Oleh: Endah Husna
Riuh ramai acara Maulid Nabi digelar diberbagai kota. Pandemi tak menyurutkan langkah mereka untuk berpawai beramai-ramai bershalawat menyanjung Nabi saw., Nabi terkasih pembawa cahaya Islam.
Namun juga banyak umat tidak menyadari, bahwa pada bulan yang sama beliau saw. telah wafat. Dalam riwayat yang mu’tabar, beliau wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H. Beliau wafat dalam usia sekitar 63 tahun. Persis pada tanggal dan bulan yang sama dengan tanggal dan bulan kelahirannya. Beliau wafat sekitar waktu dhuha sudah mulai memanas. Hari tersebut dirasakan para sahabatnya sebagai hari tergelap dalam hidup mereka (Al-Mubarakfuri), Ar-Rahiq Al-Makhtum, 402-403).
Aisyah ra. bercerita, ”Ketika kepala beliau terbaring, tidur di atas pahaku, beliau pingsan. Kemudian (saat tersadar) mengarahkan pandangannya ke atas, seraya berucap, _"Allahumma ar-Rafiiq al-A’la.”_(HR al Bukhari dalam Fath al-Bari, 8/150 No. 4463). Itulah kata-kata terakhir beliau. Tak lama, tangan beliau jatuh terkulai. Baliau wafat berjumpa dengan Ar-Rafiq al-A’la. Inna lillaahi wa inna ilayhi raaji’uun.
Beliau wafat setelah menyempurnakan risalah dan menyampaikan amanah. Manusia mulia kekasih Allah SWT, utusan Allah SWT untuk seluruh manusia agar selamat dunia dan akhirat.
Berita di pagi duka itu menyebar di antara para sahabat. Dunia terasa gelap bagi mereka. Mereka bersedih karena berpisah dengan al-Khalil al-Musthafa. Qalbu-qalbu mereka berguncang. Tak percaya bahwa kekasih mereka telah tiada. Saking besarnya cinta mereka kepada Rasulullah saw, di antara mereka ada yang tak terima dengan kenyataan bahwa beliau telah wafat. Di antaranya adalah Umar bin al-Khaththab ra. beruntung beliau tersadar saat diingatkan dan dinasihati oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra. (Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, 8/146)
Terkait besarnya cinta para sahabat kepada Rasulullah saw., beliau pernah bersabda, "Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada ibu-bapaknya, anak-anaknya dan seluruh manusia.”_(HR Muslim)
Secara fitrah manusia dihiasi oleh rasa suka atau kecintaan terhadap istri, anak-anak, harta dan perhiasan, kendaraan, hewan piaraan, kebun dan tanaman, dan lain-lain. Sebagaimana dalam TQS Ali Imran [3]; 14 yang berbunyi "Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda lilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik". Namun demikian, kecintaan atas semua itu tidak boleh mengalahkan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal demikian dicela oleh Allah SWT, sebagaimana dalam TQS at-Taubah [9]: 24 yang berbunyi "Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." Karena itu kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya harus ditempatkan paling tinggi di atas kecintaan pada apapun.
Allah SWT mengukur cinta seseorang hamba kepada Diri-Nya dengan sejauh mana hamba itu mencintai dan mengikuti (meneladani) Rasulullah saw., sebagaimana firman-Nya (yang artinya) : _Katakanlah, “jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Dia akan mencintai kalian dan mengampuni dosa – dosa kalian. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”_(TQS Ali Imran [3]: 31).
Maka arti Cinta Nabi saw. membutuhkan bukti nyata yakni dengan menjalankan Syariat secara totalitas, mengamalkan seluruh syariah-Nya dalam level pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Itulah wujud cinta sejati kita kepada Nabi saw.
Mari kita sebagai umat Nabi saw. segera bergerak teratur bersama berbaris untuk menyatukan pemikiran, perasaan dan peraturan di tengah-tengah masyarakat kita, agar segera tegak Daulah Khilafah Minhajinnubuwwah. Karena tegaknya Khilafah adalah wasilah bagi tegaknya seluruh Risalah Nabi saw yang kita cintai. Dan yang terpenting, menegakkan Khilafah adalah kewajiban dari Allah SWT kepada umat Muslim.
Cinta Nabi butuh bukti bukan hanya janji-janji manis di lisan. Cinta Nabi butuh bukti nyata dalam kehidupan sehari-hari. Cinta Nabi butuh butuh bukti, terapkan Syariat Islam dimuka bumi. AllahuAkbar.
_Wallahu a'lamubishowwab