama kecuali akan mati dalam keadaan su’ul khatimah karena sungguh daging ulama itu ‘beracun’.”
Begitu mulia dan istimewa para ulama. Hingga Rasulullahﷺ sendiri memberikan keistimewaan kepada para ulama. Inilah yang seharusnya kita lakukan saat ini. Jangan sampai kita menyakiti ulama apalagi mengkriminalisasi ulama. Demikian vital kehadiran dan peran ulama, kematian mereka adalah musibah berat bagi umat. Berpulangnya mereka tak bisa digantikan dengan mudah, bahkan oleh ribuan ahli ibadah sekalipun. Dalam mukadimah Kifayah al-Akhyar, dituliskan perkataan Umar bin al-Khaththab ra., “Kematian seribu ahli ibadah yang senantiasa bangun malam untuk shalat dan berpuasa pada siang hari lebih ringan dari kematian satu orang alim yang mengetahui apa yang Allah halalkan dan apa yang Dia haramkan.”
Remaja Muslim pasti tidak suka jika ulamanya dicela dan dinista, apalagi dianiaya. Hukum yang berlaku di negeri ini tak memihak kepada kebenaran, tapi memihak kepada kepentingan. Tak cukup rasanya hanya memohon balasan dari Allah Sebaik-baik Pembalas makar.
Tegaknya sistem Islam dalam naungan Khilafah menjadi sebuah keniscayaan demi terlindunginya kehormatan kaum muslimin, terkhusus para ulama. Hanya Khilafah yang mampu memuliakan ulama dan mengembalikan posisinya sebagai pengemban misi da'wah demi keberlangsungan kehidupan Islam.
Tak cukup sampai di situ, Khilafah akan menindak tegas pelaku kriminal penganiayaan terhadap anggota tubuh, baik korbannya ulama maupun bukan. Hukuman ini yang dikenal dengan qishas:
"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya.” (TQS. Al- Maidah: 45)
Maka tak ada pilihan lain, mari muliakan ulama dengan menegakkan Khilafah Islam. Wallahua'lam bishshawab []